TRIBUN TIMUR WIKI
Apa Itu Virus Nipah? Disebut Jadi Pandemi Baru, Asal, Gejala dan Bahayanya, Sudah Masuk Indonesia?
Lantas asal dari mana ini Virus Nipah? Apakah berbahaya dan gejalanya apa? Sudahkah masuk Indonesia?
Penulis: Nur Fajriani R | Editor: Waode Nurmin
TRIBUNTIMURWIKI.COM - Disebut-sebut jadi pandemi baru, apa itu Virus Nipah?
Belakangan ini muncul lagi virus baru bernama Virus Nipah.
Melansir pemberitaan Kompas.com (28/1/2021), virus ini ditemukan di kawasan Asia oleh pemburu virus asal Thailand, Supaporn Wacharapluesadee.
Lantas asal dari mana ini Virus Nipah?
Apakah berbahaya dan gejala Virus Nipah apa?
Sudahkah masuk Indonesia?
Virus Nipah diketahui berasal dari inang kelelawar buah dan hingga saat ini, virus yang disingkat dengan NiV ini telah menyebabkan kematian di antara 40-75 persen orang yang terinfeksi.
Sama halnya dengan Covid-19, ineksi NiV pada manusia dapat menimbulkan gejala dan ada juga yang tidak bergejala.
Dampak paling parah disebutkan bisa berupa infeksi saluran pernapasan akut, kejang, ensafalitis yang fatal, hingga menyebabkan koma dalam waktu 24-48 jam.
Supaporn adalah warga negara Thailand yang pada awal pandemi Covid-19 terjadi ditugaskan pemerintah negara gajah putih itu untuk melakukan penelitian terhadap para penumpang pesawat terbang yang baru saja tiba dari Wuhan, China.
Ia memimpin Thai Red Cross Emerging Infectious Disease-Health Science Centre, lembaga penelitian yang meneliti penyakit-penyakit infeksi baru (emerging), di Bangkok.
Selama 10 tahun terakhir, ia menjadi bagian dari Predict, ikhtiar global untuk mendeteksi dan menghentikan penyakit yang dapat melompat dari hewan ke manusia.
Ketika mendeteksi Covid-19, Supaporn dan timnya mendapati bahwa selain merupakan virus baru yang tidak berasal dari manusia virus tersebut berkerabat dekat dengan jenis virus corona yang telah ditemukan pada kelelawar.
Sepanjang kariernya, Supaporn dan para kolega telah meneliti ribuan sampel kelelawar dan menemukan banyak virus baru.
Sebagian besarnya adalah virus corona, tapi juga ada banyak penyakit mematikan lain yang dapat menular ke manusia.
Termasuk virus Nipah yang diduga dibawa oleh sejenis kelelawar pemakan buah.
"Ini sangat mengkhawatirkan karena belum ada obatnya dan tingkat kematian yang disebabkan virus ini tinggi," kata dia, Rabu (27/1/2021) seperti dikutip dari BBC.
Supaporn dan tim menemukan, tingkat kematian virus Nipah berkisar antara 40 hingga 75 persen, tergantung lokasi terjadinya wabah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) saat ini juga sedang meninjau daftar panjang patogen yang dapat menyebabkan darurat kesehatan masyarakat untuk memutuskan prioritas anggaran riset dan pengembangan mereka.
Mereka fokus pada patogen yang paling mengancam kesehatan manusia, yang berpotensi menjadi pandemi, dan yang belum ada vaksinnya.
Ada beberapa alasan yang membuat virus Nipah begitu mengancam.
Periode inkubasinya yang lama (dilaporkan hingga 45 hari, dalam satu kasus) berarti ada banyak kesempatan bagi inang yang terinfeksi, tidak menyadari bahwa mereka sakit, untuk menyebarkannya.
Dapat menginfeksi banyak jenis hewan, menambah kemungkinan penyebarannya.
Dapat menular baik melalui kontak langsung maupun konsumsi makanan yang terkontaminasi.
Seseorang yang terinfeksi virus Nipah dapat mengalami gejala-gejala pernapasan termasuk batuk, sakit tenggorokan, meriang dan lesu, dan ensefalitis, pembengkakan otak yang dapat menyebabkan kejang-kejang dan kematian.
Singkatnya, ini adalah penyakit yang sangat berbahaya bila tersebar.
Kepala Unit Virologi di laboratorium penelitian Institut Pasteur di Phnom Penh, Kamboja, Veasna Duong menyebut manusia dapat terpapar virus Nipah melalui kontak dengan kelelawar.
"Setiap interaksi manusia dengan kelelawar dapat dianggap sebagai interaksi berisiko tinggi. Paparan seperti ini dapat menyebabkan virus bermutasi, yang dapat menyebabkan pandemi," ujarnya.
Misalnya di pasar Battambang, kota di Sungai Sangkae di barat laut Kamboja.
Ribuan kelelawar buah hinggap di pepohonan sekitar pasar, berak, dan kencing pada apapun yang lewat di bawahnya. Bila diamati dari dekat, atap kios-kios di pasar penuh dengan tahi kelelawar.
"Manusia dan anjing liar berjalan di bawah sarang-sarang, terpapar urine kelelawar setiap hari," kata Veasna Duong.
Kontak manusia dengan kelelawar juga ditemukan di berbagai tempat lainnya.
"Kami mengamati (kelelawar buah) di sini dan di Thailand, di pasar-pasar, tempat ibadah, sekolah, dan lokasi turis seperti Angkor Wat - ada sarang besar kelelawar di sana," ujarnya.
Angkor Wat yang biasa dikunjungi 2,6 juta orang setiap tahun, berarti 2,6 juta kesempatan bagi virus Nipah untuk melompat dari kelelawar ke manusia setiap tahun, hanya di satu lokasi. Dari 2013 hingga 2016, Veasna Duong dan timnya meluncurkan program pemantauan GPS untuk memahami kelelawar buah dan virus Nipah, dan membandingkan aktivitas kelelawar Kamboja ke kelelawar lain di wilayah-wilayah 'hotspot' lainnya.
Di antara wilayah-wilayah ini adalah Bangladesh dan India.
Kedua negara pernah mengalami wabah virus Nipah, yang kemungkinan besar terkait dengan kebiasaan meminum jus kurma.
Pada malam hari, kelelawar yang terinfeksi terbang ke perkebunan kurma dan menghisap sari buahnya saat keluar dari pohon.
Saat mereka makan, mereka biasanya kencing di pot pengumpulan.
Warga setempat yang tidak tahu apa-apa membeli jus dari pedagang keesokan harinya, meminumnya dan terinfeksi oleh virus Nipah.
Belum terdeteksi di Indonesia
Sejauh ini virus nipah belum pernah dilaporkan di Indonesia.
Meskipun pada 1999 wabah virus nipah pernah merebak di Malaysia.
Virus nipah ketika itu menyebar di Semenanjung Malaysia pada ternak babi dan manusia.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnewsmaker.com