Jabir Bonto Belum Diberhentikan sebagai Wakil Ketua DPRD Takalar
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II Partai Golkar Kabupaten Takalar belum memberikan sanksi atas kasus
Penulis: Ari Maryadi | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Politikus senior Partai Golkar Takalar Muh Jabir Bonto resmi dilimpahkan kepada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Selasa 26 Januari 2021 kemarin.
Jabir Bonto dijerat pidana berlapis atas perbuatannya merusak kawasan konservasi.
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II Partai Golkar Kabupaten Takalar belum memberikan sanksi atas kasus yang menjerat anggota fraksinya.
Pelaksana tugas (Plt) Ketua DPD II Golkar Takalar Zulkarnain Arif mengatakan sanksi baru akan diberikan jika kasus yang menjerat Jabir Bonto sudah berkekuatan tetap.
"Biarkan waktu yang menjawab. Kita junjung asas praduga tak bersalah. Tapi kalau terjadi hal yang tidak kita inginkan, maka kita ikuti mekanisme partai," kata Zulkarnain saat dihubungi Tribun Timur, Rabu (27/1/2021).
Sejauh ini Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi telah menyerahkan berkas perkara perusakan hutan dengan tersangka Muh Jabir Bonto (58) bersama barang bukti berupa ekskavator kepada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
Kejaksaan Tinggi Sulsel telah menyatakan berkas perkara lengkap pada 15 Januari 2021.
Penyidik menduga perbuatan tersangka HJB , yaitu menebang pohon tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat berwenang, mengurangi dan menghilangkan fungsi serta jenis tumbuhan kawasan hutan produksi menggunakan alat berat dan menyebabkan perubahan keutuhan Kawasan Suaka Margasatwa Komara dan Hutan Produksi Tetap di Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan.
"Sidang kasus tersangka HJB akan kami dampingi dan pantau terus, termasuk memfasilitasi kebutuhan Saksi Ahli,” kata Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, 26 Januari 2021 di Jakarta.
Tersangka HJB dijerat dengan pidana berlapis yaitu Pasal 78 Ayat 5 Jo. Pasal 50 Ayat 3 Huruf e Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Selain itu, HJB melanggar Pasal 40 Ayat 1 Jo. Pasal 19 Ayat 1 Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Jo.
Pasal 55 Ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta.
“Penetapan HJB sebagai tersangka adalah hasil pengembangan kasus dari terdakwa BD yang telah divonis hakim Pengadilan Negeri Takalar 13 Januari 2020 dengan pidana penjara selama satu tahun dan pidana denda 1 miliar rupiah,” kata Dodi Kurniawan, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, 26 Januari 2021, di Makassar.
Yazid menambahkan bahwa Gakkum KLHK akan menindak tegas Pelaku Kejahatan Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pelaku akan ditindak dengan pasal pidana berlapis, baik menggunakan Undang-Undang tentang Kehutanan maupun Undang-Undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Kasus-kasus seperti ini akan kami kembangkan penyidikannya untuk tindak pidana lingkungan hidup.
"Kami harapkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar menghukum seberat-beratnya bagi pelaku perusakan kawasan hutan seperti ini, agar ada efek jera," pungkas Yazid.