Nadiem Makarim
Nadiem Makarim Ternyata Tegas Ini Buktinya! Kepsek Langsung Minta Maaf Usai Heboh Paksaan Berjilbab
Sosok Nadiem Makarim Ternyata Tegas Ini Buktinya! Kepsek SMKN 2 Padang Langsung Minta Maaf Heboh Kepala SMKN 2 Padang minta nonmuslim pakai jilbab
Ia menambahkan, peralihan kewenangan SLTA diurus oleh Pemprov, dulunya aturan berpakaian Muslimah setiap hari Jumat itu telah ada dan itu kebijakan Pemko saat itu. Disaat kewenangan mengurus SLTA berpindah ke provinsi, aturan ini belum sempat dievaluasi, karena tidak ada permasalahan selama ini. "Akan tetapi dengan adanya kasus ini, Pemprov Sumbar melalui Dinas Pendidikan akan segera mengevaluasi seluruh aturan berpakaian dan memastikan bahwa tidak akan terjadi lagi persoalan seperti ini," kata Jasman Rizal.
Terpisah, Menteri Koordinator bidang Polhukam Mahfud MD menegaskan bahwa tidak boleh ada kewajiban anak non muslim menggunakan jilbab. Hal itu dikatakan Mahfud dalam akun twitternya @Mohmahfudmd merespon kasus siswi SMKN 2 Padang nonmuslim yang dipaksa mengenakan jilbab.
"Akhir 1970-an sd 1980-an anak-anak sekolah dilarang pakai jilbab. Kita protes keras aturan tersebut ke Depdikbud. Setelah sekarang memakai jilbab dan busana muslim dibolehkan dan menjadi mode, tentu kita tak boleh membalik situasi dengan mewajibkan anak nonmuslim memakai jilbab di sekolah," kata Mahfud dalam akun resmi twitternya dikutip Tribun.
Menurut Mahfud sampai akhir 1980-an, ada diskriminasi terhadap orang Islam di Indonesia. Berkat perjuangan Nahdatlul Ulama, Muhammadiyah dan lainnya melalui pendidikan akhirnya diskriminasi tersebut memudar dan demokratisasi menguat.
Pada awal 90-an berdiri ICMI. Masjid dan majelis taklim tumbuh di berbagai kantor pemerintah dan kampus-kampus. "Pada awal 1950-an Menag Wahid Hasyim (NU) dan Mendikjar Bahder Johan (Masyumi) membuat kebijakan: sekolah umum dan sekolah agama mempunyai "civil effect" yang sama. Hasilnya, sejak 1990-an kaum santri terdidik bergelombang masuk ke posisi-posisi penting di dunia politik dan pemerintahan," katanya.
Mahfud menambahkan kebijakan penyetaraan pendidikan agama dan pendidikan umum oleh dua menteri tersebut sekarang ini menunjukkan hasilnya. Pejabat-pejabat tinggi di Kantor-kantor pemerintah, termasuk di TNI dan POLRI, banyak diisi oleh kaum santri. "Mainstream keislaman mereka adalah wasarhiyah Islam: moderat dan inklusif," pungkasnya.
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat merasa prihatin seiring masih adanya kalangan pendidik belum memahami nilai-nilai kebangsaan, seperti kebhinekaan dan toleransi yang diamanatkan para pendiri bangsa. Keprihatihan tersebut disampaikan Lestari menyikapi adanya kewajiban berkerudung bagi siswi non-muslim di SMK Negeri, Padang, Sumatera Barat.
"Tenaga pendidik seharusnya menjadi orang yang berperan menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada para siswanya, bukan malah mengaburkan nilai-nilai itu dalam kehidupan sehari-hari," kata Lestari.
Rerie sapaan Lestari menyebut, kebijakan wajib berbusana muslimah di sekolah umum, menunjukkan beberapa kalangan pendidik abai terhadap nilai-nilai kebangsaan yang merupakan dasar membentuk karakter generasi mendatang. Padahal, kata Rerie, Pasal 28E (1) UUD 1945 mengamanatkan setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Selain itu, Pasal 29 UUD 1945 ayat (2) juga menyebutkan, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. "Mewajibkan siswa non-muslim untuk memakai jilbab, juga bertentangan dengan prinsip program Merdeka Belajar yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan," kata Anggota Komisi X DPR itu.
Rerie berpendapat, kebijakan yang diterapkan di daerah atas nama melestarikan kearifan lokal, seharusnya tidak bertentangan dengan norma-norma hukum dan konstitusi. "Para pemangku kepentingan di sektor pendidikan di negeri ini, seharusnya berperan sebagai salah satu ujung tombak yang diharapkan dapat membentuk generasi penerus bangsa yang berkarakter, dan mampu mengamalkan nilai-nilai kebangsaan yang kita miliki," papar Rerie.
"Peristiwa di Padang, harus menjadi alarm tanda bahaya bagi para pemangku kepentingan di negeri ini, karena berpotensi menjadi hambatan dalam upaya pembentukan generasi penerus bangsa yang berdaya saing di masa datang," sambungnya.(Tribun Network/fah/fik/sen/riz/wly)