Bursa Kapolri
Legislator Sulsel Supriansa Singgung Jenderal Polisi Terlibat di Kasus Djoko Tjandra ke Listyo Sigit
Anggota Komisi III DPR RI, Supriansa menanyakan 2 jenderal terlibat kasus Djoko Tjandra kepada Calon Kapolri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo.
Penulis: Muh Hasim Arfah | Editor: Muh Hasim Arfah
TRIBUN-TIMUR.COM- Anggota Komisi III DPR RI, Supriansa menjadi juru bicara Fraksi Partai Golkar.
Supriansa pertama memuji Calon Kapolri, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo sebagai pilihan Presiden Joko Widodo.
“Bapak mencatatkan tinta emas, atas komunikasi antar lembaga, negara sehingga mampu membawa buronan yang puluhan tahun,” katanya dalam uji kepatutan dan kelayakan calon Kapolri.
Supriansa menyinggung ditangkapnya Djoko Sugiarto Tjandra atau Joko Soegiarto Tjandra tersebut.
Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo menangkap langsung Djoko Tjandra.
Djoko Tjandra tiba di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (30/7/2020) malam.
Meski statusnya buron, Djoko dinilai bisa bebas keluar masuk Indonesia.
Djoko Tjandra diketahui merupakan satu dari sejumlah nama besar yang terlibat dalam kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Harian Kompas, 24 Februari 2000 memberitakan, Direktur PT Era Giat Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat.
Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar.
Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa tersebut.
Namun, di sisi lain, penangkapan Djoko Chandra juga melibatkan 2 jenderal di tubuh Polri, termasuk angkatan Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo di Akpol 91.
Jenderal yang terlibat yakni Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.
“Penangkapan ini Pak sigit sedikit tak sempurna karena adanya oknum perwira di kepolisian diduga keras membantu buronan di negeri ini,” katanya.
Terpisah, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo menjawab, pertanyaan dari Supriansa.
"Terkait penanganan kasus Djoko Tjandra, tentu kami akan memperbaiki budaya Polri. Seperti yang kami sampaikan antara interaksi akan kami hindar sehingga menghindari penyalagunaan wewenang. Ini kami tanamkan kepada insan polri yang menjalankan tugas," katanya.
Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo akan menerapkan sistem pengawasan yang kuat.
"Kalau ada anggota kami yang terproses, maka kami akan usup tuntas karena ini adalah bagian untuk menjaga marwah Polri," katanya.

Profil Listyo Sigit Prabowo
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, pria kelahiran Ambon, Maluku, pada 5 Mei 1969 merupakan jenderal bintang 3 yang saat ini berusia 51 tahun.
Listyo merupakan lulusan akademi kepolisian tahun 1991.
Listyo juga pernah mengenyam pendidikan S-2 di Universitas Indonesia (UI).
Sebelum menjadi Kabareskrim, Listyo pernah menduduki sejumlah jabatan penting di institusi kepolisian RI.
Karirnya mulai melejit saat menjabat Kapolres Kota Surakarta pada 2011.
Tepatnya, saat presiden Joko Widodo ( Jokowi ) masih menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Dia kemudian dipindahtugaskan menjadi Kasubdit II Dittipidum Bareskrim Polri pada tahun 2012.
Pada 2013, Listyo mengemban tugas sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulawesi Tenggara.
Setahun setelahnya, Listyo diminta menjadi ajudan Presiden Jokowi pada 2014 lalu.
Dua tahun setelahnya dia menjabat sebagai Kapolda Banten pada 2016.
Kemudian, Listyo menjabat sebagai Kadiv Propam Polri pada 2018 dan Kabareskrim pada 2019.
Ada sejumlah peristiwa yang menyedot perhatian publik selama masa kepemimpinan Listyo di Bareskrim, satu di antaranya yakni penangkapan terpidana kasus Bank Bali Djoko Tjandra yang telah buron selama 11 tahun.
Listyo juga membongkar praktik suap terkait pelarian Djoko Tjandra yang ternyata melibatkan Kadiv Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Prasetijo Utomo.
Pada Desember 2020, Bareskrim juga menangkap dua pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan yang terkatung-katung sejak April 2017.
Namun, Tim Advokasi Novel menilai ada kejanggalan dalam proses hukum terhadap kedua pelaku tersebut.(*)