CIMB Niaga
Chief Economist CIMB Niaga: Estimasi Pertumbuhan PDB di 4Q2020, -2,9 Persen YoY
Keseimbangan permintaan dan penawaran agregat ternyata masih berada di titik rendah, bahkan sampai penghujung tahun 2020.
Penulis: Dian Amelia | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Keseimbangan permintaan dan penawaran agregat ternyata masih berada di titik rendah, bahkan sampai penghujung tahun 2020.
Sebagaimana direfleksikan oleh angka inflasi, angka core inflation (year-average) bahkan hanya mencapai 1,6 persen, hal ini menunjuk pada masih berlanjutnya kontraksi ekonomi sampai akhir tahun 2020 lalu.
"Saya memperkirakan ekonomi Indonesia di 4Q2020 telah terkontraksi sebesar -2,9 persen Year on Year (yoy), estimasi ini lebih rendah dibanding proyeksi saya sebelumnya, yaitu -2,3 persen yoy, alhasil, kontraksi ekonomi di keseluruhan tahun 2020 diperkirakan mencapai -2,3% persen," ujar Chief Economist CIMB Niaga, Dr Adrian Panggabean, Rabu (20/1/2021) dalam rilis yang diterima Tribun.
Penyebabnya beragam ada faktor utama yang terus terkontraksi sisi penawaran, salah satu refleksinya adalah rendahnya mobilitas faktor produksi.
"Mobilitas penduduk intra kota di 4Q2020 tidak berubah banyak dibanding 3Q2020, gambaran mobilitas antar kota (intra-pulau Jawa) pun mirip dengan kondisi di 3Q2020, hanya mobilitas kargo yang nampaknya
sudah bergerak naik di 4Q2020," ucapnya.
Mobilitas modal pun masih tertekan, terlihat gap yang sangat besar antara pertumbuhan kredit dan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK).
Tak hanya itu , ia juga menjelaskan konsumsi rumah tangga kembali kehilangan momentrum.
Di sisi permintaan rumah tangga, momentum belanja kembali turun setelah di 3Q2020 dan sempat terbantu oleh injeksi bansos, Rerata kontraksi indeks perdagangan ritel di 4Q2020 bahkan lebih buruk dibanding 3Q2020.
Observasi visual dan data anekdotal memberikan indikasi bahwa kuantitas dan kualitas belanja rumah tangga terus mengalami penyesuaian ke bawah.
"Terkait angka kemiskinan, saya harus menunggu survey dan data kemiskinan resmi berikutnya, namun dinamika sosial di lapangan telah memberi indikasi cukup kuat bahwa angka kemiskinan kemungkinan telah
naik cukup tajam,turunnya momentum konsumsi rumah tangga juga termasuk," katanya.
Selain sisi permintaan rumah tangga, sisi permintaan data penjualan mobil, motor, mesin, dan aktivitas konstruksi di 4Q2020 masih jauh di bawah tingkat penjualan di 4Q2019.
"Observasi lapangan yang saya lakukan, antara lain lewat diskusi dengan sejumlah industrialis dan pelaku usaha, memberi konfirmasi terhadap statistik penjualan tersebut diatas," tuturnya.
"Konfirmasi silang terhadap statistik permintaan investasi saya lakukan lewat pengamatan di pasar pembiayaan (funding market), Aktivitas IPO, permintaan kredit perbankan, dan aktivitas penerbitan surat utang korporasi memberikan indikasi yang kongruen dengan statistik investasi," tambahnya.
Pelaku usaha pada umumnya masih melihat tingginya ketidakpastian terhadap prospek penjualan mereka di 1H2021, hampir semua pelaku usaha masih terus meraba-raba arah perubahan pola.
Stok inventori memang terlihat mulai naik di 4Q2020, hal mana juga nampak dalam angka impor mesin dan bahan baku, namun observasi lapangan mengindikasikan bahwa kenaikan inventori lebih disebabkan oleh kebutuhan mengisi ulang stok barang dan bahan bakunya yang telah menipis dan menjaga agar aktivitas penjualan minimum bisa terus berlangsung di 1H2021.
“Uji coba berbagai macam bentuk restriksi pergerakan manusia (PSBB, lockdown, dan berbagai istilah yang dipakai) justru menyebabkan ketidakpastian usaha semakin meningkat," tuturnya. (*)