Catatan di Kaki Langit
Vaksinasi adalah Jihad, Menolak Vaksinasi Berarti Membiarkan Penularan Covid-19 Tak Terkendali
Tulisan Prof Qasim Mathar ini dimuat di Kolom Catatan di Kaki Langit Tribun Timur cetak edisi Kamis, 14 Januari 2021.Judulnya, Vaksin Jihad dan Syahid
Oleh Qasim Mathar
Cendekiawan Muslim
Tulisan Prof Qasim Mathar ini dimuat di Kolom Catatan di Kaki Langit Tribun Timur cetak edisi Kamis, 14 Januari 2021 halaman 1 dan 7. Judulnya, Vaksinasi Jihad dan Syahid. Prof Qasim Mathar menegaskan pentingnya vaksinasi sebagai upaya memutus matarantai penyebaran Covid-19. Tulisan Catatan di Kaki Langit Prof Qasim Mathar ini mengiringi proses vaksinasi Sinovac Sulsel yang dimulai dari Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sudah lazim diketahui oleh umat Islam bahwa dalam kondisi darurat, hukum haram bisa menjadi halal. Babi yang diharamkan bagi umat Islam, halal dimakan dalam kondisi terancam jiwa seseorang karena tak ada sesuatu yang bisa dimakan kecuali babi.
Keadaan darurat adalah terancamnya jiwa, atau kepastian terjadinya kematian manusia, kecuali memberlakukan apa yang tadinya haram menjadi halal.

Contoh tentang babi, yang merupakan contoh yang ekstrem, bertujuan ingin menggambarkan betapa sangat luwes dan longgar ajaran Islam itu. Tidak ada jalan buntu jika ada masalah.
Kondisi darurat bisa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang terluka parah karena kecelakaan. Orang yang menderita sakit keras. Orang yang jatuh pingsan dan lain-lain.
Orang-orang itu jika dibawa ke rumah sakit, diarahkan ke ruang/unit gawat darurat (UGD). Semua tindakan medis yang dilakukan oleh dokter di UGD demi keselamatan jiwa pasien dianggap sah dan "halal".
Pandemi Covid-19 telah menimbulkan kecemasan global karena belum ditemukan obatnya. Penularannya yang belum bisa dikendalikan menjadikan dunia dan umat manusia dalam kondisi darurat.
Jiwa manusia terancam. Orang bisa bersikap acuh dan meremehkan penyakit virus corona ini. Tapi, informasi kematian manusia yang di-up date setiap hari akibat terpapar Covid-19, di berbagai belahan dunia, adalah fakta yang tidak bisa dibantah.
Keadaan darurat pandemi Covid-19 yang dialami umat manusia, membuat dunia mengharap adanya segera solusi, betapa pun pahitnya solusi itu.
Bukan soal beragamakah kita atau tidak dalam menghadapi Covid-19. Melainkan, apakah yang agama perintahkan ketika umat dalam keadaan darurat.
Agama Islam mencela mengikuti sesuatu tanpa ilmu (pengetahuan). "Setiap penyakit ada obatnya", ..."Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit melainkan Allah menurunkan juga obatnya", begitu sabda Nabi Muhammad. Kalau belum ada obatnya, itu artinya belum ditemukan.
Diketahui, obat Covid-19 belum ditemukan. Namun, vaksinnya sudah ditemukan. Cuma agak lucu, ketika vaksin ditemukan, ulama masih sibuk menyusun "fatwa vaksin". Bukankah gugurnya hukum haram bisa diterapkan dalam kondisi darurat.
Sekiranya vaksin itu mengandung unsur yang diharamkan, apakah ulama akan mengharamkan vaksin, dan itu berarti membiarkan umat manusia lebih lama dalam kondisi darurat pandemi?
Karena darurat, vaksin itu halal, meski tanpa fatwa. Menolak vaksinasi sama dengan membiarkan penularan tidak terkendali.