Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

FPI

Jadi Partai? Pengamat Universitas Muhammadiyah: AD/ART FPI Khilafah, Ideologi Partai Pancasila

Organisasi Masyarakat (Ormas) Front Pembela Islam (FPI) disarankan membuat partai, partai FPI. Pengamat politik anggap harus ikut ideologi Pancasila.

Editor: Muh Hasim Arfah
tribunnews
Seragam kader FPI 

TRIBUN-TIMUR.COM- Organisasi Masyarakat (Ormas) Front Pembela Islam (FPI) disarankan membuat partai, partai FPI.

Saran ini tak hanya dari dari berbagai pengusaha dan influencer tapi juga dari kader partai penguasa negeri ini.

Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin menilai, Front Pembela Islam (FPI) yang kini telah berganti menjadi Front Persatuan Islam besutan Muhammad Rizieq Shihab lebih baik terjun dalam politik praktis.

Selama ini publik banyak menilai, FPI dipandang hanya membuat gaduh dengan turun ke jalan.

"Sejak reformasi Indonesia telah menjadi negara demokrasi. Tahun 2019, demokrasi di Indonesia menempati peringkat ke-4 di kawasan Asia Tenggara dan 67 di dunia dalam daftar indeks demokrasi global yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit (EIU). Dengan sistem demokrasi ini sangat mungkin bila FPI mendirikan partai politik," kata Hasanuddin kepada wartawan Tribunnews, Minggu (3/1/2021).

Politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini menjelaskan, demokrasi pada hakikatnya meliputi tiga substansi penting yakni pemerintahan yang sah dan diakui oleh rakyat, pemerintahan yang menjalankan kekuasaan atas nama rakyat, dan kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah tersebut dijalankan untuk kepentingan rakyat.

Hasanuddin menambahkan, konstitusi Indonesia menjamin hak-hak Demokrasi.

Dalam UUD NRI 1945 Pasal 28E menegaskan bahwa tiap-tiap warga negara Indonesia dijamin haknya atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

"Salah satu wujud demokrasi adalah dengan adanya pemilihan umum," ucapnya.

Selain TB Hasanuddin, pengamat politik Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Priyanto mengatakan, secara administratif, syarat mendirikan partai politik tidak sulit.

Tapi syarat menjadi partai politik peserta Pemilu juga tidak mudah.

Dan kalau merujuk UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, di mana syarat partai politik untuk menjadi peserta Pemilu antara lain ; kepengurusan partai yang harus 100 persen di seluruh provinsi dan 75 persen Kab/kota.

“Sungguh syarat tidak mudah bagi kelompok masyarakat yang mengusung ideologi FPI. Terutama di beberapa daerah yang aktivitas FPI mengalami resistensi,” kata Andi Luhur Priyanto ke Tribun Timur, Senin (11/1/2021).  

Meskipun sebenarnya, lanjut Andi Luhur Priyanto, ada kewajiban negara untuk memberikan perlindungan hak politik warga negara.

“Tetapi dengan status sebagai organisasi terlarang tanpa putusan pengadilan, upaya bertransformasi menjadi partai politik, justru berpotensi menyulut konflik identitas. Sebagaimana resistensi yang dihadapi ormas FPI di beberapa daerah sebelumnya,” kata Andi Luhur Priyanto.

Secara hukum, pelarangan aktivitas dan penggunaan simbol-simbol FPI pun tidak membatasi hak-hak politik mantan anggota FPI.

“Pertanyaannya adalah kalau serius ingin menjadi partai politik, apakah FPI mau melakukan penyesuaian ideologi ? yang berarti meninggalkan ide khilafah sebagaimana di AD/ART FPI sebelumnya. Meskipun gagasan-gagasan NKRI bersyariah yang sering dipropagandakan elite FPI, bukan ahistoris kalau merujuk pada sejarah Piagam Jakarta,” kata Andi Luhur Priyanto.

Menurutnya, ideologi khilafah bertentangan dengan Pancasila dan NKRI.

Kewajiban Partai Politik Berideologi Pancasila telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik, dan Kelompok Kerja (Golongan Karya). 

Undang-undang tersebut mewajibkan partai politik untuk menggunakan asas Pancasila sebagai asas tunggal dan hingga saat ini dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik masih berlaku. 

“Sehingga tidak mungkin menjadi partai politik yang berbadan hukum kalau masih mengusung ideologi sama,” kata Andi Luhur Priyanto.

Sebenarnya kalaupun, lanjut alumnus Universitas Hasanuddin ini, bisa bertransformasi menjadi partai politik, kekuatan FPI bisa menjadi kanal kepentingan kelompok Islam politik.

“Hanya saja captive market untuk pemilih Islam politik juga semakin menyempit. Itu pun masih harus berkompetisi dengan partai-partai Islam dan partai nasionalis lainnya,” katanya

“Faktor lain soal adalah apakah mau konsisten dengan propaganda dan sentimen politik identitas ? Kehadiran partai politik pengusung cita-cita FPI tanpa persiapan, gagasan dan pengorganisasian baik, hanya akan memudahkan penaklukannya politik.”(*)

Baca juga: Tak hanya Bossman Mardigu, Kader Partai Penguasa Indonesia Sarankan FPI Buat Partai Pasca Dilarang

Baca juga: FPI Jadi Partai? Akademisi Bugis-Makassar Ingatkan Islam Yes Partai Islam No: Eppa Sulapa Lebih Pas!

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved