Klakson
Kesalehan
KESALEHAN seorang muslim dan muslimah tak diukur seberapa sering ia ke masjid beribadah. Sebab, seorang pencuri pun seringkali ke masjid, setidaknya
Taat total dan kesungguhan yang total, sungguhlah bukan perkara ringan.
Kita memang penting mengapresiasi bermunculannya sekolah-sekolah dengan label “Islam plus”, “berbasis Islam”, “anak saleh”, maraknya lomba anak saleh dan sejenisnya.
Namun kita pun prihatin, sebab di luar sana kesalehan (perilaku) tertimbun oleh keburukan akhlaq dalam merawat silaturahmi dan menjaga amanah.
Di sinilah seringkali kita terpeleset.
Semaunya saja kita dengki, atau dendam pada sesama.
Padahal, dengki dan dendam sungguh membawa bala pada diri sendiri--setidaknya penyakit fisik.
Maka tak heran kian hari inovasi medik terus bertumbuh dengan segala macam ragamnya.
Tetapi penyakit pun tak pernah redup-redup.
Di sini, kesalehan mengalami dekadensi.
Itulah karenanya, sepantasnya kita beragama tak boleh merawat kedengkian dan dendam.
Dan sejatinya kita beragama tanpa merendahkan peribadatan manusia lainnya.
Bisa jadi seorang pengemis jauh lebih bersungguh-sungguh beribadah dibanding seorang guru agama.
Bisa jadi seorang mantan narapidana jauh lebih taat beribadah lima waktu dibanding seorang sarjana lulusan IAIN.
Bisa jadi seorang mantan pencuri pertaubatannya jauh lebih total dibanding seorang da'i.
Sebuah kisah membuatku tertegun dari seorang rekan.