Kolom Teropong Abdul Gafar
Kolom Teropong Abdul Gafar: Bubar!
Suara desingan peluru yang menyalak dari moncong senjata merobek-robek udara milik Allah SWT.
Katakan misalnya laras panjang jenis Thomson, Tommy Gun, SKS dan AK 47. Senjata genggam mulai Baretta, FN hingga kelompok colt berbagai kaliber.
Saat itu, Ayah penulis dibebani amanah menyalurkan senjata untuk kesatuannya.
Hampir setiap pekan kami ke luar kota menguji keampuhan senjata-senjata tersebut sebelum diserahkan ke kesatuan.
Di zaman itu, saat penulis menginjak usia sekolah di SMP sudah biasa berbekal senjata genggam ke sekolah.
Kalau sekarang orang biasa membunyikan petasan pada saat-saat tertentu, bagi kami letusan itu berasal dari moncong senjata.
Senjata dan peluru asli, bukan rakitan. Tentara saat itu, memang perkasa. Kami pun anak-anaknya merasa berbangga memiliki Ayah seorang tentara.
Hidup dalam kesederhanaan namun tetap memiliki harga diri yang tinggi sebagai pembela NKRI.
Mereka menyadari diri berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Jangan menyakiti rakyat, karena rakyat itu merupakan ‘ibu kandung’ Tentara.
Tidak menjadi anak durhaka karena menyakiti rakyat.
Kemarin, hari ini, bahkan esok kata bubar, membubarkan ataupun dibubarkan menarik perhatian kita untuk diperbincangkan.
Dalam setiap aksi yang melibatkan banyak orang untuk menyampaikan aspirasi tidak jarang terjadi benturan yang berakhir dengan pembubaran secara paksa.
Akibat berlanjut, biasanya diikuti perlakuan yang keras hingga kasar dari setiap komponen yang terlibat aksi.
Luka, lebam, hingga percikan darah sudah bukan hal luar biasa lagi. Bahkan tidak menutup kemungkinan ada nyawa yang ‘terpaksa’ atau ‘dipaksa’ melayang akibat terjangan peluru nyasar atau disengaja.
Alkisah di suatu negeri yang terkenal masyarakatnya hidup dalam suasana akrab dan demokratis terlihat ada yang mulai resah atau gembira akibat adanya kata ‘bubar’.