Catatan Akhir Tahun 2020 LBH Makassar
Kekerasan Terhadap Perempuan Dominasi Kasus Berdasarkan Isu HAM
Di tengah pandemi Covid-19 kasus-kasus kekerasan terhadap kelompok rentan meningkat dan muncul ke permukaan.
Penulis: Alfian | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Disituasi normal, kekerasan terhadap kelompok rentan telah menjadi persoalan yang tidak kunjung mampu ditanggulangi negara.
Di tengah pandemi Covid-19 kasus-kasus kekerasan terhadap kelompok rentan meningkat dan muncul ke permukaan.
Sejak awal pandemi berbagai laporan menyoroti peningkatan angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ataupun kekerasan oleh pasangan, demikian pula kekerasan seksual termasuk yang dilakukan secara daring.
Fenomena ini kian menuntut pemenuhan tanggung jawab negara dalam perlindungan hak kelompok rentan.
Sepanjang 2020 LBH Makassar menerima 49 pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan, anak, dan disabilitas.
Meski keseluruhan jumlah pengaduan kasus ke LBH Makassar menurun dari tahun
sebelumnya, khususnya dengan perubahan mekanisme penerimaan aduan pada masa karantina.
Pengaduan kekerasan terhadap perempuan anak dan disabilitas justru meningkat 53% dari tahun 2019.
"Dari 49 kasus yang masuk, pengaduan meliputi kekerasan fisik terhadap anak yakni 8%, kekerasan seksual 45%, serta KDRT yakni 47%. Berdasarkan jenisnya kekerasan yang diarahkan kepada korban sifatnya berbasis gender," terang Direktur LBH Makassar, Muhammad Haedir, Selasa (29/12/2020).
Penyebab Kekerasan
Kekerasan berbasis gender mengakar dari konstruksi gender yang tumbuh dan berkembang
di masyarakat memberikan pembedaan antara laki-laki dan perempuan tentang kualitas,
sifat, peran, dan stereotip atas masing-masing.
Hal ini menempatkan perempuan sebagai kelompok yang lebih rendah, terpinggir, memperoleh peran ganda, rentan dilabel negatif dan mengalami kekerasan, termasuk KDRT dan kekerasan seksual.
Hal ini berdampak pada kurangnya atau terhapusnya penikmatan atas hak asasi manusia dan kebebasan pokok oleh perempuan.
Yang termasuk hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa atau menerima hukuman yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan, hak atas perlindungan yang sama menurut norma-norma kemanusiaan di saat konflik bersenjata internasional atau internal.
"Serta hak atas kebebasan dan keamanan pribadi, dan hak atas perlindungan yang sama di bawah hukum," kata Haedir.