Rizieq Shihab
Jenderal Polisi Alumni IMMIM Makassar Jelaskan Pemimpin FPI HRS Tersangka Lagi di Polda Jawa Barat
Jenderal polisi alumnus Pondok Pesantren IMMIM Putra Makassar, Brigjen Andi Rian Djajadi jelaskan status HRS tersangka lagi di Polda Jabar
Jenderal polisi alumnus Pondok Pesantren IMMIM Putra Makassar, Brigjen Andi Rian Djajadi jelaskan status HRS tersangka lagi di Polda Jabar, sebelumnya Habib Rizieq Shihab tersangka dari Polda Metro Jaya
TRIBUN-TIMUR.COM - Belum selesai kasus Kerumunan Petamburan, Pemimpin FPI Habib Rizieq Shihab kembali menyandang status tersangka dari Polda Jawa Barat.
Sebelumnya Rizieq Shihab ditahan kasus Kerumunan Petamburan dari Polda Metro Jaya
Dua kasus HRS ini sekarang diambilalih Mabes Polri.
Kepolisian telah menetapkan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab sebagai tersangka dalam peristiwa kerumunan di Megamendung, Bogor.
Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Andi Rian mengatakan soal jadwal Rizieq diperiksa.
"Belum dijadwakan (pemeriksaan Habib Rizieq" kata jenderal bintang satu alumnus Ponpes IMMIM Makassar ini saat dihubungi tribunnews.com, Kamis (24/12/2020).
Andi menjelaskan, Rizieq Shihab ditetapkan tersangka pada Kamis (17/12/2020) lalu oleh Polda Jabar dengan sangkaan pasal berikut.
"Pasal 14 ayat (1) dan (2) UU No 4 / 1984 tentang Wabah Penyakit jo Pasal 93 UU No. 6 / 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 216 KUHP," kata Andi.
Dalam kasus di Petamburan, polisi menyangkakan Rizieq Shihab Pasal 160 dan Pasal 216 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun.
Diketahui, saat ini Rizieq Shihab masih ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.
Kasusnya sendiri yang semula ditangani Polda Metro Jaya dan Polda Jabar, telah dilimpahkan ke Bareskrim Mabes Polri.
Masalah Baru, Diusir BUMN di Megamendung
Belum tuntas pengusutan insiden kasus kerumunan di Petamburan, pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab kembali mendapat masalah baru.
Kali ini terkait lahan Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pesantren milik Rizieq itu ternyata didirikan di atas lahan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.
PT Perkebunan Nusantara VIII merupakan BUMN yang bergerak pada sektor perkebunan dengan kegiatan usaha meliputi pembudidayaan tanaman, pengolahan, dan penjualan komoditas perkebunan seperti teh, karet dan sawit sebagai komoditas utamanya, serta kakao dan kina sebagai komoditas pendukungnya.
Kini, pemilik lahan meminta kembali lahannya itu.
BUMN yang yang bergerak di bidang perkebunan teh, karet, kina, kakao, kelapa sawit, dan getah perca itu mengeluarkan somasi meminta agar pesantren milik Rizieq segera dikosongkan.
Perintah pengosongan lahan yang sudah dibangun pesantren itu dilayangkan lewat surat berkop PTPN VIII dengan nomor SB/11/6131/XII/2020 tertanggal 18 Desember 2020. Surat somasi tersebut merupakan yang pertama dan terakhir.
Dalam surat itu dijelaskan bahwa lahan yang dibangun pesantren oleh Yayasan Pesantren Agrokultural Megamendung merupakan aset milik PT Perkebunan Nusantara VIII berdasarkan sertifikat HGU Nomor 299 tanggal 4 Juli 2008.
"Tindakan saudara tersebut merupakan tindak pidana penggelapan hak atas barang tak bergerak, larangan pemakaian tanpa izin yang berhak atau kuasanya dan atau pemindahan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 385 KUHP, Perpu Nomor 51 Tahun 1960 dan pasal 480 KUHP," tulis isi surat tersebut.
Lewat surat itu, PTPN VIII memperingatkan pengurus pesantren untuk menyerahkan lahan tersebut kepada pihak PTPN VIII paling lambat 7 hari kerja sejak diterima surat tersebut.
"Saudara tidak menindaklanjuti maka kami akan melaporkan ke Kepolisian cq. Polda Jawa Barat," tulis bunyi surat tersebut.
Wakil Sekretaris Umum FPI Aziz Yanuar mengakui bila pihaknya sudah mendapatkan surat somasi tersebut pada Selasa (22/12) kemarin. "Benar, dapatnya kemarin," kata Aziz.
Rizieq sendiri telah menjelaskan terkait status sertifikat tanah tempat berdirinya Pondok Pesantren Markaz Syariah FPI tersebut pada 13 November lalu. Rizieq mengakui bila sertifikat HGU-nya atas nama PT. PN VIII.
Namun, Rizieq berdalih dalam Undang-undang Agraria tahun 1960 disebutkan jika satu lahan kosong dan telah digarap oleh masyarakat lebih dari 20 tahun, masyarakat berhak untuk membuat sertifikat tanah yang digarap.
"Dan masyarakat Megamendung itu sendiri sudah 30 tahun lebih menggarap lahan tersebut," kata Rizieq.
Dalam Undang-undang Agraria, kata Rizieq, sertifikat HGU tidak bisa diperpanjang atau akan dibatalkan jika lahan itu ditelantarkan oleh pemilik HGU atau pemilik HGU tidak menguasai secara fisik lahan tersebut.
Ia menilai PT PN VIII selama 30 tahun lebih sudah menelantarkan lahan tersebut.
"Maka dari itu seharusnya HGU tersebut batal. Jika sudah batal maka HGU-nya menjadi milik masyarakat," ujar Rizieq.
Lebih lanjut, Rizieq menyatakan awalnya Pengurus Yayasan yang mendirikan Pesantren Agrokultural itu membayar sejumlah uang kepada petani penggarap lahan tersebut.
Ia mengklaim Yayasan Pesantren Agrokultural sudah memiliki surat-surat atas tanah tersebut.
"Jadi bukan merampas. Dan para petani tersebut datang membawa surat yang sudah ditanda-tangani oleh lurah dan RT setempat. Itulah yang dinamakan membeli tanah Over-Garap," kata Rizieq.
Rizieq mengatakan pengurus Yayasan Pesantren siap melepas lahan tersebut bila dibutuhkan oleh negara.
Namun, ia meminta adanya ganti rugi uang keluarga dan umat yang sudah dikeluarkan untuk beli over-garap tanah dan biaya pembangunan yang telah dikeluarkan.
"Agar biaya ganti rugi tersebut bisa digunakan untuk membangun kembali pesantren Markaz Syariah di tempat lain," kata Rizieq.
Pihak PTPN VIII sendiri hingga berita ini ditulis belum memberikan keterangan terkait surat somasi yang terhadap pesantren milik Habib Rizieq tersebut.(tribun network/den/dod)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Polisi Belum Jadwalkan Periksa Rizieq Shihab Setelah Ditetapkan Tersangka untuk Kasus Megamendung,