Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribuners Memilih

Pilkada Bulukumba Masuk 10 Daerah se-Indonesia Rawan Politik Uang

Pilkada Bulukumba masuk dalam 10 besar daerah rawan tinggi dalam aspek praktik politik uang.

Penulis: Ari Maryadi | Editor: Sudirman
KPU Bulukumba
Penerapan protokol kesehatan dalam Pilkada Bulukumba 2020. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Pilkada Bulukumba masuk dalam 10 besar daerah rawan tinggi dalam aspek praktik politik uang.

Hal itu berdasarkan data Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) pilkada serentak 2020 yang diliris Bawaslu RI, Minggu (6/12/2020) hari ini.

Dalam isu politik uang, Bawaslu RI mengumumkan ada 28 kabupaten/kota terindikasi rawan tinggi dari total 270 daerah yang menggelar pilkada serentak 2020.

Kabupaten Bulukumba berada di posisi kesepuluh. Nilainya mencapai 83,9.

Kemudian ada 238 kabupaten/kota terindikasi rawan sedang.

Lebih rinci, 10 kabupaten/kota dengan kerawanan tertinggi pada isu politik uang adalah Kabupaten Tasikmalaya (100); Kabupaten Boyolali (100); Kabupaten Kediri (100); Kabupaten Melawi (100).

Kemudian Kabupaten Kutai Barat (100); Kota Balikpapan (100); Kabupaten Teluk Wondama (100); Kabupaten Pasangkayu (86,8); Kabupaten Jember (85,5); Kabupaten Lingga (83,9); dan Kabupaten Bulukumba (83,9).

Hingga berita ini diterbitkan, Tribun Timur masih mencoba mengonfirmasi Bawaslu Provinsi Sulsel maupun Bawaslu Kabupaten Bulukumba.

Diketahui, menjelang pemungutan suara Pilkada 2020, Bawaslu kembali memutakhirkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020.

Hasilnya, secara menyeluruh, kerawanan pilkada meningkat.

Selain aspek pandemi, Bawaslu juga menyoroti indikator jaringan internet yang disediakan pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara.

Bawaslu mendapati kerawanan pilkada di 270 daerah yang menyelenggarakan pemilihan berada pada titik rawan tinggi dan rawan sedang.

Tidak satu pun daerah berada pada kondisi rawan rendah.

Berdasarkan hasil analisis Bawaslu, peningkatan jumlah daerah dengan kerawanan tinggi disebabkan beberapa faktor.

Diantara penyebabnya adalah kondisi pandemi Covid-19 yang tidak melandai, proses pemutakhiran daftar pemilih yang belum komprehensif.

Peningkatan penyalahgunaan bantuan sosial, serta penggunaan teknologi infromasi yang meningkat tanpa disertai penyediaan perangkat dan peningkatan sumber daya penyelenggara pemilihan. 

Laporan Kontributor TribunTimur.com @bungari95

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved