Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pilwali Makassar

Calon Lain Saling Menjatuhkan, Irman Yasin Limpo Jadi Penengah di Debat Calon Wali Kota Makassar

Debat publik tahap II Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Makassar yang disiarkan secara langsung oleh salah satu stasiun televisi nasional, Selasa

Editor: Edi Sumardi
DOK INEWS TV
Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota nomor urut 4, Irman Yasin Limpo - Andi Zunnun Armin Nurdin Halid tampil saat debat publik kedua bagi calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar, di Jakarta, Selasa, 24 November 2020, malam. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Debat publik tahap II Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Makassar yang disiarkan secara langsung oleh salah satu stasiun televisi nasional, Selasa, 24 November 2020, menampilkan tarung gagasan dari empat pasangan calon.

Keempatnya, yakni Mohammad Ramdhan Pomanto - Fatmawati Rusdi, Munafri Arifuddin - Rahman Bando, Syamsu Rizal - Fadli Ananda, dan Irman Yasin Limpo - Andi Zunnun Armin Nurdin Halid.

Pada sesi pertama yang membahas reformasi birokrasi, publik dipertontonkan oleh tiga kandidat yang saling serang.

Saling mengungkit kesalahan saat menjabat di masa lalu, hingga program yang gagal dilakukan.

Munafri Arifuddin dan Rahman Bando, misalnya, mengungkit kekacauan birokrasi di masa pemerintahan Mohammad Ramdhan Pomanto yang saat itu berpasangan dengan Syamsu Rizal.

Sedangkan Syamsu Rizal yang kini menggandeng Fadli Ananda, membahas soal distribusi ASN berdasarkan perasaan pemimpin.

Begitupun dengan Mohammad Ramdhan Pomanto, menyerang Syamsu Rizal, dengan menyebut Makassar mengalami kemunduran di saat Syamsu Rizal menjabat sebagai pelaksana tugas wali kota, saat ia harus cuti karena bertarung di Pilwali sebelumnya.

Irman "None" Yasin Limpo, rupanya tak ingin ikut-ikutan menyerang kandidat lain.

Sebagai orang yang berpengalaman di birokrasi, ia memilih untuk menjelaskan seperti apa reformasi birokrasi sebenarnya.

Termasuk, pentingnya menerapkan proses digitalisasi dalam pemerintahan.

"Digital dan teknologi di pemerintahan saat ini, masih terkesan komputerisasi. Ke depan, harus lebih maju lagi dari sekedar komputerisasi," kata None dalam siaran persnya kepada Tribun-Timur.com.

Dalam proses reformasi birokrasi, lanjutnya, yang paling penting adalah sinergitas antar pengambil kebijakan.

Harus dipahami bahwa antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, sebenarnya tidak saling membawahi.

Masing-masing tetap dengan dengan fungsi dan kewenangan, namun harus saling bersinergi.

"Akselerasi kinerja yang kita harapkan untuk menutup ruang yang melemahkan birokrasi, ada tiga. Yakni kelembagaan, sistem, dan SDM aparatur," jelasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved