Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

KPK Ungkap Korupsi Terjadi di 27 Provinsi di Indonesia Sepanjang 2004-2020, 22 Gubernur Terlibat

Sepanjang 2004-2020 KPK telah mencatatkan korupsi di Indonesia telah terjadi di 27 provinsi.

Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Anita Kusuma Wardana
Kompas.com
KPK Ungkap Korupsi Terjadi di 27 Provinsi di Indonesia Sepanjang 2004-2020, 22 Gubernur Terlibat 

TRIBUNTIMURWIKI.COM- Kasus korupsi di Indonesia bukan sesuatu yang baru lagi.

Adanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi instansi yang dapat memantau hal tersebut.

Alhasil selama berdiri atau sepanjang 2004-2020 KPK telah mencatatkan korupsi di Indonesia telah terjadi di 27 provinsi.

Hal ini berarti dari 34 provinsi, masih ada tujuh provinsi yang bersih dari korupsi.

“Dari 34 provinsi, saat ini sudah 27 Gubernur itu yang kena korupsi. Itu baru Gubernur,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron,  dalam Anti-Corruption Summit 4 secara daring melalui kanal YouTube KPK, Rabu (18/11/2020) dilansir dari Tribunnews.com.

Nurul Gufhran
Nurul Gufhran (Kompas.com)

Data sebelumnya, KPK mencatat 22 Gubernur terjerat kasus korupsi sepanjang 2004-2018.

Adapun kasus korupsi terbanyak terjadi d Jawa Barat dengan 101 kasus, disusul Jawa Timur (85 kasus), Sumatera Utara (64), DKI Jakarta (61) Riau dan Kepualauan Riau (51).

Bahkan kata pimpinan KPK ini, ada daerah yang menciptakan hattrick, tiga kali berturut-turut kepala daerahnya yang terjerat kasus korupsi.

“Bukan hanya sepak bola yang hattrick, ada yang tertangkap KPK hattrick, artinya berturut-turut 3 kepala daerahnya tertangkap KPK,” jelasnya.

“Melihat ini berarti tujuan-tujuan yang diharapkan supaya jera, ternyata tidak menjerakan. Karena banyak kasus habis masuk KPK, kepala daerahnya turun ke anaknya, kemudian anaknya juga kena. Atau yang kedua, tiga kepala daerah seecara berturut-turut kena,” ucapya.

Mahasiswa Unner Laporkan Rektor, Dianggap Rusak Reputasi Kampus

Dilansir dari Kompas.com, Frans Josua Napitu mahasiswa di Universitas Negeri Semarang ( Unnes) melaporkan rektornya, Fathur Rokhman ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kasus korupsi.

Frans adalah mahasiswa Bidik Misi semester 9 Fakultas Hukum di kampus tersebut.

Frans mendatangi kantor KPK di Jakarta pada Jumat (13/11/2020) dengan membawa surat laporan.

Saat dihubungi Kompas.com, Frans mengatakan saat melakukan observasi, ia menemukan beberapa komponen terkait anggaran di kampusnya yang dinilai janggal.

Komponen anggaran yang janggal adalah keuangan yang bersumber dari mahasiswa maupun luar mahasiswa saat sebelum dan ketika pandemi Covid-19.

Ia mengatakan telah memberikan rincian termasuk lampiran dokumen serta data pendukung ke KPK agar bisa dikembangkan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

Selain itu ia menegaskan jika langkah yang ditempuhnya merupakan langkah yang sah secara hukum karena memiliki payung hukum.

"Laporan kasus akan diproses sesuai prosedur hukum yang ada. Kami menyerahkan sepenuhnya ke KPK RI," ucapnya sata dikonfirmasi, Jumat (13/11/2020).

Dia menegaskan bahwa tindak pidana korupsi merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan karena menimbulkan kerugian keuangan negara.

Terlebih korupsi yang dilakukan di situasi bencana pandemi Covid-19 dapat dikategorikan sebagai kejahatan berat.

"Dan ancaman hukumannya adalah hukuman mati sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 j.o Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ungkapnya.

Dibantah Rektor

Sementara itu Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK akan menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan verifikasi dan penelaahan terhadap laporan.

"KPK memastikan akan menindaklanjuti setiap laporan masyarakat dengan lebih dahulu melakukan verifikasi dan telaah terhadap laporan tersebut, apakah masuk ranah tindak pidana korupsi dan menjadi kewenangan KPK," kata Ali, Jumat (13/8/2020).

Ali menuturkan, apabila ada dua bukti permulaan yang cukup terkait dugaan korupsi tersebut, KPK akan memprosesnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Sementara itu Rektor Unnes Fathur Rokhman membantah tudingan atas kasus dugaan korupsi di kampusnya.

Ia mengatakan pihaknya telah mentaati azas sesuai aturan yang berlaku dalam proses penggunaan keuangan.

"Setiap tahun Unnes dimonev (monitoring dan evaluasi) oleh Inspektorat dan BPK, tentunya kami mengikuti arah dan kebijakan pemerintah untuk tata kelola yang sehat," jelasnya.

Bahkan, pihaknya mengklaim telah memperoleh predikat WTP atau Wajar Tanpa Pengecualian selama 10 kali berturut-turut.

Fathur juga mengatakan jika ia belum mendapatkan materi subastansi laporan yang disampaikan ke KPK.

"Kami belum mendapatkan materi substansi laporan sehingga belum bisa menentukan langkah," katanya.

Namun ia yakin jika KPK akan profesional mengangani aduan yang ada.

"Kami percaya KPK lembaga yang kredibel dan telah memiliki mekanisme terhadap laporan masyarakat," katanya.

Ia mengatakan selama pandemi, pihaknya lebih fokus pada kesehatan, bahagia dan produktifitas akademik secara virtual. "Oleh karena itu, pola pikir negatif dan hoaks kita abaikan. Terkait dengan “kreativitas” mahasiswa yang ingn belajar bekrespresi, kami minta Dekan untuk menindaklanjuti dialog dan pembinaan," ujarnya.

Setelah laporan tersebut, pihak kampus melayangkan surat keputusan pengembalian pembinaan moral karakter mahasiswanya Frans Josua Napitu ke orangtuanya.

Surat keputusan Dekan Fakultas Hukum Nomor 7677/UN37.1.8/HK/2020 itu dikirimkan melalui pos pada Senin (16/11/2020).

Dalam surat yang ditandatangani oleh Dekan Fakultas Hukum Unnes, Rodiyah, itu disebutkan bahwa segala hak dan kewajiban mahasiswa semester 9 Fakultas Hukum tersebut ditunda selama enam bulan dan akan ditinjau kembali.

Rodiyah menjelaskan ia dan tim pengembang karakter mahasiwa telah melakukan pembinaan akademi dan moral pada Frans sejak semester 1 hingga semester 8. B

Ia mengatakan perbuatan yang pernah dilakukan Frans dianggal telah melanggat etika mahasiswa dan merusak reputasi Unnes.

Selain itu Rodiyah mengatakan jika Frans sudah mendapatkan peringatan berkali-kali karena dugaan keterlibatannya terhadap Organisa Papua Merdeka. Namun peringatan tersebut, menurut Rodiyah, diabaikan oleg Frans.

 "Selain itu, kami juga telah menyampaikan informasi dan undangan kepada orangtua Frana namun tidak hadir. Menimbang dan memperhatikan fakta tersebut, berdasarkan Pasal 7 UU No 20 Tahun 2003 kami memutuskan mengembalian Frans kepada orangtuanya," katanya, Senin (16/11/2020).

Sementara itu pihak Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menyayangkan sikap Universitas Negeri Semarang ( Unnes) yang mengembalikan pembinaan mahasiswanya, Frans Josua Napitu ke orangtua.

Ghufron mengingatkan bahwa masyarakat berhak melapor jika mengetahui adanya tindak pidana dan hal tersebut dilindungi oleh hukum.

Menurutnya, sesuai Pasal 41 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Bahkan, negara telah menyiapkan peghargaan atas pelaksanaan peran serta masyarakat tersebut dengan landasan hukum Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Oleh karena itu jika ada pihak PNS yang memberikan sanksi atas pelaksanaan hak dan kewajibannya dalam berperan serta dalam pemberantasan korupsi hal tersebut sangat disayangkan," ujar Ghufron. 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pimpinan KPK: Korupsi Terjadi di 27 Provinsi dari 34 Provinsi di Indonesia Sepanjang 2004-2020

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved