OPINI
Arah Perekonomian Makassar dalam Pusaran Pilwali 2020
OPINI: Arah Perekonomian Makassar dalam Pusaran Pilwali 2020 oleh Marsuki (Guru Besar FEB Unhas dan RCE BNI WMK)
Penulis: CitizenReporter | Editor: Suryana Anas
OPINI: Arah Perekonomian Makassar dalam Pusaran Pilwali2020 oleh Marsuki (Guru Besar FEB Unhas dan RCE BNI WMK)
Tidak terasa perhelatan Pilkada, khususnya Pilwakot Makassar sudah di depan mata, 9 desember 2020.
Suatu peristiwa bersejarah, karena pertama kalinya dilakukan pemilihan serentak calon pemimpin daerah dalam kondisi masih krisis kesehatan, Pandemi Covid-19.
Tentu dari para calon mau tidak mau sudah menyiapkan strategi, formula, dan program jitu yang tidak biasa jika ingin memenangkan pertandingan.
Salah satu issu sentral yang perlu jadi target yang ditawarkan calon adalah terkait perihal bagaimana arah kebijakan perekonomian Makassar kedepannya.
Makassar sudah dikenal sebagai satu wilayah di KTI yang mempunya posisi khusus dan stretegis di luar wilayah KBI.
Dikenal sebagai pusat petumbuhan dan kemajuan di KTI yang unggul dan semakin prospek kedepannya, khususnya bidang ekonomi, bisnis dan keuangan.
Dalam kaitan itu berarti Kota Makassar memerlukan pemimpin yang mempunyai kapabilitas yang tidak biasa dengan bermacam-macam kriteria dasar guna mengoptimalkan dan semakin meningkatkan peran potensi perekonomian unggulan Makassar dalam memajukan kesejahteraan masyarakatnya.
Salah satu syarat utama yang perlu dimiliki calon adalah perlunya pemimpin yang dipercaya (trusted) oleh para pemangku kepentingan terkait, mulai dari Pemerintah Pusat dan Provinsi, pengusaha, lembaga keuangan, dan terutama masyarakat kebanyakan, termasuk mitra-mitra negara luar yang strategis.
Alasannya, karena para pemangku kepentingan tersebutlah yang nantinya akan menjadi mitra aktif dari pemimpin Makassar untuk menggerakkan roda perekonomian dalam arti luas sehingga perekonomian Makassar dapat semakin berkembang, maju, dan berkeadilan.
Makassar pada tanggal 9 November lalu telah berumur 393 tahun telah menunjukkan tingkat kemajuan, kematangan yang sangat baik beserta segala kompleksitasnya.
Luas Kota Makassar 175,77 Km, terdiri dari 15 Kecamatan, dengan jumlah penduduk terbanyak atau 17 persen di Sulsel, kurang lebih 1,5 juta orang, diiringi bertumbuhnya jumlah berbagai jenis usaha, terutama UMKM. Secara makro aspek perekonomian khususnya, peran Makassar dari waktu ke waktu terus meningkat sharenya diukur dari rasio PDRB, baik dalam skala perekonomian nasional, wilayah KTI, pulau Sulawesi, apalagi skala daerah Provinsi Sulsel.
Pembentuk PDRB Makassar khususnya disumbangkan oleh enam sektor utama dati 17 sektor usaha.
Secara berurut, sektor Perdagangan besar dan eceran 21 persen, Industri pengolahan 18,5 persen, Konstruksi 18,2 persen, Informasi dan komunikasi 9,3 persen, Jasa Pendidikan 9,1 persen, dan Jasa keuangan 6,5 persen.
Artinya, tumpuan perkonomian Makassar terletak pada sektor tersier dan sekunder.
Salah satu hal utama yang perlu dibenahi pemimpin baru Makassar adalah perlu tersedianya informasi PDRB per Kecamatan yang selama ini belum pernah dirilis.
Hal ini penting diketahui oleh para pemangku usaha khususnya dan terutama bagi pengambil kebijakan guna menyusun rencana pembangunan ekonomi Makassar yang lebih optimal dan tepat.
Secara umum ada beberapa fakta menarik dari perkembangan data-data makro ekonomi Makassar dalam beberapa tahun terakhir, periode 2016-2019.
Rupanya ada hubungan indikator ekonomi yang anomali atau tidak biasanya, seperti hubungan antara variabel pertumbuhan ekonom dengan gini ratio sebagai indikator ketimpangan pendapatan.
Ternyata ditemukan hubungan data terbalik dari anggapan pada umumnya, yang menunjukkan bahwa setiap terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi rupanya gini ratio menurun, berarti ketimpangan pendapatan membaik. Demikian juga terkait dengan hubungan antara inflasi, pengangguran, dan IPM.
Ternyata dalam periode yang sama, ditemukan hubungan tidak sesuai anggapan biasanya, yakni bahwa inflasi dan pengangguran jalan seiring dengan trend menurun serta IPM yang terus meningkat.
Artinya teori Phillips tidak terbukti di Makassar yaitu jika inflasi turun, ternyata dampaknya terhadap pengangguran tidak meningkat.
Kemudian, dari kajian mikro yang pernah dilakukan penulis tentang pemetaan potensi dan prospek perekonomian dalam arti luas di Makassar khususnya mengenai konsentrasi usaha dan aspek-aspek perbankan dikaitkan dengan rasio jumlah penduduk di masing-masing kecamatan dapat di jelaskan beberapa informasi menarik yang dapat dijadikan dasar informasi penting bagi para pihak di Makassar.
Misalnya, hubungan antara share jumlah usaha dengan share luas wilayah dan share jumlah penduduk, ditemukan beberapa informasi menarik.
Ditemukan tidak secara langsung ada hubungan bahwa luas wilayah dan banyaknya penduduk akan terdapat jumlah usaha yang banyak pula.
Contoh di Kecamatan Biringkanaya yang merupakan wilayah terluas, 28 persen, tapi share penduduknya hanya 2,33 persen dan share jumlah usaha hanya 1,86 persen.
Sebaliknya, ada beberapa kecamatan, Panakkukang dan Rappocini misalnya, luas wilayahnya masing-masing hanya 9,72 dan 5,26 persen dengan jumlah penduduk masing-masing 3,74 dan 7,74 persen, tapi jumlah usaha tertinggi, mencapai masing-masing 22,88 dan 21,27 persen.
Demikian juga terkait dengan hubungan antara aspek perbanka dengan jumlah usaha dan jumlah penduduk.
Misalnya di Kecamatan Ujung Pandang dan Wajo, di wilayah tersebut aspek perbankan jauh lebih besar rasionya dibanding jumlah penduduk dan jumlah usaha.
Share aspek perbankan tertinggi, di Kecamatan Ujung Pandang 13,38 dan Wajo 13,69 persen tapi jumlah penduduk dan usaha hanya masing-masing 4,69 dan 4,36 serta 6,72 dan 2,4 persen.
Gambaran uraian diatas mengindikasikan bahwa pemimpin Makassar kedepan perlu mengetahui secara rinci dan tepat dalam kaitan dengan rencana pembangunan ekonomi yang akan diterapkan sebaiknay didasarkan pada pemetaan faktual mengenai kondisi, potensi dan prospek perekonomian wilayah masing-masing kecamatan.
Alasannya, karena perkembangan dan kemajuan Makassar sebagai kota unggulan yang dapat menjadi barometer sebagai kota moderen, metropolitan, dan kota sejahtera bagi penduduknya di KTI khususnya, sangat ditentukan di antaranya melalui kebijakan optimalisasi potensi pembangunan wilayah perekonomian masing-masing kecamatan secara proporsional sesuai potensi penduduk, potensi usaha dan keuangannya, serta potensi jaringan kerjasama antar kecamatan dan dengan wilayah lainnya.
Semoga aspek perekonomian dalam arti luas dapat menjadi salah satu primadona perbaikan arah kebijakan pembangunan ekonom yang lebih baik kedepannya dari pemimpin Makassar yang baru. (*)