5 Hal Membuat Pilpres Amerika Terasa Pilkada Indonesia, Sikap Donald Trump Semakin Tak Layak Ditiru
Sikap Trump yang konfliktual, menjadi bola salju bagi pendukungnya. Bukan mengontrol dan mengerem, malah "lempar batu sembunyi tangan".
Berhadapan dengan realitas potensi dukungan suara yang memojokkan dari pesaingnya, Joe Biden dari Partai Demokrat. Mirip kekisruhan serupa yg terjadi di tengah proses politik Pilkada, dimana salah satu yang berpotensi kalah tidak menerima kemenangan pesaingnya.
Sikap Donald Trump yang konfliktual, menjadi bola salju bagi massa pendukungnya. Bukan mengontrol dan mengerem konstituennya, malah menjadi pemicu, jika bukan malah "lempar batu sembunyi tangan".
Apalagi dengan retorika protes atas hasil penghitungan suara, di balik emosi dan fanatisme massa. Dampaknya, krusial potensial destruktif - massa turun ke jalan, mendemo hasil pemilu. Bahkan situasi bisa makin runyam dan diwarnai ketidakpastian, kalau kandidat seperti Trump jika benar berlanjut mirip banyak kasus Pilkada, hasil suara digugat keabsahannya ke MA.
Kembali ke inti masalah Pilpres Amerika, kini sedang menghadapi ujian jari telunjuk mengarah ke muka sendiri. Demokrasi yang dipraktekkan di sana, secara teori dan praksis memang bukan model buat bangsa ini.
Lebih ironis, malah demokrasi di Indonesia lebih maju, sebab sistem pemilu Presiden Amerika bersifat tdk langsung, tapi yang menentukn akhirnya yang terpilih adalah lembaga electoral college. Jadi, bukan pemilu langsung seperti Pilpres dan Pilkada di Indonesia. Karena itu, seharusnya bukan contoh terbaik utk masyarakat politik kita.
Sebenarnya jika dibandingkan Pilpres Amerika yang selama ini terjadi, tidak seburuk itu. Tradisi yang terpuji, calon yang kalah menyampaikan orasi terbuka di hadapan massa pendukungnya, memberikan selamat kepada pesaingnya yang menang.
Tapi, berbeda kali ini. Tergantung juga pada perilaku kandidat yang utama, karena kestabilan pesta demokrasi yang sebenarnya menentukan adalah perilaku etis kandidat yg menjadi kontrol perilaku massa pendukungnya. Berakhir happy ending, itu harapan publik sesungguhnya untuk Pilpres Amerika kali ini.(*)
