Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

HUT 351 Sulsel

Begini Gambaran Isi Buku Bilang Taung, Kado Hari Jadi ke-351 Sulsel

Buku Bilang Taung karya Nor Sidin merupakan salah satu kado Hari Jadi ke-351 Sulawesi Selatan (Sulsel).

Penulis: Rudi Salam | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM/RUDI SALAM
Penulis Buku Bilang Taung, Nor Sidin (kiri) di acara Webinar Tribun Timur 'Peluncuran Kalender Sulsel dan Buku Bilang Taung', Sabtu (31/10/2020). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Buku Bilang Taung karya Nor Sidin merupakan salah satu kado Hari Jadi ke-351 Sulawesi Selatan (Sulsel).

Nor Sidin memaparkan gambaran umum isi buku yang ditulisnya itu di Webinar Tribun Timur yang bertajuk 'Peluncuran Kalender Sulsel dan Buku Bilang Taung', Sabtu (31/10/2020).

Acara tersebut disiarkan secara langsung melalui YouTube dan Facebook Tribun Timur.

Hadir sebagai narasumber, Muhlis Hadrawi (Akademisi Unhas), Nuraidar Agus MHum (Balai Bahasa Sulsel), M Sapri Pamulu (Pemerhati Budaya Sulsel) dan Nor Sidin atau Ambo Uphex (Penulis Buku Bilang Taung).

Acara tersebut dipandu oleh Andi Rachmat Munawar.

Dalam webinar itu dijelaskan Nor Sidin bahwa buku tersebut berisikan tulisan tentang sistem penanggalan masyarakat Sulsel.

Di dalam buku tersebut dirinya memberikan uraian tentang sistem perhitungan 12 bulan masyarakat Bugis Makassar sebelum masuknya Islam dan sebelum masuknya Bangsa Eropa yang merupakan sistem penanggalan masyarakat Sulsel pada masa itu.

"Di sini berdasarkan naskah lontara yang pertama kali adalah saya bukan menemukan di naskah lontara tetapi di beberapa catatan peneliti Eropa seperti Refels (1824), Mates (1872), Krafud juga, namun pada saat itu saya tidak menemukan naskah lontara," tuturnya.

Ketiga peneliti itu, kata dia, bisa menemukan 12 bulan sistem penanggalan Bugis pada saat itu tanpa adanya naskah lontara.

"Alhamdulillah di beberapa tahun belakangan ini, saya menemukan salah satu naskah yang menuliskan 12 bulan dalam sistem kalender Bugis Makassar yang tersimpan di salah satu Mesium di Jerman," katanya.

Di situ, lanjut dia dituliskan 12 bulan sistem penanggalan Bugis Makassar yaitu salah satu bulan pertamanya adalah sarawanae, kemudian padaranae, mangisirai, hingga pociai danagai.

"Alhamdulillah saya mencoba untuk menulis dan rampung, didukung oleh 3 tomatoa malebbita yang hadir juga di Webinar ini," ujarnya.

"Naskah selain untuk penguatan apakah naskah penanggulangan ini masih digunakan setelah Islam masuk dan Bangsa Eropa masuk ternyata masih digunakan," sambungnya.

Salah satu naskah penguatan dalam buku ini kata dia adalah naskah sure' bilang yang ditulis oleh Puang Ta Latenri Tappu Arungpone.

Penulis, dalam naskah sure' bilang itu melakukan persamaan di dalam naskah tersebut dengan menggabungkan 3 jenis penanggulangan yaitu penanggalan Bugis Makassar, kemudian penanggalan Islam dan penanggulangan Masehi di dalam satu lembar.

"Di situlah tahun 1775 itu saya menggunakan penguatan naskah bahwa setelah masuknya Islam dan Bangsa Eropa sistem penanggalan ini masih digunakan hingga saat itu. Hanya saja sampai kapan hingga saat ini tidak digunakan lagi," tuturnya.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved