Cerita di Balik saat Gunung Merapi Meletus Dahsyat 2020, Ada Kisah 7 Petugas yang Naik ke Puncak
10 tahun yang lalu, tepatnya 26 Oktober 2010, Gunung Merapi di Yogyakarta meletus eksplosif.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Anita Kusuma Wardana
“Akhirnya saya bentuk tim untuk melakukan pengamatan langsung dan sampling gas vulkanik di puncak Gunung Merapi yang sedang bergolak. Tugas ini bersifat rahasia,” imbuhnya.
Menurut Subandriyo, hasil sampling gas oleh petugas yang dikirim pada 19 Oktober 2010 secara pasti memberi dasar kuat baginya untuk membuat rekomendasi, Merapi akan meletus seperti apa.
Merasakan getaran
Akhirnya, secara beriringan enam petugas Merapi dan seorang porter di kegelapan dini hari 19 Oktober 2010, meninggalkan New Selo, pintu utama pendakian jalur utara.
Menyisir jalan setapak, jalur para petani dan pencari rumput, mereka melangkah teratur melewati berbagai pos hingga menapaki puncak pagi harinya.
Tidak ada komunikasi terbuka sepanjang perjalanan ke puncak.
“Kita dilarang break-breakan,” kenang Triyono.
“Nanti bisa bocor misinya,” imbuhnya.
Di puncak, pagi hingga siang saat semua petugas menyelesaikan tugas masing-masing merasakan hal sama.
Puncak gunung kerap bergetar. Bahkan ada yang merasakan terguncang-guncang. Suhu permukaan kawah cenderung hangat.
Sementara suhu di bawah permukaan, di kedalaman 50 setimeter, terdeteksi alat pengukur sudah lebih dari 1.000 derajat Celcius.
Menjelang sore, semua petugas turun. Mereka membawa dokumentasi video, foto situasi puncak.
Juga sampel gas dan catatan hasil pengukuran suhu kawah. Sampel gas yang diambil Yulianto dan Alzwar Nurmanaji, malamnya langsung dibawa ke BPPTK Yogyakarta.
Paginya langsung dianalisis di laboratorium kimia.
Hasilnya dibawa ke rapat lengkap pimpinan BPPTK Yogyakarta yang dipimpin Subandriyo. Kadar gas CO2 dari sampel yang diuji, ada yang sudah lebih dari 60 persen.
“Dari dua sampel yang dianalisa, saya lihat gas CO2 di sampel satu lebih dari 30 persen, sampel kedua lebih dari 60 persen,” beber Subandriyo.
Parameter penting lain menurutnya, kandungan HCL tinggi, mengindikasikan gas yang keluar gas magmatis. Kedua, H2O, kandungan air turun. SO2 naik. Itu indikasi kuat gasnya sangat tinggi,” imbuh Subandriyo.