Cerita di Balik saat Gunung Merapi Meletus Dahsyat 2020, Ada Kisah 7 Petugas yang Naik ke Puncak
10 tahun yang lalu, tepatnya 26 Oktober 2010, Gunung Merapi di Yogyakarta meletus eksplosif.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Anita Kusuma Wardana
“Sebagai petugas, kita hanya menjalankan perintah. Takut, itu lumrah,” jawab Ahmad Sopari.
Demikianlah pengakuan para petugas pengamatan Merapi mengenang peristiwa alam saat itu.
Hasil tugas mereka sangat menentukan keputusan yang diambil terkait aktivitas Merapi, terutama jenis letusan eksplosifnya akan seperti apa.
Satu-satunya di antara tujuh orang yang dikirim ke puncak, dan mengaku tidak terlampau takut adalah Suratno alias Pak Surat.
“Malah nggak terlalu memikirkan soal takut atau tidak. Seperti biasa, diminta bantu balai, saya jalankan,” kata Surat, warga Lencoh, Selo, Boyolali ini.
Saat itu Surat masih berstatus porter. Ia secara lepas kerap membantu petugas BPPTK Yogyakarta, saat melaksanakan pekerjaan di puncak Merapi.
Saat ini Surat sudah berstatus pegawai kontrak pengamat Merapi di Pos Selo, Boyolali. Ia dikontrak sebagai tenaga harian sejak 2015.
Secara berurutan, enam petugas lain bertugas di pos-pos berbeda. Alzwar Nurmaji bertugas di PGM Selo, Ahmad Sopari di PGM Jrakah, Yulianto bertugas di PGM Babadan.
Sedangkan Heru Suparwaka dan Triyoni di PGM Kaliurang.
Sementara Sapari Dwiyono satu-satunya petugas yang kini tidak lagi bertugas di Seksi Merapi. Ia yang teknisi instrumentasi sekarang bertugas di Seksi Metoda dan Teknologi Mitigasi BPPTKG Yogyakarta.
Gejala letusan Merapi pada waktu itu tidak seperti masa sebelumnya, yang memiliki ciri khas petunjuk awal seperti munculnya kubah lava baru, titik api diam, dan guguran material.
Ketidakhadiran gejala khas ini yang memaksa Kepala BPPTK Yogyakarta--waktu itu, Subandriyo, memutuskan mengirim tim tersebut ke puncak untuk memeriksa kondisi gunung secara langsung.
Misi dirahasiakan, berlangsung penuh risiko, mengingat aktivitas vulkanik Merapi sudah sangat tinggi. Sewaktu-waktu bisa meletus. Pada 18 Oktober 2010, para petugas menerima perintah langsung dari pimpinan Balai di Jalan Cendana 15 Yogyakarta itu.
Subandriyo, mantan Kepala BPPTK Yogyakarta (sekarang BPPTKG Yogyakarta), kepada Tribun mengakui, keputusan mengirim tim di saat genting itu keputusan sangat berat.
Risikonya sangat tinggi. Guna meminimalkan kegaduhan publik, tugas itu dilakukan sangat rahasia.
“Ini tantangan besar manajemen krisis. Hanya ada celah sempit, dengan risiko tinggi. Tetapi bila berhasil dilakukan, akan mengurangi risiko yang jauh lebih besar yaitu keselamatan masyarakat di lereng Merapi,” kata Subandriyo.