Omnibus Law
Chief Economist Bank CIMB Niaga: Keberhasilan Omnibus Law Ditentukan Aturan Perpresnya
Aturan pelaksanaan yang dibuat tergesa-gesa dan tidak cermat berpotensi menciptakan masalah baru, atau bahkan berpotensi mengulangi masalah.
Penulis: Muh. Hasim Arfah | Editor: Hasriyani Latif
Pertumbuhan antar kuartal (seasonally-adjusted) di kuartal IV 2019 telah mengalami kontraksi sebesar -0,21% qoq, sa. Kontraksi kedua, di kuartal I 2020 sebesar -1,55% qoq.
Sehingga, kontraksi ketiga di kuartal II 2020 (sebesar -4,20% qoq, sa) dapat dipandang sebagai konfirmasi bahwa Indonesia memang telah berada zona resesi sejak semester pertama tahun ini.
Rekalibrasi ulang terhadap model proyeksi ekonomi kami, dengan menggunakan data-rata tradisional dan non-tradisional diatas, menghasilkan proyeksi angka pertumbuhan ekonomi 3Q2020 di -3,3% yoy.
Ini artinya, perekonomian Indonesia sudah akan mengalami kontraksi (secara qoq, sa) selama empat kuartal berturut-turut sejak kuartal IV 2019.
"Proyeksi ekonomi di tahun 2020 dan 2021. Analisis yang kami lakukan terhadap serangkaian Leading Economic Indicators untuk Indonesia (salah satunya disediakan oleh CEIC) memperlihatkan bahwa lemahnya momentum ekonomi Indonesia mungkin akan berlanjut sampai kuartal I 2021," katanya.
Adrian memperkirakan kontraksi ekonomi akan berlanjut di 4Q2020, sebesar -2,3% yoy. Kemudian, pertumbuhan ekonomi di seluruh tahun 2020 dengan demikian akan mencapai -2,0% yoy.
Lalu, bila kontraksi struktural (dalam definisi qoq, sa) berlanjut sampai 1Q2021, maka Indonesia akan berada dalam zona resesi yang bahkan lebih panjang dibanding episode krisis moneter di tahun 1998.
Bergesernya garis trend-growth Indonesia sebagai akibat dari resesi yang berkepanjangan saat ini (dan saya beri label “extended U-shaped recovery”) akan membuat momentum pemulihan ekonomi di tahun 2021 menjadi terbatas (alias partial rebound). Sehingga saya memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021 hanya akan mencapai 3,8% yoy.
Omnibus Law Cipta Kerja
Menurut Adrian, UU ini adalah paket reformasi terbesar yang pernah diluncurkan dalam dua dekade terakhir atau sejak krisis moneter 1998.
Dengan dilakukannya simplifikasi terhadap proses (tata alur) perijinan bisnis dan investasi, pemangkasan aturan-aturan yang saling bertabrakan baik antar-kementerian maupun antar-tingkat pemerintahan (pusat-propinsi-kabupaten/kota), dan perubahan dalam keseimbangan tripartit di pasar tenaga kerja, maka sebenarnya terbuka ruang baru yang cukup luas bagi dilakukannya dinamisasi aktivitas ekonomi dalam jangka panjang.
"Dalam pandangan saya, ini adalah perkembangan paling positif yang terjadi di kuartal III 2020. Namun, sebagai praktisi saya harus mengingatkan bahwa elemen terpenting yang akan menentukan tingkat keberhasilan dari reformasi ini bukanlah pada UU tersebut," katanya.
Melainkan pada koherensi dan tertata baiknya keseluruhan aturan pelaksanaan (implementing regulations) dari UU ini mulai dari Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, sampai ke tingkat aturan terbawah (Surat Edaran dan Petunjuk Tekni /Pelaksanaan).
Aturan pelaksanaan yang dibuat tergesa-gesa dan tidak cermat berpotensi menciptakan masalah baru, atau bahkan berpotensi mengulangi masalah yang lama. (*)