Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribuners Memilih

Pilkada 2020, Riset Nagara Institute: Sulsel Tertinggi Usung Calon yang Terpapar Dinasti Politik

KPU telah menetapkan ratusan pasangan calon Kepala Daerah pada 23 September 2020 lalu yang akan berkompetisi dalam Pilkada serenta

Penulis: Alfian | Editor: Suryana Anas
Riset Nagara Institute
Riset Nagara Institute Sulsel Tertinggi Se-Indonesia Usung Calon di Pilkada 2020 yang Terpapar Dinasti Politik 

Namun dalam pilkada serentak pada tahun 2015, 2017 dan 2018 terjadi kenaikan drastis yakni 86 orang kandidat.

Pada Pilkada serentak Desember 2020 mendatang, jumlah kandidat calon pemimpin
daerah terpapar dinasti membengkak menjadi 124 orang kandidat.

Putusan MK tersebut secara nyata dan meyakinkan telah menjadi justifikasi terhadap kenaikan angka dinasti politik di Indonesia.

Selain sebaran yang merata, perkembangan dinasti politik memiliki pola/model yang sama dan terus dipertahankan dari tahun-tahun sebelumnya. Pertama, Presiden yang mengusung keluarganya.

Hal ini terlihat dengan majunya Gibran dan Bobby Nasution.

Kedua, adalah suami yang memajukan istrinya sendiri menjadi kepala daerah, dalam rangka mempertahankan kekuasaan sekaligus kebijakan yang sudah dibangun dalam periode sebelumnya, seperti istri Azwar Annas yang maju dalam pilkada Banyuwangi, dan 29 istri lainnya.

Ketiga, dalam pilkada 2020 juga mempertarungkan antara dinasti politik. Di Tangerang Selatan mempertarungkan antara dinasti Prabowo, Ma’ruf Amin, dan Ratu Atut.

Pertarungan dinasti tidak hanya antar dinasti, tetapi terjadi dalam ‘internal’ dinasti
seperti yang terjadi Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan (Pangkep) yakni dalam dinasti
Syamsuddin A. Hamid, bupati incumbent.

Riset ini menemukan fakta Partai Golkar menempati urutan pertama yang mengusung dinasti politik sebanyak 12,9 %. Disusul PDIP (12,4 %) dan Partai Nasdem (10,1%). Dalam hal partai yang mengusung calon kepala daerah non-kader, Partai Nasdem menempati posisi teratas sebanyak 13,1% disusul PDIP (11,7%) dan Partai Hanura (9,7%).

Akhir simpulan dari riset Nagara Institute, Pilkada 2020 masih berkutat dengan pola masalah yang sama dari pilkada sebelumnya.

Fungsi rekrutmen partai politik masih jauh dari harapan. Partai politik belum berhasil untuk menjadi laboratorium yang menyiapkan calon pimpinan daerah yang berbasis pada nilai-nilai.

Pragmatisme partai politik masih ditunjukkan dengan merekrut orang-orang yang bukan kader partai.

Fungsi rekrutmen yang tidak berjalan baik akhirnya kian menyuburkan dinasti politik yang masih menjadi masalah dalam demokratisasi di tingkat lokal.

Untuk menyelematkan alam demokrasi di Indonesia dan mencegah terjadinya perilaku koruptif di masa mendatang, maka Nagara Institute merekomendasikan untuk menutup pilihan terhadap kandidat kepala daerah yang terpapar
dinasti politik.

"Selanjutnya, dalam rangka perbaikan sistem partai politik di masa mendatang Nagara Institute memberikan rekomendasi kepada para pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR) untuk segera merevisi Undang-Undang partai Politik khususnya mengenai kaderisasi partai politik yang mengharuskan seorang calon kepala daerah yang diusung oleh partai politik telah beproses menjadi kader partai sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun," tutupnya.(*)

Laporan Wartawan Tribun Timur, Alfian

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved