Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribuners Memilih

Pilkada 2020, Riset Nagara Institute: Sulsel Tertinggi Usung Calon yang Terpapar Dinasti Politik

KPU telah menetapkan ratusan pasangan calon Kepala Daerah pada 23 September 2020 lalu yang akan berkompetisi dalam Pilkada serenta

Penulis: Alfian | Editor: Suryana Anas
Riset Nagara Institute
Riset Nagara Institute Sulsel Tertinggi Se-Indonesia Usung Calon di Pilkada 2020 yang Terpapar Dinasti Politik 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- KPU telah menetapkan ratusan pasangan calon Kepala Daerah pada 23 September 2020 lalu yang akan berkompetisi dalam Pilkada serentak 9 Desember 2020 mendatang.

Riset Nagara Institute menemukan masalah klasik dari Pilkada-pilkada sebelumnya yang masih tertancap kuat dan menjadi problem yang tak terselesaikan berupa pragmatisme partai politik dalam rekrutmen calon pemimpin lokal yang amburadul yang akhirnya bermuara pada tumbuh kembangnya dinasti politik di tingkat lokal.

Temuan Nagara Institute menunjukkan terdapat 124 kandidat yang terafiliasi dengan dinasti politik dan maju sebagai calon kepala daerah dengan rincian 57 calon bupati dan 30 calon wakil bupati.

Kemudian 20 calon walikota dan 8 calon wakil walikota, 5 calon gubernur dan 4 calon wakil gubernur.

Jumlah tersebut jika diklasifikasikan berdasarkan gender, terdapat 67 laki-laki dan 57 perempuan.

Dari 57 perempuan tersebut terdapat 29 kandidat perempuan yang merupakan istri dari Kepala Daerah sebelumnya.

Hampir seluruh kandidat dinasti politik pada Pilkada 2020 adalah pendatang baru.
Terdapat 102 kandidat yang merupakan pendatang baru/tidak pernah menjabat sebagai kepala daerah sebelumnya.

Sedangkan kandidat dinasti politik yang mempertahankan jabatannya lebih sedikit
dengan jumlah 22 orang.

Dari 124 kandidat dinasti politik tersebar merata di 270 daerah pemilihan.

Provinsi Sulawesi Selatan adalah daerah dengan jumlah kandidat dinasti terbanyak dengan jumlah 12 orang, 1 kota pemilihan dan 4 (empat) kabupaten pemilihan).

Disusul Sulawesi Utara yakni 11 orang yang tersebar di satu provinsi pemilihan, 4 (empat) kabupaten pemilihan dan 3 (tiga) kota pemilihan.

Daerah rawan dinasti terbesar ketiga dan keempat ada di Pulau Jawa, yakni Jawa Tengah sebanyak 10 orang kandidat dinasti yang tersebar di 7 (tujuh) kabupaten pemilihan dan 2 (dua) kota pemilihan.

Selanjutnya di Jawa Timur yakni sebanyak 9 orang yang tersebar di 7 (tujuh) kabupaten pemilihan dan 2 (dua) kota pemilihan.

Selain daerah tersebut, dinasti politik pada dasarnya tersebar merata di berbagai daerah di seluruh Indonesia.

"Temuan Nagara Institute selanjutnya adalah kenaikan jumlah dinasti politik ini disebabkan, salah satunya oleh Putusan MK 33/PUU-XIII/2015. Sebelum putusan tersebut, jumlah dinasti politik pada rentang waktu tahun 2005-2014 hanya berjumlah 59 orang kandidat dinasti," ucap Direktur Nagara Institute, Akbar Faisal, saat jumpa pers secara virtual, Senin (12/10/2020).

Namun dalam pilkada serentak pada tahun 2015, 2017 dan 2018 terjadi kenaikan drastis yakni 86 orang kandidat.

Pada Pilkada serentak Desember 2020 mendatang, jumlah kandidat calon pemimpin
daerah terpapar dinasti membengkak menjadi 124 orang kandidat.

Putusan MK tersebut secara nyata dan meyakinkan telah menjadi justifikasi terhadap kenaikan angka dinasti politik di Indonesia.

Selain sebaran yang merata, perkembangan dinasti politik memiliki pola/model yang sama dan terus dipertahankan dari tahun-tahun sebelumnya. Pertama, Presiden yang mengusung keluarganya.

Hal ini terlihat dengan majunya Gibran dan Bobby Nasution.

Kedua, adalah suami yang memajukan istrinya sendiri menjadi kepala daerah, dalam rangka mempertahankan kekuasaan sekaligus kebijakan yang sudah dibangun dalam periode sebelumnya, seperti istri Azwar Annas yang maju dalam pilkada Banyuwangi, dan 29 istri lainnya.

Ketiga, dalam pilkada 2020 juga mempertarungkan antara dinasti politik. Di Tangerang Selatan mempertarungkan antara dinasti Prabowo, Ma’ruf Amin, dan Ratu Atut.

Pertarungan dinasti tidak hanya antar dinasti, tetapi terjadi dalam ‘internal’ dinasti
seperti yang terjadi Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan (Pangkep) yakni dalam dinasti
Syamsuddin A. Hamid, bupati incumbent.

Riset ini menemukan fakta Partai Golkar menempati urutan pertama yang mengusung dinasti politik sebanyak 12,9 %. Disusul PDIP (12,4 %) dan Partai Nasdem (10,1%). Dalam hal partai yang mengusung calon kepala daerah non-kader, Partai Nasdem menempati posisi teratas sebanyak 13,1% disusul PDIP (11,7%) dan Partai Hanura (9,7%).

Akhir simpulan dari riset Nagara Institute, Pilkada 2020 masih berkutat dengan pola masalah yang sama dari pilkada sebelumnya.

Fungsi rekrutmen partai politik masih jauh dari harapan. Partai politik belum berhasil untuk menjadi laboratorium yang menyiapkan calon pimpinan daerah yang berbasis pada nilai-nilai.

Pragmatisme partai politik masih ditunjukkan dengan merekrut orang-orang yang bukan kader partai.

Fungsi rekrutmen yang tidak berjalan baik akhirnya kian menyuburkan dinasti politik yang masih menjadi masalah dalam demokratisasi di tingkat lokal.

Untuk menyelematkan alam demokrasi di Indonesia dan mencegah terjadinya perilaku koruptif di masa mendatang, maka Nagara Institute merekomendasikan untuk menutup pilihan terhadap kandidat kepala daerah yang terpapar
dinasti politik.

"Selanjutnya, dalam rangka perbaikan sistem partai politik di masa mendatang Nagara Institute memberikan rekomendasi kepada para pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR) untuk segera merevisi Undang-Undang partai Politik khususnya mengenai kaderisasi partai politik yang mengharuskan seorang calon kepala daerah yang diusung oleh partai politik telah beproses menjadi kader partai sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun," tutupnya.(*)

Laporan Wartawan Tribun Timur, Alfian

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved