Jokowi Belum Baca Draf Final UU Cipta Kerja Tapi Bilang Demo Karena Hoax, Ternyata Dengar dari Sini
Draf Final UU Cipta Kerja belum dibaca Presiden Jokowi, ternyata Jokowi dengar dari sini
TRIBUN-TIMUR.COM - Lagi ramai soal Presiden Jokowi yang menuding adanya oknum penyebar hoaks dari isi UU Cipta Kerja.
Beberapa hari lalu Presiden Jokowi akhirnya buka suara soal gelombang demonstrasi yang dilakukan buruh dan mahasiswa di sejumlah daerah.
Dalam keterangan resminya yang dishare di akun resmi Instagramnya, Jokowi menjelaskan jika ada beberapa poin yang dinilai salah.
Sehingga dia menganggap aksi unjuk rasa soal Omnibus Law UU Cipta Kerja kurang tepat.
Baca juga: Keunggulan dan Kelemahan dari UU Cipta Kerja, Sudah Ada di Visi Misi Jokowi saat Depat Pilpres 2019
Namun kenyataannya, terungkap bahwa Presiden Jokowi juga belum membaca draf final UU Cipta Kerja tersebut.
Lalu kenapa Presiden Jokowi begitu percaya diri, menyatakan ada beberapa poin yang jadi dasar penolakan buruh dan warga, adalah Hoax?
Ternyata Jokowi dengar dari sini.
Sumber informasi UU Cipta Kerja yang diperoleh Presiden Joko Widodo, diungkap Menteri Komunikasi dan Informatika atau Menkominfo Johhny G Platte.
Bukan dari membaca UU draft final yang telah disahkan DPR RI, namun Menkominfo menyebut Presiden mengetahui UU Cipta Kerja berdasarkan laporan para Menteri.
Johhny G Platte mengatakan, Presiden Joko Widodo menerima laporan terus menerus dari para menteri yang hadir dalam rapat bersama DPR terkait Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan dalam rapat paripurna DPR, Senin (12/10/2020).

Dari laporan itulah Jokowi mengetahui substansi UU Cipta Kerja dan bisa menyebut aksi unjuk rasa menolak UU itu dilatarbelakangi oleh disinformasi dan hoaks.
"Lah kan presiden dilaporkan terus oleh panja pemerintah. Kan dia tahu.
Ini bukan soal dapat draf atau tidak.
Dapat draf itu prosedural," kata Johnny kepada Kompas.com, Senin (12/10/2020).
Johnny G Platte mengatakan, DPR memiliki waktu tujuh hari setelah rapat paripurna untuk mengirimkan naskah final UU yang telah disahkan kepada pemerintah.
Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"Tapi tidak berarti pemerintah tidak tahu isinya.
Karena isinya kan dibicarakan dengan pemerintah," kata Johnny G Platte.
Politisi Partai Nasdem ini menilai, justru masyarakat yang terburu-buru menolak UU Cipta Kerja tanpa menunggu naskah final UU tersebut.
Sementara itu, masyarakat juga belum tentu mengikuti berbagai rapat yang digelar DPR dan pemerintah.
"Jangan dibolak-balik.
Jangan seolah Presiden bilang hoaks tanpa dasar.
Dasarnya yang diputuskan DPR bersama pemerintah," kata dia.
Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar juga mengakui naskah final UU Cipta Kerja belum dikirim ke pemerintah.
Sampai Senin siang ini naskah tersebut masih difinalisasi.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nur Hidayati meminta pemerintah mengunggah dokumen final Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan.
Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat bisa mempelajari seperti apa draf final itu dan tak perlu mengacu pada draf yang beredar di media sosial.
"Kalau presiden bilang itu hoaks, dokumen referensinya yang mana.
Presiden menuduh masyarakat menyebar hoaks, tapi di sisi lain pemerintah tak pernah menyediakan informasi yang memadai untuk membaca versi yang benar," kata Nur.
Walhi juga sempat menyatakan curiga jika Presiden Jokowi tidak membaca draf UU Cipta Kerja tersebut
7 Poin Penjelasan Jokowi
Berikut ini daftar 7 hoaks yang dibantah oleh Jokowi sebagaimana dikutip pada Sabtu (10/10/2020):
1. Upah minimum dihapus
Jokowi menegaskan kalau upah minimum di UU Cipta Kerja masih diberlakukan seperti halnya yang sudah diatur di UU Nomor 13 Tahun 20013 tentang Ketenagakerjaan, baik UMP maupun UMK.
"Saya ambil contoh ada informasi yang menyebut penghapusan Upah Minimum Provinsi, Upah Minimum Kabupaten, Upah Minimum Sektoral Provinsi. Hal ini tidak benar karena pada faktanya Upah Minimum Regional tetap ada," kata Jokowi.
Dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja memang menghapus mengenai penangguhan pembayaran upah minimum.
Selain itu, regulasi baru ini diklaim pemerintah justru menambah perlindungan bagi pekerja.

2. Upah per jam
Jokowi juga membantah isu kalau tenaga kerja akan dibayar berdasarkan per jam.
Ia menegaskan kalau skema masih menggunakan aturan lama.
Hitungan per jam di UU Cipta Kerja dilakukan untuk memfasilitasi pekerja yang sifatnya pekerja lepas dan sebagainya.
"Ada juga yang menyebutkan upah minimum dihitung per jam, ini juga tidak benar. Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang, upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil," ucap dia.
3. Cuti dihapus
Jokowi menegaskan UU Cipta Kerja sama sekali tak menghapus hak cuti karyawan di perusahaan.
Cuti seperti cuti hamil, cuti haid, dan cuti reguler masih didapatkan karyawan sesuai dengan UU Ketengakerjaan.
"Kemudian ada kabar yang menyebut semua cuti, cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, cuti melahirkan dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. Saya tegaskan ini juga tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin," ujar dia.
4. PHK sepihak
Ia lalu menyinggung soal kabar di UU Cipta Kerja yang mengizinkan perusahaan untuk melakukan pemecatan sepihak tanpa alasan jelas.
Menurut dia, UU Cipta Kerja tetap mengatur apa saja batasan perusahaan ketika melakukan PHK.
"Kemudian apakah perusahaan bisa mem-PHK kapan pun secara sepihak? Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak," kata Jokowi.
5. Amdal dihilangkan
Jokowi membantah jika Omnibus Law Cipta Kerja menghilangkan kewajiban perusahaan untuk mengurus izin Amdal.
Kata dia, Amdal tetap harus dipenuhi, namun prosesnya dipermudah di UU Cipta Kerja.
"Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah dihapusnya Amdal, analisis mengenai dampak lingkungan. Itu juga tidak benar, Amdal tetap ada bagi industri besar harus studi Amdal yang ketat tapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan," ucap Jokowi.
6. Perampasan tanah
Menurut Jokowi, UU Cipta Kerja mengatur soal bank tanah di mana aturan tersebut diperlukan untuk memudahkan proses pembebasan tanah untuk pekerjaan infrastruktur kepentingan umum.
"Kemudian diberitakan keberadaan bank tanah, bank tanah diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan sosial, pemerataan ekonomi, ekonomi konsolidasi lahan dan reforma agraria ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilihan lahan dan tahan dan kita selama ini kita tidak memiliki bank tanah," ujar dia.
7. Sentralisasi pusat
Terakhir, Jokowi juga menyinggung soal peran daerah yang dipangkas dalam kemudahan berinvestasi karena kewenangannya dialihkan ke pusat dalam UU Cipta Kerja.
"Saya tegaskan juga UU Cipta Kerja ini tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat, tidak, tidak ada. Perizinan berusaha dan kewenangannya tetap dilakukan pemerintah daerah sesuai dengan NSPK yang ditetapkan pemerintah pusat agar tercipta standar pelayanan yang baik di seluruh pemerintah daerah dan penetapan NSPK ini nanti akan diatur dalam PP atau peraturan pemerintah," tegas Jokowi.
"Selain itu kewenangan perizinan untuk non perizinan berusaha tetap di pemerintah daerah sehingga tidak ada perubahan bahkan kita melakukan penyederhanaan, melakukan standarisasi jenis dan prosedur berusaha di daerah dan perizinan di daerah diberikan batas waktu, yang penting di sini jadi ada service level of agreement, permohonan perizinan dianggap disetujui bila batas waktu telah terlewati," kata dia lagi.
Artikel ini telah tayang di tribunkaltim.co dengan judul Terjawab Jokowi Belum Baca Draft Final UU Cipta Kerja, Menkominfo Bocorkan Sumber Informasi Presiden