Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Demo Tolak Omnibus Law

Sampai Kapan Aksi Tolak UU Omnibus Law di Indonesia. Apa Seperti di Hong Kong, Setahun?

Inilah gelombang protes skala massif yang skala massa menyamai penolakan kenaikan harga BBM tahun 2015, dan semangatnya seperti aksi reformasi 1998.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Thamzil Thahir

1. Apakah Akan Seperti Aksi Hong Kong; Setahun Lebih

Aksi protes mahasiswa dan rakyat Hongkong, 2019 dan 2020

BEBERAPA waktu terakhir, aksi demonstrasi besar-besaran terjadi di Hong Kong, sudah melibatkan jutaan orang.

Pemicunya, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lim memperkenalkan sebuah rancangan undang-undang (RUU) terkait ekstradisi. 

Pada intinya, jika disahkan, RUU ini akan memberi kuasa kepada Hong Kong untuk menahan orang yang sedang berada di sana (baik itu warga negara maupun bukan) untuk kemudian dikirim dan diadili di China.

RUU ini tentu dipandang sebagai masalah besar oleh masyarakat Hong Kong, beserta juga kalangan internasional. 

Pasalnya, kebebasan berpendapat yang selama ini menjadi salah satu pembeda utama antara China dan Hong Kong bisa musnah.

Dilansir BBC, pada 12 Juni 2019, tak kurang dari 10 ribu orang berkumpul di pusat pemerintahan Hong Kong untuk kembali menggelar aksi demonstrasi

Sejatinya, aksi ini berawal dengan damai. Namun pada akhirnya, bentrokan antara demonstran dan aparat kepolisian pun tak terelakkan. Pemukulan dengan pentungan, penembakan gas air mata, hingga pencekikan pun terjadi.

Massa aksi di Mamuju bentangkan spanduk berisi suara penolakan terhadap Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR RI
Massa aksi di Mamuju bentangkan spanduk berisi suara penolakan terhadap Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR RI (TRIBUN-TIMUR.COM/NURHADI)

Berdasarkan hasil investigasi dari The New York Times, aparat kepolisian Hong Kong terbukti menggunakan kekerasan untuk memukul mundur demonstran. 

Bahkan, demonstran yang tak membawa senjata apapun dan tak melakukan tindakan yang membahayakan aparat, harus rela tubuhnya dihantam oleh amunisi aparat kepolisian. Kepolisian Hong Kong kemudian melabeli demonstrasi pada hari itu sebagai sebuah "kerusuhan".

Aksi pada 12 Juni tersebut membuat pengambilan suara terkait dengan RUU ekstradisi menjadi ditunda. Namun, aksi demonstrasi tak berhenti sampai di situ. 

Tercatat pada 21 Juni, 1 Juli, dan 7 Juli, aksi demonstrasi kembali digelar. Pada tanggal 8 Juli, Carrie Lam mengatakan bahwa RUU ekstradisi yang kontroversial tersebut telah "mati", tak ada lagi rencana untuk membawanya ke parlemen.

Setelah sederet demonstrasi yang tak kunjung usai, Carrie Lam pada Rabu (04/09/19) waktu setempat akhirnya mengumumkan pembatalan secara resmi Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi yang memicu kerusuhan selama tiga bulan terakhir di Hong Kong itu.

Halaman
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved