Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pemicu Pasukan Tjakrabirawa atau Cakrabirawa Culik dan Tembak Jenderal Ahmad Yani di G30S PKI

Pemicu pasukan Tjakrabirawa atau Cakrabirawa culik dan tembak Jenderal Ahmad Yani di G30S PKI.

Editor: Edi Sumardi
DOK MOH HABIB ASYHAD
Presiden RI pertama, Soekarno Bung Karno dan pasukan Tjakrabirawa atau Cakrabirawa. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Pemicu pasukan Tjakrabirawa atau Cakrabirawa culik dan tembak Jenderal Ahmad Yani di G30S PKI.

Pada 55 tahun lalu, sejumlah jenderal terbunuh dalam tragedi G30S PKI, salah satunya Jenderal Anumerta Ahmad Yani.

Pada 1 Oktober 1965 dini hari, Letnan Jenderal Ahmad Yani ditembak oleh pasukan Tjakrabirawa di kediamannya di bilangan Menteng, Jakarta Pusat.

Saat itu, Ahmad Yani menolak dijemput oleh pasukan Tjakrabirawa.

“Tiba-tiba lihat ayah saya diseret. Tiba-tiba dengar suara tembakan yang menggelegar,” kata anak Ahmad Yani, Amelia Achmad Yani saat berbincang dengan Kompas.com, tahun 2017 lalu.

Ada tujuh peluru yang dilepaskan pasukan Tjakrabirawa pada 1 Oktober 1965 pukul 04.35 WIB itu.

Lima di antaranya meninggalkan lubang tembakan di sebuah pintu.

Dikutip dari Harian Kompas, 14 Agustus 2017, pemandu Museum Jenderal Ahmad Yani, Sersan Mayor Wawan Sutrisno, mengungkapkan pasukan yang datang menyergap masuk melalui pintu belakang dan membunuh Ahmad Yani pada saat itu juga.

Sementara, yang lain ada yang bertugas menyekap pasukan penjaga rumah Ahmad Yani.

Ada juga yang bertugas mengepung rumah itu.

Kemudian, jasad Ahmad Yani dibawa menggunakan truk ke sebuah areal perkebunan di Halim, Jakarta Timur.

Di sana, Ahmad Yani akhirnya dimasukan ke dalam sumur tua bersama enam jenderal dan dua perwira lainnya.

Ahmad Yani adalah satu di antara 6 jenderal yang terbunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September (G30S).

Lahir pada 19 Juni 1922 di Purworejo, Jawa Tengah, Ahmad Yani tutup usia di umur 43 tahun.

Dalam buku G30S, Fakta atau Rekayasa? (2013) karya Julius Pour, Komandan Batalyon I Resimen Tjakrabirawa Letkol (Inf) Untung Samsoeri memimpin upaya kudeta.

Kudeta tersebut awalnya diberi nama Operasi Takari.

Tetapi pada saat akhir, nama tersebut diubah menjadi Gerakan 30 September (G30S).

Menurut Untung, Satgas Pasopati pimpinan Letnan I (Inf) Abdul Arief dari Resimen Tjakrabirawa bertugas menangkap tujuh jenderal yang disebut kemudian sebagai Dewan Jenderal yang jadi sasaran.

Ahmad Yani sendiri menjadi target utama peristiwa Gerakan 30 September atau G30S.

Ahmad Yani disebut terlibat dalam Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta Presiden Soekarno.

.
Jenderal Anumerta Ahmad Yani (ARSIP)

Oleh karena itu, pasukan Tjakrabirawa tergerak untuk mengamankan Bung Karno.

Ahmad Yani disebut menjadi sosok yang sangat dekat dengan Presiden Sukarno.

Dalam buku 99 Tokoh Muslim Indonesia (2009) oleh Salman Iskandar, Jenderal Ahmad Yani terkenal sebagai seorang tentara yang berseberangan dengan PKI (Partai Komunis Indonesia).

Saat menjadi Menteri atau Panglima Angkatan Darat pada 1962, dirinya menolak keinginan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani.

Cikal bakal Paspampres

Berbicara mengenai peristiwa G30S/PKI, tentu tidak lepas dari peran Pasukan Tjakrabirawa, di mana dalam sejarah tega menghabisi nyawa tujuh jenderal TNI.

Pasukan Tjakrabirawa inilah yang menjadi cikal bakal dari Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

Berikut sejarahnya:

1. Polisi Istimewa (Tokubetsu Keisatsu Tai)

Pengawalan presiden ternyata sudah ada sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Dalam buku, Maulwi Saelan, Penjaga Terakhir Soekarno (2014) karya Asvi Arwan Adam dkk, di setiap karesidenan memiliki kesatuan Polisi Istimewa.

Di Jakarta Raya, saat itu kesatuan Polisi Istimewa disebut Polisi Macan.

Pada awal 1945, Gatot Suwiryo sebagai pimpinan Polisi Macan, memindahkan anggotanya ke Pasukan Polisi Pengawal Pribadi Presiden (Tokomu Kosaku Tai) di bawah pimpinan Mangil Martowidjojo.

Berdasarkan buku Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1967 (1999) karya Mangil Martawodijojo, tugas utama Pasukan Polisi Pengawal Pribadi Presiden adalah menjaga keselamatan Presiden dan Wakil Presiden RI beserta seluruh anggota keluarganya.

Beberapa peristiwa yang tecatat mengenai tugas-tugas PPPP, di antaraya:

* Mengamankan peristiwa Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.

* Membantu pengamanan Rapat Raksasa di Lapangan Ikada pada bulan September 1945.

* Mengawal rombongan Presiden dan Wakil Presiden dalam perjalanan secara rahasia menggunakan kereta api dari Jakarta ke Yogyakarta pada 3 Januari 1946

Namun, karena banyaknya ancaman yang membahayakan nyawa Presiden Soekarno, Mangil membentuk Detasemen Kawal Pribadi (DKP).

2. Terbentuknya Resimen Tjakrabirawa

Beberapa peristiwa penyerangan presiden terjadi karena mata rantai pengamanan presiden saat itu dinilai belum sempurna, sehingga masih ada celah dan dapat ditembus orang-orang yang akan mencelakai presiden.

Setelah terjadinya percobaan pembunuhan Soekarno pada saat Shalat Idul Adha 14 Mei 1962, Letnan Kolonel CMP Sabur menghadap ke Istana Merdeka dan memberikan laporan bahwa DKP berencana membentuk pasukan pengawal Istana Presiden yang lebih sempurna.

Letnan Sabur kemudian menghadap kepada empat Panglima Angkatan Bersenjata (AD, AL, AU, dan Kepolisian) untuk meminta satu batalyon prajurit terbaik dari setiap angkatan untuk ikut bertugas mewakili angkatan masing-masing dalam tugas mengawal Presiden.

Sabur dibantu beberapa perwira, di antaranya Mayor CPM Maulwi Saelan, Mangil dari Kepolisian, seorang mayor udara, dan seorang mayor laut.

Mereka sering rapat dan membahas pasukan pengawal presiden.

Bertepatan dengan hari ulang tahunnya 6 Juni 1962, Soekarno mengeluarkan Surat Keputusan No 211/Pit/1962 tentang pembentukan resimen khusus yang bertanggung jawab menjaga keselamatan pribadi Presiden dan keluarganya.

Sekaligus terbentuk Resimen Tjakrabirawa.

Soekarno sangat menyukai pertunjukan wayang kulit, sehingga pasukan khusus tersebut diberi nama Tjakrabirawa (Cakrabirawa).

Tjakrabirawa adalah senjata ampuh milik Batara Kresna yang dapat menumpas semua kejahatan di dalam lakon wayang purwa.

Semboyan dari Pasukan Tjakrabirawa, yaitu "Dirgayu Satyawira" yang artinya Prajurit Setia Berumur Panjang.

Menurut Maulwi Saelan, tugas dan kewajiban tiap anggota Tjakrabirawa berpedoman pada apa yang tertulis dalam badge Resimen Tjakrabirawa tersebut.

Di mana bagi Maulwi memiliki arti "seorang prajurit yang terpercayai yang menjaga keselamatan Kepala Negara."

Tjakrabirawa baru diresmikan Soekarno pada 6 Juli 1963 di Wina, Austria.

Dengan upacara sederhana, Soekarno menyerahkan tongkat komando dan varet merah tua kepada Sabur.

3. Pasukan Cakrabirawa

Menurut Soekarno dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (2018) karya Cindy Adam, Pasukan Tjakrabirawa berkekuatan 3.000 personel yang berasal dari keempat Angkatan Bersenjata.

Setiap anggotanya berasal dari pasukan yang andal.

Susunan Resimen Tjakrabirawa, sebagai berikut:

Komandan Tjakrabirawa: Letnan Kolonel CPM Sabur Wakil

Komanadan Tjakrabirawa: Letnan Kolonel CPM Maulwi Saelan

Kepala staf: Letnan Kolonel Infanteri Maraokeh Santoso

Asisten I Resimen Tjakrabirawa: Letnan Kolonel CPM Harun dibantu oleh Kolonel Ali Ebram

Asisten II Resimen Tjakrabirawa: Letnan Kolonel Infanteri Sudjanadi dibantu Mayor Sutarjo dan Mayor Suwondo

Asisten III Resimen Tjakrabirawa: Letnan Kolonel Infanteri Maraokeh Santoso

Asisten IV Resimen Tjakrabirawa: Letnan Kolonel KKO Prawoto yang kemudian diganti oleh Letnan Kolonel Infanteri Rifai

4. Cikal bakal Paspampres

Tidak semua pasukan Tjakrabirawa sebagai oknum dalam G30S/PKI.

Namun, aksi Letkol Untung dan Lettu Dul Arif yang merupakan motor utama dalam aksi penculikan Jenderal Pahlawan Revolusi, nama Tjakrabirawa tercorang dalam pemerintahan Orde Baru.

Setelah dikeluarkannya Surat Perintah II Maret 1966 atau Supersemar, Resimen Tjakrabirawa dibekukan atau dibubarkan pada 28 Maret 1966.

Tugas untuk menjamin keselamatan pribadi Presiden beserta keluarganya diserahkan dan digantikan oleh Satgas Pomad (Polisi Militer Angkatan Darat).

Dalam masa pemerintahan Soeharto, pasukan Angkatan Darat kemudian membentuk lagi Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang sampai saat ini masih bertugas menjaga Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya.

Hari jadi Paspampres diperingati setiap tanggal 3 Januari.

Penetapan hari jadi ini, diambil dari peristiwa bersejarah.

Di mana Pasukan Pengawal Pribadi Presiden berhasil menyelamatkan Presiden dan Wapres RI serta keluarganya dari Jakarta menuju Yogyakarta pada 3 Januari 1946.(*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved