Obituari
Zainal Tahir, Sosok Wartawan yang Dermawan, Kader PII dan Memiliki Nomor Baku Muhammadiyah
Semoga Allah SWT menyempurnakan amal ibadahnya dan mengampuni dosanya serta menempatkannya pada posisi yang paling mulia di sisi-Nya.
Nomor Baku Muhammadiyah
Satu lagi yang saya tak lupa tentang almarhum adalah bahwa beliau memiliki NBM atau Nomor Baku Muhammadiyah. Ceritanya begini. Mengetahui saya aktif sebagai pengurus Muhammadiyah Sulawesi Selatan, maka beliau juga mengatakan sebagai kader Muhammadiyah.
Almarhum pun meminta kepada saya untuk menguruskan kartu anggotanya atau biasa disebut sebagai NBM. Awalnya saya tak sahuti. Saya pikir itu hanya main-main saja. Sebab saya tak akan menguruskan kartu kepada mereka yang hanya tiba-tiba meminta, tanpa latar belakang Kemuhammadiyahan yang jelas.
Meski secara bercanda, beberapa kali dia memintanya. Untuk membuktikan bahwa dia kader Muhammadiyah, dia menunjuk seorang sahabat saya sebagai jaminannya. Ir. M. Yunus Palaguna, waktu itu sebagai Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Gowa.
Suatu ketika saya perjelas kepada Pak Yunus, dan dibenarkan. Bahwa mereka sama-sama sebagai pengurus remaja Masjid Baiturrahman, Jalan Sultan Hasanuddin depan Kodim Gowa, Pandang-pandang. Masjid itu adalah masjid yang dibina oleh Muhammadiyah.
Akhirnya saya memberikan formulir kepada almarhum. Bagi saya, meski tidak pernah secara formal mengikuti pengkadern Muhammadiyah, ikut menjadi pengurus Masjid Muhammadiyah, sudah dapat disebut sebagai kader Muhammadiyah.
Saya minta beliau mendatangi sendiri pengurus Muhammadiyah setempat. Setelah mendapat persetujuan dari pimpinan Muhammadiyah, saya pun mengurus kartunya. Formulir dikirim ke Yogyakarta.
Tak lama kemudian, keluarlah NBM atas nama almarhum : Zainal Tahir. Kartu itu ditandatangi oleh Pak Ahmad Syafii Ma’arif dan Haedar Nashir, saat itu sebagai Ketua dan Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Ketika diadakan Milad Muhammadiyah di Lapangan Syekh Yusuf Sungguminasa, masih sekitar tahun 2002, almarhum ikut menjadi panitia. Masuk sebagai seksi publikasi, supaya bisa cepat disuratkabarkan.
Dia sengaja memesan batik Muhammadiyah. Saat itu, beliau datang dengan mengenakan batik Muhammadiyah. Tampak wajah sumringah merekah dari wajahnya.
Sejak itu, hingga sekarang, kami hampir tak pernah bersua lagi. Mungkin pernah, mungkin tidak. Saya tak ingat persis. Yang sering adalah pertemuan melalui sambungan telepon dan interaksi dalam media sosial.
Tak pernah lagi bertatap muka, hingga Sang Pencipta memanggilnya pulang. Pulang ke haribaan-Nya. Tempat yang damai, kedamaian yang sesungguhnya. Semoga husnul khatimah. (*)
Wassalam
Masjid MAWU University of Wollongong, NSW, Australia
Qabla Duhur, 24 September 2020