Luhur A Priyanto: Kota Makassar Bisa Jadi Contoh Penundaan Pilkada
Karena itu kata Luhur, dengan melihat dinamika tahapan yang ada, memang butuh Perpu baru.
Penulis: Abdul Azis | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Luhur Andi Priyanto menyatakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 sudah dibayang-bayangi penularan corona virus disease 2019 (Covid-19) secara massif.
Karena itu kata Luhur, dengan melihat dinamika tahapan yang ada, memang butuh Perpu baru. Karena sanksi bagi pasangan calon yang melanggar protokol kesehatan belum diatur di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
“Peraturan KPU saja juga tidak cukup. Apalagi kalau sampai pada penundaan, Perpu baru di butuhkan untuk merevisi ketentuan tahapan sebelumnya,” kata Luhur kepada Tribun, Minggu (20/9/2020) malam.
Menurutnya, sejak dimulai tahapan, komitmen pelembagaan less-contact election melalui internalisasi protokol kesehatan, masih sangat rendah. Kanal untuk mentransformasi tahapan konvensional (luring) ke virtual (daring) tidak dioptimalkan.
“Hal yang sering dikhwatirkan adalah situasi vacum of power atau kekosongan kekuasaan, ketika mayoritas masa jabatan kepala daerah petahana berakhir. Tapi, regulasi kita sudah mengantisipasi kekosongan kekuasaan defenitif seperti itu melalui mekanisme pengisian penjabat kepala daerah,” katanya.
Kota Makassar, lanjut Luhur bisa menjadi contoh kepemimpinan penjabat kepala daerah yang berkepanjangan. Kepemimpinan kepala daerah defenitif berakhir, ketika belum terpilih pejabat baru.
Meskipun derajat legitimasi politiknya berbeda, faktanya tata pemerintahan daerah tetap bisa berjalan. Sehingga dalil-dalil untuk melanjutkan tahapan Pilkada, pada hal-hal yang bersifat non medis-epidemologis sesungguhnya sangat lemah.