Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kasus Penganiayaan

Diduga Aniaya Pengacara Saat Sidang di BPSK Makassar, Oknum Hakim Dipolisikan

Eby Julies Onovia seorang pengacara salah satu perusahaan pembiayaan di Makassar melaporkan seorang oknum hakim.

www.ladbible.com via Tribunnewsmaker.com
Ilustrasi penganiayaan 

"Setelah itu saya melapor ke Polrestabes Makassar dan diarahkan visum ke RS Stella Maris. Di Stella Maris ternyata benar ada memar atau lebam sekitar 4 cm pada perut. Kita adukan pasal 351 KUHPidana tentang penganiyaan serta pengancaman," pungkasnya.

Ia pun sangat menyayangkan tindakan oknum hakim yang dilakukan terhadap dirinya. Merurutnya, sebagai hakim dalam mediasi harus bersikap netral.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Hakim Muh Amin mengatakan, hal itu fiktif.

Menurutnya, justru Eby yang memprovokasi agar ia marah tapi ia tidak marah.

"Ketika detik terakhir orang ini tidak bisa lagi diajak beretika secara hukum. Nah itu yang membuat marah sehingga terjadilah perkelahian bukan penganiayaan," katanya.

"Orang itu menantang berkelahi tapi takut akhirnya lari dan merasa dianiaya padahal ini perkelahian karena dia yang menantang," lanjutnya.

Ia menceritakan, dirinya jadi pimpinan sidang terkait pengaduan konsumen. Waktu mempimpin sidang ada orang dari Jakarta dan tidak mengaku sebagai pengacara tapi jadi perwakilan dari perusahaan.

Ia pun membaca surat yang diberikan terkait surat penolakan pemberian peringanan terhadap konsumen.

"Saya ajak masuk ke ruang sidang dan ditutup sidangnya karena tidak ada penyelesaian. Tapi majelis hakim memberi kesempatan sekali lagi jika masih bisa sebelum dilelang mobilnya bisa dinegokan silahkan diajukan permohonan dan di situ tidak ada masalah," jelasnya.

Yang jadi masalah, kata dia, ketika Eby memperlihatkan etika buruk dalam persidangan.

"Dia memancing saya mengejek saya menganggap BPSK sebagai LSM, padahal BPSK ini adalah lembaga negara dibentuk oleh UU perlindungan konsumen," ujarnya.

Iaa pun bertanya kenapa menarik mobil orang memakai jasa preman bukan jasa polisi.

"Kenapa tidak pakai peraturan Kapolri nomor 8. Menurutnya, jika mengambil jasa preman itu bisa terjadi perkelahian di lapangan jika konsumen menolak ditarik mobilnya," katanya.

"Dia bilang oh tidak, itu tidak menghalangi kalau mau saya tarik saya tarik. Jika konsumen itu melawan bahaya itu bisa menimbulkan perkelahian dan saya arahkan kenapa tidak pakai peraturan Polri tadi. Nah dia bilang katanya ada kata 'dasar' di situ bisa pakai preman atau polisi," jelas Amin.

Setela itu timbullah kejengkelan lantaran Eby tidak mempunyai etika lagi dalam persidangan. Ia mengaku telah dilecehkan atau diejek.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved