Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kolom Andi Suruji

Pak JO dan Penyelenggaraan Ilahi

Jurnalisme, menurut JO tidak cukup lagi sekadar menuliskan konten dari rumus dan hukum besi jurnalisme 5W+1H.

Editor: Hasriyani Latif
KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG
Pendiri Kelompok Kompas-Gramedia, Jakob Oetama 

Tesis jurnalisme makna itulah yang mengantarnya meraih gelar Doktor Hinoris Causa dari almamaternya, Universitas Gadjahmada. Inilah salah satu legacy yang tak akan lekang ditelan zaman, termasuk era disrupsi media.

Jurnalisme, menurut JO tidak cukup lagi sekadar menuliskan konten dari rumus dan hukum besi jurnalisme 5W+1H.

Tidak cukup lagi sekadar mengemban fungsi-fungsi pers: to inform (menginformasikan), to educate (mendidik), to entertain (menghibur) dan to influence (memengaruhi).

Tetapi juga sudah harus lebih maju, menambahkan to show (menunjukkan). Tunjukkan. Ya tunjukkan makna, konteks dari konten informasi (berita) yang memenuhi halaman-halaman surat kabar sehingga pembaca paham, dan mengerti duduknya perkara.

Juga tentang bisnis dan "kerajaan media KG" yang harus senantiasa menjaga Indonesia, menjaga NKRI. Salah satu indikatornya, Kompas menjadi Indonesia Mini, di mana semua etnis, suku, agama, bisa menjadi bagian dari Kompas, berkarya dan berinovasi.

Tentang kerajaan media KG yang juga sudah menggurita sampai ke luar bisnis media, JO senantiasa berpesan: bersyukur, rendah hati, dan tahu diri.

"Saya ini tahu diri. Saya hanya guru, tidak tahu bisnis. Bersyukur saya dikelilingi orang-orang yang baik di bidang keahliannya. Dan apa yang kita punya saat ini, itu karena penyelenggaraan ilahi," katanya.

Suatu saat, Pak Swantoro, sparring partner JO mengurus redaksi, setelah pensiun, berkunjung ke redaksi. Kami berkerumun mendengarkan cerita-cerita Kompas masa lalu. "Sekarang, saya sudah pensiun. Jakob sudah tua. Jangan pernah melarang Jakob datang ke redaksi. Separoh jiwa Jakob ada di redaksi. Kalau kalian mau lihat Jakib sakit, laranglah dia ke redaksi. Sakit dia," kata Swantoro.

Begitulah adanya. Hingga usia makin usur, menggunakan kursi roda, bahkan ingatan sudah kacau, Jakob pun sesekali diantar ke redaksi dan ruang kerjanya. Dan setiap kali datang, ia disambut, dikerumuni oleh karyawan, laiknya dewa yang senantiasa dirindukan kehadirannya.

Tetapi setiap orang ada masanya, dan setiap masa ada tokohnya. JO, tokoh pers nasional zaman ini, yang menjadi teladan integritas jurnalisme, telah pergi dan beristirahat selamanya.

Itu juga penyelenggaraan ilahi.. selamat jalan Pak JO.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved