Hari Polwan
Selamat Hari Polwan 1 September: Berikut Sejarah dan Latar Belakang Dibentuknya Polisi Wanita
Kinerja polisi masih sangat dipengaruhi oleh karakter kerja polisi zaman penjajahan yang keras dan berjarak dengan rakyat.
TRIBUN-TIMUR.COM - Selamat Hari Polwan 1 September: Berikut Sejarah dan Latar Belakang Dibentuknya Polisi Wanita
Apa yang terbersit dalam benak Anda ketika mendengar kata Polwan?
Polisi Wanita ( Polwan ) mungkin menjadi sosok yang merepresentasikan nilai-nilai keberanian pada diri perempuan.
Tegas, berani, namun tetap lembut selayaknya kodrat perempuan diciptakan menjadi citra yang melekat pada diri polwan.
Penampilannya yang rapi dengan rambut yang dipotong cepak menjadi ciri khas Polwan.
Polwan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam sejarah Kepolisian RI.
Pada era awal kemerdekaan, kehadiran Polwan menjadi titik balik karakter kinerja polisi.
• Kepada Elite TNI Anak Buah Marsekal Hadi Tjahjanto, Jusuf Kalla: Kita Bisa Kalahkan Amerika karena

Latar belakang dibentuknya Polwan
Dalam salah satu koleksi Pusat Sejarah Polri 2014 yang berjudul Polisi Wanita dalam Lintasan Sejarah Polri", diceritakan, pasca negara baru merdeka , rakyat krisis akan pendidikan.
Tidak banyak rakyat, termasuk kaum kepolisian, yang memiliki latar pendidikan baik.
Kinerja polisi masih sangat dipengaruhi oleh karakter kerja polisi zaman penjajahan yang keras dan berjarak dengan rakyat.
Namun, pemerintah pada masa itu tahu bahwa sikap keras seperti itu tidak bisa terus diterapkan.
Agar kepercayaan terhadap polisi bisa didapatkan, polisi perlu membangun karakter ramah dan dekat pada rakyat.
Masalah semakin muncul ketika banyak wanita dari Singapura yang melakukan pelarian ke wilayah pemerintahan Indonesia.
Sebelum diperbolehkan masuk, mereka harus melalui pemeriksaan badan terlebih dahulu.
Akan tetapi, mereka menolak dengan keras untuk diperiksa secara keseluruhan oleh polisi laki-laki.
Polisi laki-laki tidak bisa melakukan pemeriksaan badan secara langsung.
Pemeriksaan pun dilakukan dengan bantuan dari istri-istri polri.
Selain itu, tersangka perempuan yang ditangkap dan masuk penjara juga sulit diatasi hanya dengan tenaga polisi laki-laki.
Atas dasar latar belakang itulah, kehadiran polwan menjadi sangat dibutuhkan.
Wanita-wanita terpilih dididik dan melalui proses yang sama dengan polisi laki-laki lainnya.
Sebanyak 25 wanita direkrut untuk diberikan pengetahuan dasar kepolisian sebelum mulai bertugas sebagai polwan.
Namun, tidak ada gelar atau pangkat khusus yang diberikan pada mereka.
Ketika bertugas dan memakai seragam, para polwan hanya diberi gelar Agen Polisi dan tetap dianggap sebagai bagian dari pegawai negeri sipil.
Kemunculan polwan menjadi titik balik karakter kepolisian Indonesia.
Polwan memiliki citra diri yang lebih ramah dan lebih mudah dijangkau.
Polwan jugalah yang berperan dalam memberi masukan kepada polisi laki-laki agar sikap kerasnya dapat dihindari.
Sekolah Polisi Wanita pertama kali didirikan oleh Jawatan Kepolisian Negara pada 1 September 1948 di Bukittinggi.
Sejak saat itu, 1 September diperingati sebagai Hari Jadi Polwan.

Sejarah polwan
Pada 1 September 1948, Kesatuan Polisi Wanita di Indonesia resmi dibentuk dengan 6 orang anggota saja.
Keenam anggota tersebut merupakan remaja lulusan sekolah menengah yang telah diseleksi untuk menempuh pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN) di Bukittinggi.
Sebelumnya, SPN hanya memiliki murid laki-laki, namun pemerintah RI memberikan mandat untuk membuka pendidikan kepolisian bagi perempuan.
Hal ini dilakukan untuk mengatasi berbagai guncangan yang melanda Indonesia akibat kembalinya Belanda ke negeri ini.
Persoalannya, tidak semua pengungsi perempuan bersedia diperiksa oleh petugas laki-laki, terutama secara fisik.
Kondisi ini cukup menyulitkan, pasalnya bisa saja Belanda mengirimkan wanita pribumi sebagai mata-mata.
Oleh karena itu, pemerintah membutuhkan polisi wanita untuk membantu mengatasi hal ini.
Adapun keenam polwan pertama yang terpilih tersebut adalah Mariana Saanin Mufti, Nelly Pauna Situmorang, Rosmalina Pramono, Dahniar Sukotjo, Djasmainar Husein, dan Rosnalia Taher, semuanya berdarah Minangkabau.
Mengutip jurnal Dharmasena terbitan Pusat Penerangan Pertahanan dan Keamanan (1995), keenam calon petugas wanita itu menjalani pelatihan sebagai inspektur polisi bersama dengan 44 peserta pria.
Mereka juga menjadi anggota Angkatan Bersenjata RI perempuan pertama.
Pada pengujung tahun 1948, terjadi Agresi Militer Belanda II.
Belanda berhasil menduduki Yogyakarta yang saat itu menjadi ibukota RI.
Akibatnya, para petinggi negara seperti Soekarno dan Moh Hatta, serta beberapa orang menteri diasingkan ke luar Jawa.
Ketika pusat pemerintahan di Yogyakarta limbung, Bukittinggi justru unjuk gigi.
Atas restu Presiden Soekarno, Bukittingi menjadi tempat didirikannya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Keenam polisi wanita itu turut ambil bagian dalam perjuangan mempertahankan pemerintahan darurat di Bukittinggi.
Pada awal 1949, kota Bukittinggi harus dikosongkan lantaran pasukan Belanda semakin mendekat.
Proses pengosongan itu akhirnya dilakukan dengan perlindungan basis pertahanan Kesatuan Brigade Mobil pimpinan Inspektur Polisi Amir Machmud.
Dalam pasukan ini, terdapat tiga orang polisi wanita, yaitu Rosmalina, Jasmaniar, dan Nelly Pauna.(*)
Artikel ini telah tayang di tribunbatam.id dengan judul Sejarah Hari Polwan, Dibentuk karena Desakan Perang, Tahun 1948 Hanya Beranggotakan 6 Orang, .