Diungkap Amerika Serikat, Korea Utara Makin Sering Bobol Sistem Bank, Ternyata Masalah Finansial
Diungkap pihak Amerika Serikat (AS), Korea Utara makin sering bobol sistem bank. Ternyata masalah finansial.
TRIBUN-TIMUR.COM - Diungkap pihak Amerika Serikat (AS), Korea Utara makin sering bobol sistem bank.
Ternyata masalah finansial.
Hal tersebut diungkapkan pemerintah AS pada Rabu (26/8/2020), menjelaskan para peretas Korea Utara sedang menerobos berbagai bank di seluruh dunia untuk melakukan penipuan transfer uang dan membuat ATM mengeluarkan uang tunai.
Dilansir dari Reuters, (27/8/2020), ada sebuah peringatan tentang keamanan siber yang ditulis oleh empat badan federal berbeda, termasuk Departemen Keuangan dan FBI.
• ALHAMDULILLAH Rekening Karyawan di BRI, BTN, Mandiri Sudah Cair Subsidi BLT Ketenagakerjaan, Cek!
• VIDEO: Begini Aturan Pendaftaran Bapaslon Pilkada Sulsel
• Lionel Messi Tak Jadi Hengkang, Presiden Barcelona Josep Maria Bartomeu Mengundurkan Diri Besok
Dalam peringatan itu disebutkan ada kenaikan usaha peretasan, didasari motif finansial, yang dilakukan oleh rezim Korea Utara tahun ini setelah adanya jeda dalam aktivitas tersebut.
"Sejak Februari 2020, Korea Utara kembali menargetkan bank di berbagai negara untuk melakukukan penipuan transfer uang internasional dan pembayaran tunai melalui ATM," demikian bunyi peringatan itu, dikutip dari Reuters.
Badan penegakan hukum AS menyebut kampanye peretasan itu sebagai "Fast Cash" dan menyalahkan Biro Umum Pengintaian Korea Utara, sebuah badan spionase.
Mereka mengatakan operasi peretasan itu telah berlangsung setidaknya sejak 2016, tetapi belakangan ini semakin canggih dan banyak.
Selama beberapa tahun terakhir, pihak berwenang AS dan perusahaan keamanan siber sektor swasta menyalahkan Korea Utara atas peretasan banyak bank di Asia, Amerika Serikat, dan Afrika.
"Para pelaku siber Korea Utara telah menunjukkan sebuah kepandaian imajinatif dalam menyesuaikan taktik mereka untuk mengeksploitasi sektor finansial serta sektor lainnya operasi siber yang melanggar hukum," kata Bryan Ware, pejabat senior kemanan siber di Departeman Keamanan Dalam Negeri AS.
• Alasan Bidan Cantik di Lahat Lakukan Aksi Pornografi Live di Sosial Media,
• CEK REKENING, Alhamdulillah Langsung Transfer BLT Karyawan Swasta Cair, Cek 7 Bantuan Covid-19
• Posisi Kejari Bone Berganti, Begini Sosok Eri Satriana dan Penggantinya Slamet Jaka Mulyana
Para pakar keamanan siber dan analis kebijakan luar negeri mengatakan operasi peretasan semacam ini dilakukan untuk membantu mendanai pemerintah Korea Utara.
Korea Utara, kata mereka, kekurangan uang akibat perluasan sanksi yang terus diberlakukan oleh AS dan negara barat lainnya ke negara pimpinan Kim Jong Un itu.
Baca: Tak Hanya Miliki 60 Bom Nuklir, Korea Utara Juga Pemilik Senjata Kimia Terbesar ke-3 di Dunia
"Serangan yang terus terjadi adalah bukti ketergantungan rezim tersebut pada dana ini, juga menjadi bukti kemampuan teknis dan kebulatan tekad mereka," kata Vikram Thakue, direktur teknis perusahaan keamanan siber AS Symantec.
Inggris, AS, dan Kanada Tuduh Peretas Rusia Berusaha Mencuri Data Vaksin Covid-19
Pusat Keamanan Siber Nasional Inggris (NCSC) pada Kamis (16/7/2020) mengatakan para hacker yang didukung pemerintah Rusia berusaha mencuri data vaksin Covid-19.
Tidak hanya itu, kata NCSC, mereka juga mencuri hasil riset pengobatan Covid-19 dari institusi farmasi dan akademik di seluruh dunia.
Dilansir dari Reuters (17/7/2020), Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada menyatakan serangan siber itu berasal dari kelompok APT29 yang dikenal sebagai "Cozy Bear".
• VIDEO: Adama Dapat Dukungan Partai Gelora, Apa Kata Danny, Fatma, dan Syamsari Kitta?
• Kian Panas, China Luncurkan Rudal Pembunuh Kapal Induk ke Laut China Selatan
• Satu Rumah Panggung di Jenetallasa Jeneponto Hangus Dilalap Api
Ketiganya meyakini operasi kelompok itu merupakan bagian dari aktivitas intelejen Rusia.
Direktur Operasi NCSC, Paul Chichester, mengutuk serangan para hacker tersebut.
"Kami mengutuk serangan keji ini, serangan kepada mereka yang melakukan pekerjaan penting untuk melawan pandemi virus," kata Chichester seperti dikutip dari Reuters.
Kantor berita Rusia, RIA, mengabarkan bahwa Rusia, melalui juru bicara Dmitry Peskov, menolak tudingan Inggris itu.
Tudingan itu, kata Peskov, tidak didukung oleh bukti yang layak.
Rusia dituduh egois
Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, mengatakan aksi intelejen Rusia yang menggunakan hasil kerja penanganan pandemi sebagai targetnya "benar-benar tidak dapat diterima".
"Saat yang lain mengejar kepentingan pribadinya dengan perilaku sembrono, Inggris dan sekutunya meneruskan kerja kerasnya menemukan vaksin dan melindungi kesehatan global," kata Raab.
• Posisi Kejari Bone Berganti, Begini Sosok Eri Satriana dan Penggantinya Slamet Jaka Mulyana
NCSC mengatakan serangan APT29 masih berlanjut dan menggunakan berbagai peralatan dan teknik, termasuk spear-phising dan custom malware.
Selain itu, NCSC menyatakan APT29 terus menargetkan organisasi yang terlibat dalam pengembangan dan riset vaksin Covid-19.
Sementara itu, pihak berwenang Kanada mengatakan serangan-serangan tersebut menghalangi upaya tanggap dan dengan demikian risiko dalam organisasi kesehatan meningkat.
Sebelumnya, pada bulan Mei, Inggris dan Amerika Serikat mengatakan bahwa jaringan peretas menargetkan organisasi nasional dan internasional yang merespons pandemi virus corona.
Namun, serangan-serangan seperti itu belum secara tegas dihubungkan ke pemerintah Rusia.
Sebagia Artikel Ini Sudah Terbit: AS Sebut Peretas Korea Utara Makin Sering Membobol Bank, Didasari Motif Finansial