Fakta di Balik Kisah Mahasiswa UIN dari Keluarga Miskin,Bayar UKT Pakai Uang Receh tapi Ditolak Bank
Fakta di Balik Kisah Mahasiswa UIN dari Keluarga Miskin, Bayar UKT Pakai Uang Receh tapi Ditolak Bank
Fakta di Balik Kisah Mahasiswa UIN dari Keluarga Miskin, Bayar UKT Pakai Uang Receh tapi Ditolak Bank
TRIBUN-TIMUR.COM - Ini kisah nestapa seorang mahasiswa dari keluarga miskin yang harus tetap bayar uang kuliah di tengah pandemi corona.
Saeful Margasana namanya. Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta terpaksa membongkar celengan keluarga demi kuliah.
Celengan itu berisi uang logam pecahan Rp 1.000 yang terus ditabung setiap hari selama empat tahun sejak 2016.
• Akhirnya Mumtaz Anak Amien Rais Minta Maaf ke Wakil Ketua KPK, Hanum: Ayah Ajar Jangan Arogan
• Kenalkan Anthony Bule Pacar Salmafina Sunan Eks Taqy Malik, Jangan Pernah Sebut Dia Bule Tua!
Pandemi Covid-19 membuat usaha ibunda Saeful sebagai penjual gorengan di sekolah, harus gulung tikar karena sekolah tutup.
Sementara, sang ayah yang seorang montir tambal ban tidak cukup membiayai pendidikan yang bukan hanya untuk Saeful, tapi juga dua adik Saeful lainnya.
Saeful mengatakan, kampusnya, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, memiliki sejumlah beasiswa.
• FAKTA TERBARU Kasus Prostitusi yang Libatkan Artis FTV Vernita Syabilla, Ternyata Segini Tiap Kencan
Namun tanpa alasan yang jelas, Saeful selalu gagal mengajukan keringanan biaya kuliah alias beasiswa itu.
Sejak menjadi mahasiswa baru (maba) Saeful sudah mencoba mengajukannya.
"Semester satu nyoba ngajuin keringanan sama orang tua, enggak bisa," ujar Saeful kepada TribunJakarta.com melalui sambungan telepon, Sabtu (15/8/2020).
Pada semester tiga, Saeful juga pernah mengajukan beasiswa yang diadakan oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Universitas.
Hasilnya sama, berkas persyaratan Saeful tidak berbuah apapun.
• DAFTAR 35 Ucapan 17 Agustus, Kata-kata Selamat HUT ke-75 RI, Cocok untuk Caption di Media Sosial
"Semester tiga yang ngadain Dema U, sempat ngajuin, sudah penuhin persyaratan, enggak ada kabar juga," ujarnya.
Pada masa pandemi Covid-19 ini, Saeful juga mengatahui adanya beasiswa bagi yang terdampak Covid-19 secara ekonomi.
Namun karena melihat persyaratan yang sama, Saeful tidak tertarik. Ia tidak ingin kecewa untuk ketiga kalinya.
"Pas semester lima ini, ngelihat persyaratannya sama, cuma bedanya surat terdampak Covid-19 doang, ini mah sama saja, sudah putus asa," ujarnya.
Diberitakan TribunJakarta.com sebelumnya, Saeful viral di media sosial karena mengunggah utas di akun Twitternya, @hewanberbicara, tentang usaha membayar uang kuliah tunggal (UKT) menggunakan uang recehan logam sebanyak Rp 3,5 juta.
• Biasanya Ngomongnya Benar, Nikita Mirzani Bilang Gini Soal Video Panas Diduga The Connell Twins
Saeful menceritakan beratnya uang sebanyak Rp 3,5 juta yang terdiri dari pecahan Rp 1.000 logam, mencapai 17,5 kilogram.
Terlebih, utasnya menuai ribuan tanggapan karena uang receh logam tersebut sempat ditolak pihak bank.
Dampak Covid-19
Dampak pandemi Covid-19 benar-benar nyata secara ekonomi, setidaknya hal itu yang terjadi pada Saeful Margasana, mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mahasiswa yang akan menginjak semester lima di jurusan Komunikasi Penyiaran Islam itu, terpaksa memecahkan celengan keluarga dan membayar biaya kuliah menggunakan uang logam.
Kepada TribunJakarta.com, Saeful menceritakan, ayahnya seorang montir tambal ban, sedangkan ibunya penjual gorengan di sekolah.
Sebenarnya, pendapatan sang ibu yang paling terimbas. Ia tidak bisa berjualan karena sekolah ditutup.
Beruntung keluarga yang tinggal di bilangan Cisoka, Kabupaten Tangerang itu memiliki tabungan receh.
Mulai 2016, Saeful, orang tuanya dan dua adiknya selalu memasukkan uang Rp 1.000 logam ke dalam celengan yang terbuat dari botol air mineral bekas.
Terus menerus dikumpulkan, uang tersebut kini digunkan pada situasi darurat.
Saat tenggat bayar kuliah sudah dekat, Saeful, atas seizin orang tuanya akhirnya menggunkan celengan receh logam itu.
Saeful mengungkapkan, pada tahun sebelumnya, ia juga kesulitan membayar uang kuliah tunggal (UKT), hingga meminjam kepada seseorang.
Ia tidak ingin kesulitannya kali ini membuatnya kembali berhutang.
"Karena kan lagi pandemi gini. Orang tua juga pemasukan lagi enggak ada. Cuma jualan gorengan di sekolah sekolah juga ditutup, bapak cuma tambal ban, ya tambal ban, paling ngisi angin seribu dua ribu."
"Tahun kemarin sempat pinjam duit buat bayar UKT, mau minjam lagi juga enggak enak, minjam-minjam mulu buat bayar kuliah. Akhirnya ada tabungan dibukalah itu, hari Rabu kalau enggak salah," tutur Saeful melalui sambungan telepon.
Awalnya, Saeful sangsi dengan celengan keluarganya yang hanya berisi uang logam pecahan Rp 1.000 itu.
Namun setelah dihitung seharian lebih, ternyata uang logam itu cukup untuk membayar UKT sebesar Rp 3,5 juta.
"Yasudahlah dicoba buka celengan, awalnya enggak yakin sampai ada Rp 3,5 juta. Akhrinya dihitung duitnya, pagi-pagi sudah dapat Rp 1,2 juta. Ngitungnya juga pegel, ditinggal tidur. Eh diterusin sama ibu, Ini sudah selesai, dan cukup," ujarnya.
Seperti diberitakan TribunJakarta.com sebelumnya, Saeful belum juga membayarkan UKT semester limanya karena ditolak pihak bank.
Saeful mengunggah kisahnya bayaran menggunakan uang logam itu dalam bentuk cuitan di Twitter.
Cuitan itupun viral dan mendapat banyak tanggapan dari ribuan netizen.
Berat Sampai 17,5 Kilogram
Seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Saeful Margasana viral di media sosial, usai mengunggah kisahnya membayar uang kuliah tunggal (UKT) menggunakan uang logam pecahan Rp 1.000, ke media sosial Twitter.
Dalam cuitan di akun Twitternya @hewanberbicara itu, Saeful menceritakan secara runut dari mulai kendalanya membayar uang kuliah hingga memecahkan celengan yang berisi uang logam itu.
Tak berhenti sampai situ, Saeful juga menceritakan perjuangannya membawa uang logam yang sangat banyak itu ke bank hingga ditolak oleh teller bank.
TribunJakarta.com menghubungi Saeful untuk mengonfirmasi kisahnya itu.
Mahasiswa jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) itu menuturkan, mulanya Saeful kesulitan bayar uang kuliah sebesar Rp 3,5 juta karena orang tuanya terdampak Covid-19 secara ekonomi.
Ibunya seorang penjual gorengan di sekolah, sedangkan sekolah ditutup saat pandemi Covid-19 ini.
Ayahnya merupakan montir sepeda motor yang melayani jasa tambal ban.
Karena pendapatan menurun, keluarga yang tinggal di Cisoka, Kabupaten Tangerang itu memutuskan untuk membongkar celengan logam mereka.
"Akhirnya ada tabungan dibukalah itu, hari Rabu kalau enggak salah," ujar Saeful melalui sambungan telepon, Sabtu (15/8/2020).
Saking banyaknya uang logam tabungannya, Saeful sampai menimbang dan beratnya mencapai Rp 17,5 kilogram.
Tidak sanggup membawa sendiri, Saeful meminta tolong teman untuk membantunya membawa uang hasil tabungan keluarga itu ke bank.
"Besoknya berangkat lah saya minta tolong sama temen buat megangin, berat soalnya Rp 17,5 kilo. Teman juga kaget, eh ini duit. Kalau naik angkot pegal bawa duitnya. Akhirnya pakai motor dia berangkat," ujarnya.
Dari Cisoka, Saeful membayar biaya kuliahnya ke bank yang ada di Balaraja, Kabupaten Tangerang.
Apesnya, bank pertama yang didatangi mengaku sistemnya sedang eror, padahal Saeful sudah sempat mengantre.
"Jam 09.30 WIB, sampai lah ke BNI, BNI sudah ngantre, ternyata embak-embaknya bilang eror," ujarnya sambil tertawa.
Tidak kalah apes, pada bank kedua yang disambangi, Saeful malah ditolak teller bank dengan alasan tidak ada alat penghitung uang logam.
"Nyobalah di Mandiri, sudah ngisi kertas gitulah, ngantre, sudah dimasukin datanya sama embak-embaknya. Saya nanya boleh enggak bayarnya pakai uang receh. Mungkin yang dia maksud seribuan dua ribuan kali ya, katanya boleh."
"Pas sudah maju sampai depan teller, mana mas duitnya, saya panggil teman saya. Pas dilihat satu kardus, dia kaget, wah recehan," ujarnya.
Karena uang logamnya tidak diterima, Saeful dan temannya akhirnya menukarkan recehan itu ke minimarket.
Bukan satu, tapi lima minimarket berbeda.
"Enggak satu alfamart, ada yang nerima Rp 500 ribu, ada yang nerima Rp 1 juta, ada yang Rp 1,5 juta," ujar sulung dari tiga bersaudara itu.
Uang logam sudah ditukar menjadi uang kertas pecahan Rp 100 ribu, Saeful dan temannya kembali ke bank.
Bak sudah jatuh tertimpa tangga, Saeful mendapati pintu bank sudah tertutup.
Ia pun terpaksa kembali pulang ke rumah dengan uang tetap di tangan walaupun suah berubah dari logam menjadi uang kertas.
Setidaknya Saeful bersyukur karena ia baru mengetahui bahwa tenggat pembayaran uang semester limanya diundur sampai 21 Agustus 2020 dari yang sebelumnya 14 Agustus 2020.
"Pas saya pulang malamnya ada pemberitahuan diperpanjang sampe tanggal 21," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Ayah Montir Tambal Ban & Ibu Jual Gorengan, Mahasiswa UIN Jakarta Ini Bongkar Celengan Demi Kuliah