ILC TV One Tadi Malam: Alasan Eks Kepsek yang Pernah Dicopot Ahok Minta Nadiem Makarim Setop POP
ILC TV One tadi malam: alasan eks Kepsek yang pernah dicopot Ahok minta Mendikbud Nadiem Makarim setop POP.
TRIBUN-TIMUR.COM - ILC TV One tadi malam: alasan eks Kepsek yang pernah dicopot Ahok minta Mendikbud Nadiem Makarim setop POP.
Talkshow Indonesia Lawyers Club yang tayang melalui stasiun televisi TV One, Selasa (28/7/2020) malam, membahas soal polemik Program Organisasi Penggerak ( POP ) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud ) dengan anggaran Rp 595 miliar.
Hadir dengan judul "Muhammadiyah, NU, PGRI Mundur: Memprotes Nadiem Memberi Hibah Konglomerat".
Dalam talkshow di ILC TV One, tadi malam, salah seorang narasumber yang hadir, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI ) Bidang Pendidikan Retno Listyarti meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud ), Nadiem Makarim menghentikan POP karena program tersebut dinilai tidak tepat.
Mantan Kepala SMA Negeri 3 Jakarta itu yang pernah dicopot Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok semasa menjabat Gubernur DKI Jakarta, menilai, POP yang merupakan turunan dari kebijakan Merdeka Belajar telah menjadi komoditas dagan perusahaan, dimana pemilik perusahaan itu merupakan pembisik Nadiem Makarim.
“Saya khawatir pendidikan jadi komoditas dagangan, dengan begitu pendidikan akan menjadi mahal, padahal sesuai konstitusi pendidikan adalah hak dan kebutuhan seluruh warga negara,” kata Retno Listyarti sekaligus mantan Kepala SMA Negeri 76 Jakarta.
Belum lagi muncul Putera Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation sebagai penerima sebagian besar dana POP.
Kemendikbud: Sampoerna dan Tanoto Pakai Pembiayaan Mandiri
Sementara pada Senin (27/7/2020) kemarin, Mendikbud, Nadiem Makarim melalui siaran pers Kemendikbud yang ditayangkan melalui laman kemdikbud.go.id menyatakan, Putera Sampoerna Foundation bersama Tanoto Foundation dipastikan menggunakan skema pembiayaan mandiri untuk mendukung POP.
Dengan demikian, kedua yayasan yang selama ini bergerak di bidang pendidikan tersebut tidak memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Berdasarkan masukan berbagai pihak, kami menyarankan Putera Sampoerna Foundation juga dapat menggunakan pembiayaan mandiri tanpa dana APBN dalam Program Organisasi Penggerak dan mereka menyambut baik saran tersebut. Dengan demikian, harapan kami ini akan menjawab kecemasan masyarakat mengenai potensi konflik kepentingan, dan isu kelayakan hibah yang sekarang dapat dialihkan kepada organisasi yang lebih membutuhkan,” kata Nadiem Makarim di Jakarta, Senin (27/7/2020).
Mendikbud berharap organisasi penggerak seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang selama ini sudah menjadi mitra strategis pemerintah dan berjasa besar di dunia pendidikan – bahkan jauh sebelum negara ini berdiri, dapat kembali bergabung dalam POP.
"Dengan penuh rendah hati, saya memohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang timbul dan berharap agar ketiga organisasi besar ini bersedia terus memberikan bimbingan dalam proses pelaksanaan program, yang kami sadari betul masih jauh dari sempurna," ujar Nadiem Makarim.
Sementara itu, organisasi yang menanggung biaya pelaksanaan program secara mandiri nantinya tidak wajib mematuhi semua persyaratan pelaporan keuangan yang sama yang diperlukan untuk bantuan pemerintah dan tetap diakui sebagai partisipan Program Organisasi Penggerak.
Namun, kendati tak memakai anggaran negara, Kemendikbud tetap akan meminta laporan pengukuran keberhasilan program dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik. Instrumen pengukuran yang digunakan antara lain Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter untuk SD dan SMP atau Instrumen capaian pertumbuhan dan perkembangan anak untuk PAUD.
“Sekali lagi, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan perhatian besar terhadap program ini. Kami yakin penguatan gotong-royong membangun pendidikan ini dapat mempercepat reformasi pendidikan nasional yang diharapkan kita semua," kata Nadiem Makarim.
Mengenal POP
Sebelumnya, sejumlah organisasi masyarakat dan organisasi pendidikan menyatakan mundur dari POP yang digagas Kemendikbud.
Setidaknya, ada 3 organisasi yang telah menyatakan mundur, yaitu Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU), dan Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI ).
Alasan mereka mundur karena proses seleksi POP yang dinilai tak sejalan dengan semangat perjuangan pendidikan.
Selain alasan di atas, ketiga organisasi tersebut sepakat bahwa anggaran program ini dapat dialokasikan untuk keperluan lain yang lebih mendesak di bidang pendidikan.
Tak hanya meminta untuk realokasi, bahkan Federasi Serikat Guru Indonesia ( FSGI ) mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi turut mengawasi program tersebut.
"KPK harus pelototi ( POP ). Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan keuangan POP," kata Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim seperti dikutip dari Antara, Senin (27/7/2020).
Lantas, apa sebenarnya POP?
Program ini pertama kali diluncurkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim pada 10 Maret lalu.
POP merupakan episode keempat dari terobosan kebijakan Merdeka Belajar yang digagas oleh Nadiem Makarim pasca ditunjuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai menteri.
Dalam sebuah video yang diunggah pada laman resmi Kemendikbud, Nadiem Makarim menyatakan kualitas pendidikan di Indonesia masih perlu ditingkatkan.
"Sudah hampir 20 tahun Indonesia belum berhasil meningkatkan hasil belajar siswa," kata Nadiem Makarim dalam unggahan video tersebut, seperti dilihat Kompas.com, Senin (27/7/2020).
Atas dasar itulah, Kemendikbud kemudian menyusun POP.
POP merupakan program pemberdayaan masyarakat secara masif melalui dukungan pemerintah untuk peningkatan kualitas guru dan kepala sekolah berdasarkan model-model pelatihan yang sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.
Dasar hukum dari pelaksanaan program ini adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 32 Tahun 2019 tentang Pedoman Umum Penyaluran Bantuan Pemerintah di Kemendikbud.
Serta, Peraturan Sekjen Kemendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Bantuan Pemerintah Untuk Pengembangan Mutu Guru dan Tenaga Kependidikan.(*)