Perjalanan Kasus Penyerangan Novel Baswedan, Sejak April 2017 hingga Sidang Vonis Hari ini
Secara tiba-tiba, pada 27 Desember 2019, Polri merilis penangkapan dua pelaku penyerangan Novel.
Penulis: Nur Fajriani R | Editor: Anita Kusuma Wardana
Menurut dia, Novel akan kembali aktif sebagai kasatgas di penyidikan pada Direktorat Penyidikan Kedeputian bidang Penindakan.
8 Januari 2019

Tim gabungan tersebut dibentuk berdasarkan rekomendasi Komnas HAM.
Tim itu terdiri atas 65 orang yang berisi berbagai unsur antara lain praktisi yang menjadi tim pakar, internal KPK dan kepolisian.
Pegiat HAM juga turut dilibatkan. Mereka adalah Ketua Setara Institute Hendardi, mantan Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti, serta bekas Komisioner Komnas HAM periode 2007-2012 yaitu Ifdhal kasim.
Mereka bekerja berdasarkan Surat Tugas Nomor Sgas/3/I/HUK.6.6/2019 yang ditandatangani Tito pada 8 Januari 2019. Surat tugas ini berlaku enam bulan terhitung mulai 8 Januari hingga 7 Juli 2019.
Tim gabungan menemukan setidaknya tiga temuan selama enam bulan terakhir menjalankan tugasnya.
Pertama, penyerangan Novel diduga terjadi karena pekerjaannya sebagai penyidik KPK.
Kedua, Novel diduga menggunakan kekuasaannya secara berlebihan, yang menyebabkan sejumlah pihak sakit hati.
Ketiga, berkaitan dengan enam kasus besar yang pernah ditangani Novel selama bekerja di KPK.
Sementara itu, satu kasus lainnya tidak ditangani Novel sebagai penyidik KPK tetapi tidak menutup kemungkinan adanya keterkaitan dengan penyerangan terhadap Novel.
Kasus yang dimaksud, yakni penembakan pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada 2004. Namun, temuan tersebut justru dipertanyakan oleh tim kuasa hukum Novel dan juga KPK.
Sebab, Polri terkesan melempar tanggung jawab pengungkapan kasus kliennya dengan menyebut ada enam kasus high profile yang ditangani Novel.
17 Juli 2019
Setelah TGPF gagal mengungkap penyerang Novel, Polri lalu membentuk Tim Teknis Lapangan guna menindaklanjuti temuan Tim Gabungan.
Tim yang dipimpin Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Idham Azis diberi waktu enam bulan untuk menyelesaikan tugasnya.