Kolom Ahmad M Sewang
Dilarang Saling Menyesatkan dan Mengafirkan Sesama Muslim
Di sinilah umat perlu disadarkan untuk saling memahami dan menghormati perbedaan yang ada.
Wasil mengerti betul bahwa Khawarij memaknai al-Quran secara tekstual, seperti dalam QS al-Taubah: 6,
وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْلَمُونَ
Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan padamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah.
Kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.
Khawarij tidak memiliki khazanah penafsiran lain dari ayat di atas selain mereka hanya memahami jika orang musyrik datang mohon pertolongan, maka mereka harus ditolong.
Seharusnya penafsiran mereka dikembangkan ke arah positif, "Sedang orang musyrik ditolong apalagi sesama orang beriman."
Mereka sudah menutup telinga mendengar nasehat orang lain, bahkan nasehat Nabi sekalipun.
• Ibu-ibu di Kampung ini Kompak Soal Urusan Ranjang, Tak Mau Hamil & Pilih Kondom: Lebih Terasa!
Dalam hubungan ini, Nabi sangat mencela orang yang mengafirkan bagi siapa pun sudah mengucapkan Lailaha Illallah, Nabi bersabda :
كفوا عن اهل لااله الا الله لاتكفروهم بذنب من كفر اهل لااله الاالله فهو الى الكفر اقرب
Tahanlah diri kalian (menuduh) orang yang mengucapkan lailaha illalah.
Barang siapa mengafirkan orang yang menucapkan lailaha illallah, maka ia lebih dekat kepada kekafiran.
Dalam sebuah kisah tentang sahabat Usamah bin Zaid yang membunuh seorang lelaki dalam suatu pertempuran, setelah mengucapkan la ilaha illallah.
Tetapi, tetap saja Usamah kalap membunuhnya. Alasannya, ucapan "lailaha illallah" yang keluar dari mulutnya adalah sebagai kamulflase kepura-puraan karena takut pada kematian.
Kejadian ini sampai pada Nabi dan beliau mengecam Usamah dengan berkata, هل شققت على قلبه؟ Apakah engkau telah membedah dadanya? (Untuk mengetahui bahwa ia berpura-pura)
Ungkapan metaforis Nabi di atas menunjukkan beliau marah dan tidak setuju kepada sikap Usamah.
Jadi seorang pun tidak dibenarkan mengafirkan bagi seorang yang sudah mengucapkan syahadat.
Seri berikutnya sebgai prasyarat Persatuan Umat adalah saling menghargai perbedaan. (*)
Wassalam
Makassar, 16 Juli 2020