Kronologi Lengkap Penangkapan Buronan Kelas Kakap Maria Pauline Lumowa setelah Buron Selama 17 Tahun
kasus pembobolan BNI yang dilakukan Maria Pauline Lumowa ini berawal pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Anita Kusuma Wardana
TRIBUNTIMURWIKI.COM- Setelah belasan tahun jadi incaran kepolisian, akhirnya Maria Pauline Lumowa.
Ia menjadi buron karena melakukan pembobolan kas Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun.
Terhitung 17 tahun, setelah pada tahun 2003 ia ditetapkan sebagai salah satu buronan Indonesia.
Tepat pada hari ini, Maria dijadwalkan akan tiba di Indonesia dari Serbia pada Kamis (9/7/2020) hari ini.
Lantas bagaimana kronologi penangkapannya?
Dilansir dari Wartakotalive, ekstradisi Maria dari Serbia ke Indonesia ini tak lepas dari upaya kunjungan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
• Sosok Maria Pauline Lumowa, Pembobol Kas BNI Rp 1,7 Triliun yang Jadi Buron selama 17 Tahun
• 6 FAKTA Maria Pauline Lumowa Pembobol BNI Rp 1,7 Triliun, 17 Tahun Buron & Kabur ke Sejumlah Negara
• Biodata Maria Pauline Lumowa Pembobol BNI Rp 1,7 Triliun, ini Profesinya Sebelum Ditangkap
"Dengan gembira saya menyampaikan bahwa kami telah secara resmi menyelesaikan proses handing over atau penyerahan buronan atas nama Maria Pauline Lumowa dari pemerintah Serbia," ujar Yasonna, Rabu (8/7/2020), dilansir Kompas.com.
Sebelum diekstradisi, Maria ditangkap NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikolas Tesla pada 16 Juli 2019.
Yasonna menjelaskan, penangkapan Maria Pauline Lumowa tersebut berdasarkan red notice Interpol yang terbit 22 Desember 2003.

Karenanya, atas penangkapan itu, pemerintah bereaksi cepat menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.
Tak hanya itu, pemerintah juga meminta percepatan proses ekstradisi terhadap Maria.
Saat kepulangannya menuju Indonesia, Maria terlihat mengenakan baju tahanan Bareskrim Polri dan tangannya diborgol.
Meski begitu, upaya ekstradisi Maria Pauline Lumowa sempat mengalami masalah.
Mengutip Kompas.com, Yasonna mengatakan ada upaya hukum dari Maria untuk melepaskan diri dan sebuah negara Eropa ingin mencegah ekstradisi terwujud.
Meski begitu, Pemerintah Serbia tetap pada komitmennya untuk mengekstradisi Maria ke Indonesia.
Terwujudnya ekstradisi Maria, kata Yasonna, tak lepas dari diplomasi hukum dan hubungan baik antarnegara, juga karena komitmen pemerintah dalam penegakan hukum.
"Indonesia dan Serbia memang belum saling terikat perjanjian ekstradisi."
"Namun lewat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia dan mengingat hubungan sangat baik antara kedua negara, permintaan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dikabulkan," terang Yasonna Laoly dalam siaran pers, Rabu (8/7/2020).
Tak hanya itu, ekstradisi Maria Pauline Lumowa ini juga dipengaruhi asas timbal balik.
Diketahui, sebelumnya Indonesia sempat memenuhi permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015 silam.
Kronologi Kasus Pembobolan BNI
Dikutip Tribunnews dari Kompas.com, kasus pembobolan BNI yang dilakukan Maria Pauline Lumowa ini berawal pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003.
Saat itu, BNI memberikan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro kepada PT Gramarindo Group.
Nominal tersebut setara Rp 1,7 triliun dengan kurs waktu itu.
Diketahui, PT Gramarindo Group merupakan milik Maria dan Adrian Waworuntu.
Bantuan yang didapat PT Gramarindo Group diduga melibatkan orang dalam.
Pasalnya, BNI menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp.
Di mana, keempat bank itu bukanlah bank korespondensi BNI.
Baru pada Juni 2003, pihak BNI curiga pada transaksi keuangan PT Gramarindo Group dan mulai melakukan penyelidikan.
Hasilnya, BNI mendapati perusahaan milik Maria dan Adrian tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif inipun dilaporkan ke Mabes Polri.
Sayang, Maria sudah terbang ke Singapura pada September 2003.
Tepat satu bulan sebelum ia ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus bentukan Mabes Polri.
Maria diketahui berada di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Awal Mula Kasus Maria Pauline
Kasusnya dengan BNI berawal dari Oktober 2002 hingga Juli 2003.
Pada saat itu, PT Gramarindo Group, perusahaan yana ia miliki, mendapatkan pinjaman dana dari BNI sebesar 1,7 triliun rupiah. Dana tersebut didapatkan melalui Letter of Credit L/O fiktif.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, BNI curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group tersebut, atas dasar penyelidikan, PT Gramarindo Group tidak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan kek Mabes Polri. Pada September 2003, atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka, dirinya telah lebih dahulu terbang ke Singapura.
Sejak saat itu dia menjadi buronan.
Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara tersebut juga diketahui merupakan warga negara Belanda. Ia pun juga sering diketahui bolak-balik Belanda – Singapura.
Pemerintah Indonesia sempat mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Belanda pada tahun 2010 dan 2014.
Namun, usaha tersebut mendapatkan penolakan dari Belanda. Pemerintah Belanda justru memberikan opsi agar Maria Pauline disidangkan di Belanda.
Tim Pemburu Koruptor
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, pemerintah akan menghidupkan kembali tim pemburu koruptor.
Ia menjelaskan tim tersebut nantinya beranggotakan unsur pimpinan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kemenkumham, yang akan dikoordinir langsung oleh Kemenko Polhukam.
Mahfud MD juga mengaku telah menemui beberapa anggotanya.
Hal tersebut disampaikan Mahfud MD dalam video yang disampaikan Tim Humas Kemenko Polhukam, Rabu (8/7/2020).
"Ingin saya sampaikan, kita itu punya tim pemburu koruptor. Ini mau kita aktifkan lagi."
"Ya anggotanya ya pimpinan Polri, pimpinan Kejaksaan Agung, pimpinan Kemenkumhan."
"Nanti dikoordinir dari Kantor Kemenko Polhukam, ini tim pemburu koruptor ini sudah ada beberapa dulu, hadir."
"Nanti mungkin dalam waktu yang tidak lama tim pemburu koruptor ini akan membawa orang, juga pada saatnya akan memburu Djoko Tjandra (buronan Kejaksaan Agung)," tutur Mahfud MD.
Terkait payung hukum pengaktifan kembali tim tersebut, Mahfud MD menjelaskan, tim tersebut pernah dibentuk dengan Instruksi Presiden (Inpres) yang berlaku satu tahun dan belum diperpanjang kembali.
Ia pun mengatakan akan berupaya memperpanjang kembali Inpres tersebut.
Selain itu ia mengatakan, Kemenko Polhukam juga telah memiliki instrumen hukum untuk dikaitkan ke Inpres tersebut, jika nantinya Inpres tersebut diperpanjang kembali.
"Pernah ada inpresnya dulu tapi kemudian Inpres ini waktu itu berlaku satu tahun, belum diperpanjang lagi."
"Kita akan coba perpanjang, dan Kemenko Polhukam sudah punya instrumennya, dan kalau itu diperpanjang langsung nyantol ke Inpres itu," jelas Mahfud MD.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Yang Disoroti Buronan Djoko Tjandra yang Tertangkap Malah Maria Pauline Lumowa, Begini Ceritanya