CITIZEN ANALYSIS
Resilience Danau Tempe, Antara Ekspektasi, Bencana dan Eksploitasi
Indonesia memiliki 840 danau besar dan 753 danau kecil. Sebagian besar di antaranya ‘sakit parah’ bahkan menuju kehancuran permanen.
Sepanjang mata memandang hanya ada rumput dan Tanah kering merekah. Habitat ikan-ikan telah lenyap entah kemana.
Kondisi ini pernah berkali-kali terjadi di Danau Tempe. Masyarakat yang sebelumnya berprofesi sebagai Nelayan, secara otomatis berubah mata pencaharian sebagai petani palawija musiman.
Danau akan berubah menjadi kawasan perkebunan jagung dan sayur-sayuran yang sangat luas dengan produksi yang sangat melimpah.
Namun saat musim penghujan kembali datang, Danau Tempe akan dengan mudahnya terisi air kembali.
Hal ini sebuah realitas yang telah dipahami bersama oleh masyarakat dan pemerintah terkait bahwa kondisi kering dan banjir hanyalah sebuat akibat dari sebuah sebab sedimentasi yang telah bertumpuk selama puluhan tahun yang mengakibatkan pendangkalan.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah terkait dalam mengatasi berbagai permasalahan fisik, permasalahan perikanan dan permasalahan lain di Danau Tempe.
Pemerintah Kabupaten Wajo sebagai pengelola terbesar berdasarkan batas administratif diantara Kabupaten Soppeng dan Sidrap, telah melakukan berbagai upaya seperti pengerukan dasar danau yang telah berlangsung selama kurun waktu 2017 hingga 2019.
Upaya itu menggunakan bantuan biaya pusat yang bersumber dari APBN, yang berfungsi untuk mengurangi sedimentasi yang di klaim sebagai penyebab pendangkalan.
Selain itu juga dibangun Bendung Gerak yang berfungsi untuk menjaga kestabilan tinggi air agar tetap bisa digunakan sebagai kawasan budi daya ikan air tawar dan sebagai sumber air baku bagi masyarakat Wajo.
Namun sampai sejauh ini semua upaya yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan luapan air secara signifikan, jika air yang datang melebihi ambang batas kapasitas danau.
Itulah realitas dari kondisi danau tempe yang ada sekarang ini. (*)