Kolom Ahmad M Sewang
Mulanya Dianggap Utopia, Berubah Jadi Kenyataan Dalam Kurun Waktu Lain
Terinspirasi saat penulis berkesempatan ke Pulau Texam, di Laut Utara, ujung timur laut negeri Belanda.
Untuk menghindari persaingan kurang sehat, pada bulan Maret 1602 banyak perusahaan mereka menggabungkan diri ke dalam satu organisasi dagang disebut VOC yang berpusat di Amsterdam.
Segera setelah itu, ekspedisi yang mulanya bertujuan perdagangan berubah jadi penjajahan.
Dalam catatan sejarah, sejak itu Indonesia dijajah selama tiga setengah abad. Kekecewaan mulai muncul ketika penjajah melakukan eksploitasi secara tidak adil terhadap negeri jajahan.
Kebetulan penduduk setempat mayoritas muslim dan agama mereka tidak membiarkan ketidakadilan itu berlangsung, maka tidak heran jika terjadi perlawanan di mana-mana.
Di Kerajaan Goa terjadi Perang Makassar. Di Jawa pecah Perang Diponegoro.
Di Sumatera terjadi Perang Paderi yang di pimpin Imam Bonjol dan banyak lagi perlawanan di daerah lainnya di seluruh tanah air.
Perang ini mulanya, mustahil bisa dimenangkan bahkan dianggap utopia. Bagaimana mungkin berhadapan kolonial Belanda yang terorganisasi rapi dan memiliki persenjataan canggih waktu itu.
Mereka memiliki strategi perang yang sempurna. Belum lagi politik devide et impera yang terkenal itu.
Misalnya pada Perang Makassar. Belanda menerapkan politik devide et impera dengan berkoalisi penduduk setempat yaitu Arung Palaka dari Kerajaan Bone.
• VIDEO: Apel Siaga Ganyang Komunis di Makassar
Dengan koalisi itu, mudah Sultan Hasanuddin dipaksa menyerah untuk menandatangani Perjanjiaan Bongaya yang sangat merugikan Kerajaan Makassar (kerajaan Goa dan Tallo) pada tahun 1667.
Di antara penyebab perlawanan terhadap kolonialisme sangat sulit dimenangkan, karena para pejuang melakukan perlawanan secara sporadis.
Tidak terkoordinasi semacam gerakan bersama yang memungkinkan perlawanan bisa dilakukan secara bersama dan terpadu.
Bersamaan dengan datangnya abad kedua puluh muncul kesadaran baru membentuk pergerakan nasional yang dimulai organisasi Budi Utomo, Syarikat Islam dan sebagainya.
Timbul pula organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama kedua organisasi ini ikut serta membangun kesadaran nasionalisme lewat pendidikan.
Sebelumnya, pengaruh dari gerakan nasional dengan munculnya pergerakan pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda: berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu, yaitu Indonesia.