Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kolom Teropong

Kisruh PPDB Hingga Muncul Warga Siluman

Lucunya, jalur zonasi justeru telah menimbulkan kecemburuan dari para orangtua calon siswa. Ada yang bermukim sangat dekat sekolah, tapi tak lolos

Editor: Jumadi Mappanganro
dokumen Abdul Gafar
Abdul Gafar 

Oleh: Abdul Gafar
Dosen llmu Komunikasi Unhas Makassar

Pendidikan akan menentukan sejarah perjalanan bangsa ke depan. Dunia akan aman atau hancur tergantung seberapa besar peran pendidikan di dalamnya.

Mencetak manusia cerdas tidak semata urusan dunia, tetapi juga menentukan kondisi akhirat kita.

Kesalahan menata pendidikan bukanlah manfat yang akan diperoleh melainkan petaka dan bencana siap menerkam.

Pendidikan hari ini boleh dikatakan berbiaya mahal, boleh juga malah gratis. Di sinilah kita perlu cerdas dalam memilih lembaga pendidikan yang akan ditempuh.

10 Makanan dan Minuman Bisa Menurunkan Daya Ingat hingga Merusak Otak, Ada Keju hingga Ikan

Ada yang beranggapan bahwa untuk memperoleh pendidikan yang baik, mesti ditunjang biaya yang mahal. Karena segala sarana dan prasarana penunjang disediakan oleh lembaga tersebut.

Tidah heran, memang ada sekolah yang berbiaya mahal namun ekivalen dengan kualitas dan prestasi anak didiknya. Namun anggapan tersebut tidak selamanya benar.

Ada lembaga pendidikan yang murah, tetapi tetap menjaga kualitas luarannya. Hal ini tergantung dari niat , visi, dan misi pengelola lembaga pendidikan tersebut.

Sekolah seyogyanya lebih ditekankan kepada sumbangsih sosial mengembangkan kapasitas anak bangsa dibandingkan aspek bisnis dan komersil. Tetapi fakta berbicara lain.

Ada sekolah yang memang dilahirkan untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan pengelola lembaga pendidikan tersebut.

Dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 telah menyebutkan dengan jelas dalam Bab II Pasal 2 dikatakan “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Kemudian Pasal 3 dikatakan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

TRIBUNWIKI: Profil Kasat Lantas Polres Luwu Timur, Cantik dan Masih Muda

Pasal tersebut di atas jika dapat diterapkan dengan baik sesuai koridor yang diamanahkan, akan menghasilkan luaran yang hebat dan paripurna. Saat ini dunia pendidikan kita lagi mengalami kekisruhan dengan pola seleksi yang ada, terkhusus untuk level SMA/K ke bawah pada sekolah negeri.

Seperti dikutip dari Kompas.com menjelaskan, dalam sistem PPDB 2019, kuota jalur zonasi adalah minimal 80 persen dari total 100 persen.

Sisanya diperuntukkan untuk jalur prestasi dan jalur perpindahan. Pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun 2020, kuota jalur zonasi berkurang menjadi 50 persen.

Dengan demikian skema kuota jalur PPDB 2020 berubah menjadi: jalur zonasi 50 persen, afirmasi 15 persen, pindahan 5 persen dan jalur prestasi 30 persen.

Lucunya, jalur zonasi justeru telah menimbulkan kecemburuan dari para orang tua calon siswa.

Ada yang bermukim sangat dekat dari sekolah tersebut , namun tidak terterima akibat terbaca oleh GoogleMap salah ukuran.

Yang jauh malah diterima. Ada yang bersoloroh, mungkin sistemnya terkena virus corona sehingga hasilnya error.

Untuk mengakali GoogleMap, konon ada calon yang mengisi dalam jarak terdekat walaupun faktanya ia tidak bermukim di tempat tersebut.

Balitbang Kementan: Riset Eukalyptus Kementan Untuk Berkontribusi Pada Kesehatan Bangsa

Ada juga yang tiba-tiba menjadi anggota keluarga ‘baru’ yang kebetulan jarak ke sekolah tersebut cukup dekat dan berpotensi diterima.

Kata orang tua yang anaknya tidak beruntung diterima menyebutkan sebagai ‘ warga siluman’.

Konon, ada sekolah yang mengabaikan sistem persentase. Asalkan mampu membayar ‘sekian’, langsung bisa diterima.

Wah, payah si miskin. Tetaplah bodoh bin dungu alias tolol terkena imbas sistem yang tidak akurat. (*)

Artikel ini telah terbit di Kolom Teropong Rubrik Opini Koran Tribun Timur edisi cetak, Senin (6/7/2020).

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Nikah Massal

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved