KILAS TOKYO
Merasakan Budaya Sopan Santun Khas Jepang di Kereta
Meski kereta penuh sesak, entah kenapa suasana biasanya hening. Penumpang memilih membaca, tidur ataumendengarkan musik melalui headset.
Oleh: Muh. Zulkifli Mochtar
Doktor alumni Jepang asal Makassar. Bermukim di Tokyo
MENGULAS tentang Tokyo, tidak lengkap tanpa mengulas sistem transportasi keretanya.
Aktifitas warga sangat bergantung ke moda utama ini. Seberapa banyak pengguna mobil pribadi?
Sekitar 12 persen, menurut data Tokyo Metro. Tahun 1960-an, generasi baby boomers Jepang sangat konsumerisme dan juga gemar bermobil.
Saat Olimpiade Tokyo 1964, Tokaido Shinkansen Tokyo – Shin Osaka sepanjang 515 kilometer dibuka sebagai high speed rail system pertama di dunia.
Jalur komuter dan subway pun makin pesat menjangkau semua daerah. Jepang memasuki era kereta.
• Alumni Teknik Unhas Angkatan 98 Bahas Peluang Pengembangan Energi Terbarukan di Sulawesi Selatan
Biaya parkir dan pajak tinggi membuat warga mulai menjauh dengan mobil. Apalagi kereta makin tepat waktu dan infrastruktur stasiun makin modern.
Kebanyakan mobil menganggur di garasi hari kerja dan baru digunakan saat libur. Toh anak anak juga berjalan kaki sendiri ke sekolah setiap hari.
Banyak karakter budaya negara ini terasa saat berkereta di Jepang.

Jangan kaget jika melihat masinis kereta berteriak lantang sembari menunjuk nunjuk panel control seakan berbicara sendiri.
Ini disebut Yubisashi Kanko. Dalam bahasa Inggris-nya Pointing dan Calling.
Metode diperkenalkan oleh masinis Yasoichi Hori 100 tahun lalu.
Metode ini melatih prosedural, mengharuskan menyebut, menunjuk point, memastikan diri bahwa tidak terjadi kesalahanwaktu dan step kerja.
• Pasien Positif Corona Bertambah 4 Orang di Sulbar, Dua Diantaranya Mahasiswa dari Makassar
Penelitian Railway Technical Research Institute meyakini, metode ini bisa mengurangi kemungkinan human error dari 2,38 menjadi 0,38 kesalahan per 100 aksi.
Ketika penumpang mengalir berdatangan ke stasiun, ada jalur antre menunggu yang kadang hanya dimarked selotipe biru dan hijau.
Biru yang menunggu duluan. Sedangkan hijau yang datang belakangan.
Saat kereta tiba, antrian berubah dari bentuk lurus menjadi miring kiri kanan, memberi space penumpang di kereta keluar.
Jadi tidak ada istilah terikut ke stasiun berikut karena susah keluar. Penumpang di garis biru naik kereta, lalu penumpang di garis hijau otomatis pindah ke garis biru.
Begitulah seterusnya. Saat kereta delay, penumpang akan dibagikan kertas kecil permintaan maaf sekaligus notifikasi keterlambatan.
• 8 Tempat Ini Dilarang Simpan Ponsel, Bisa Pengaruhi Kesuburan Hingga Meningkatkan Risiko Kanker
Bisa jadi evidence laporan keterlambatan di tempat kerja.
Meski kereta penuh sesak, entah kenapa suasana biasanya hening. Penumpang memilih membaca, tidur ataumendengarkan musik melalui headset.
Pernah tiba-tiba terdengar dering nyaring handphone saya. Ternyata istri menelpon dan saya lupa mengecilkan volume.
Serentak penumpang menoleh ke saya, Tidak marah, tapi menatap tajam seakan memperingatkan agar segera mengecilkan suara handphone.
Padahal jangankan menelpon, makan minumsaja saya tidak berani. Meski ini perkara etika kesopanan saja.
Negara ini memang punya banyak etika tak tertulis saat berkereta.
Setuju atau tidak, mau atau tidak, inilah sistem mereka membangun keteraturan. (*)
Artikel ini telah terbit di Kolom Kilas Tokyo, Rubrik Opini koran Tribun Timur edisi cetak Sabtu, 4 Juli 2020