WTP
PUKAT Duga Ada 'Kongkalikong' di Balik Pemberian Opini WTP ke Pemda
Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Patria Artha mulai mencium aroma korupsi dalam pemberian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Penulis: Saldy Irawan | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM,MAKASSAR - Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Patria Artha mulai mencium aroma korupsi dalam pemberian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Peneliti PUKAT, Bastian Lubis yang juga Rektor UPA mengatakan ia menemukan adanya indikasi kongkalikong oknum di lembaga BPK dalam pemberian WTP kepada Pemerintah Daerah (Pemda).
Khusus di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel tidak layak mendapatkan opini WTP untuk laporan pengeloaan keuangan tahun 2019, pasalnya ditahun tersebut telah ditemukan kerugian negara hingga miliaran.
"Laporan keuangan Pemprov sulsel tahun 2019 paling opininya tidak memberikan pendapat (TMP) karena ada indikasi kerugian negara hingga puluhan milyar rupiah seperti diduga terjadi ketekoran kas bendahara sekretaris dewan sebesar 21 milyar lebih, yang harus segera dikembalikan uangnya, kelebihan realisasi belanja operasional dewan seperti tunjangan komunikasi, perumahan untuk pimpinan dan anggota DPRD Sulsel sebesar 467 juta lebih harus dikembalikan kekas daerah karena anggaranya tidak tersedia dalam pagu anggaran yang bertentangan perda provinsi no 5 tahun 2017," ujar Bastian.
Tak hanya itu, kerugian negara juga diduga terjadi pada kelebihan pembayaran kegiatan reses, perjalanan dinas, belanja barang serta sosialisasi peraturan sebesar 23 Milyar lebih.
"Kerugian negara juga diduga terjadi pada kelebihan pembayaran kegiatan reses,perjalanan dinas,belanja barang,sosialisasi peraturan sebesar 23 Milyar lebih.Indikasinya sama seperti tahun anggaran 2009 sebelumnya dalam LHP BPK No.146/HP.XIX/V/KS/05/2010 tanggal 22 mei 2010 selalu ada dobel-dobel dalam membuat SPJ nya, serta Diduga adanya pelaksanaan kegiatan penyebarluasan perda dilaksanakan tidak sesuai dengan anggaran berbasis kinerjanya dalam DPA sebesar 63 milyar rupiah," tambahnya.
Namun yang lebih fatal lagi, di Pemprov Sulsel sejak 2019 hingga sekarang masih banyak organisasi dipimpin oleh Pelaksana Tugas (Plt) khususnya di BPKAD padahal jabatan sangat strategis karena merupakan bendahara umum daerah (BUD).
"Kami juga melihat banyak pejabat dipemprov sulsel yang belum defenitif antara lain kepala BPKAD yang merupakan jabatan sangat strategis karena BUD,sehingga seharusnya tidak bisa membuat keputusan yang bersifat strategis seperti menjadi kuasa pengguna anggara (KPA)," kata Bastian.
Olehnya ia menegaskan akan melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena sudah banyak kasus-kasus yang sama tetapi dibiarkan terus terjadi.
"Saya pasti akan laporkan ke KPK baik oknum BPK maupun pejabat pemprov sulsel karena sudah banyak kasus-kasus yang sama tetapi dibiarkan terus terjadi.Ingat kita kerja mengelola uang rakyat yang dibayar oleh dana pajak rakyat jadi harus bekerja profesional," ujarnya.
Laporan wartawan Tribun Timur, Saldy