OPINI
NU, Tahlil dan Pancasila yang Final
Pancasila merupakan kristalisasi dari value (nilai-nilai) yang tumbuh di masyarakat. Untuk itulah Pancasila tidak perlu lagi dikerucutkan.
Pancasila berbeda dengan agama. Dalam Pancasila hidup nilai-nilai agama di dalamnya. Jadi jangan lagi mempertentangkan antara agama, Pancasila dan negara.
Pancasila dan tahlil itu ada kesamaan. Dalam Pancasila sila pertamanya ketuhanan yang maha esa, dalam tahlil semua kalimatnya meng-esa-kan Allah swt.
Sila kedua adalah kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam tahilil semua jamaah dan pemimpin tahlil duduk sama rata dan dan tertib (beradab).
Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Dalam tahlil bacaannya harus bersatu, seirama/seagam apa yang dibaca oleh pimpinan tahlil dengan jamaah tahlil.
Sila keempat kerakyatan yang dpimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Dalam tahlil jamaah tahlil harus dipimpin oleh pemimpin tahlil yang memandu jamaah agar seragam membacanya.
Sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
• Kasus Pernikahan Sejenis di Soppeng, Polisi Pakai Pasal Ini Jerat Pelaku
Dalam tahlil ditutup dengan doa setelah itu mendapatkan berkat (bingkisan) dan amplop dengan rasa keadilan bagi jamaah tahlil.
Dengan menggunakan pendektan Bahasa pesantren jamaah dan jamiyyah NU secara perlahan menerima Pancasila sebagai dasar negara dan ideology negara Indonesia.
Pancasila Final
Dari lintasan sejarah yang panjang bukan secara tiba-tiba Nahdlatul Ulama menyatakan diri menerima asas tunggal Pancasila, tetapi melewati rintangan dan berliku.
Saat ini NU kembali diuji prinsip berbangsa dan bernegaranya dengan diajukannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
Dalam pandangan NU, Pancasila merupakan ideologi negara yang final tidak perlu lagi diperdebatkan apa lagi dipertentangkan dengan agama.
Karena Pancasila mengandung nilai-nilai kesilaman didalamnya dan Pancasila bukan agama. Pancasila merupakan filter/penyaring bagi ideologi-ideologi lainnya, sehingga Pancasila harus senapas dengan segala peraturan perundang-undangan yang dibuat.
Yang penulis khawatirkan dalam RUU HIP ini adalah mendudukan Pancasila yang menerima berdampingan dengan ideologi-ideologi lainnya seperti liberalisme, leninisme bahkan komunisme.
Meskipun ideologi dasar negara tetap Pancasila tetapi Pancasila tidak menjadi filter lagi, selama ideologi yang lain bisa beradaptasi dengan Pancasila diberikan ruang untuk tumbuh dan berkembang dalam negara kesatuan republik Indonesia.