OPINI
Beragama di Tengah Pandemi Covid-19
Ini membuktikan bahwa sesungguhnya beragama, keberagamaan bahkan ritual beragama adalah sesuatu yang cair dan mungkin berubah.
Di masa Pandemi seperti ini, fungsi sosial agama menjadi penting.
Mereka yang melihat isu Pandemi seolah menjadikan ummat beragama dijauhkan dari tempat ibadah dan ritual ibadahnya, jangan-jangan hanya memahami agama hanya sebagai sekumpulan ritual semata.
Melihat agama secara eksoterik semata. Padahal, di masa pandemi seperti ini agama harus tetap ada dan diwujudkan dalam bentuk-bentuk kepedulian terhadap mereka yang membutuhan.
Tidak benar bahwa agama menjadi hilang hanya karena peribadatan tidak dilakukan di rumah ibadah untuk sementara waktu.
• BREAKING NEWS: Bengkel Motor Terbakar di Maros, Dekat dari SPBU
Syaikh Isa Nurruddin Ahmad atau Frithjof Schuon menuliskan tentang dua aspek agama yakni eksoterik dan esoterik.
Eksoterik adalah form dan esoterik adalah spirit (The Transcendent Unity of Religions; 1984). Aspek eksoterik sering dipahami sebagai aspek luar dalam beragama.
Hal itu terlihat dalam bentuk, dgoma atau ritual yang dilaksanakn oleh penganut agama. Sedangkat esoterik dimaknai sebagi spirit agama, inti agama atau hakikat utama agama.
Dalam masa Pandemi seperti ini, eksoterisme beragama mungkin terlihat terbatasi. Namun secara esoterik, nilai-nilai beragama akan tetap selalu ada, dilaksanakn dan diperjuangkan.
Untuk itulah pemahaman akan nilai nilai agama menjadi penting.
Di masa pandemi, agama akan tetap terus ada. Sejarah membuktikan bahwa meski berbagai Pandemi telah hadir namun agama tetap bertahan di muka bumi.
Yang perlu dilakukan ummat manusia atau ummat beragama adalah fleksibel dalam beragama. Hal ini penting untuk memastikan kehidupan ummat manusia.
Jika manusia punah maka tentu tidak ada lagi ummat beragama. Tidak ada lagi ibadah berjamaah. Tidak ada lagi agama. (*)
Wallahu A’lam bi Asshwwab.
Artikel ini telah terbit di halaman Opini koran Tribun Timur edisi cetak Jumat, 5 Juni 2020