Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI

Beragama di Tengah Pandemi Covid-19

Ini membuktikan bahwa sesungguhnya beragama, keberagamaan bahkan ritual beragama adalah sesuatu yang cair dan mungkin berubah.

Editor: Jumadi Mappanganro
HANDOVER
Dosen UIT Syamsul Arif Galib mewakili Indonesia dalam program pertukaran tokoh muda Islam Australia Indonesia atau Australia- Indonesia Muslim Exchange. 

Atau bahkan upaya negara menjauhkan ummat beragama dari tempat ibadahnya. Kita melihat orang yang marah karena melihat ini sebagai serangan atas agama atau pembatasan atas ekspresi keberagaman.

Ada yang marah ketika Mesjid ditutup, ada yang ngotot melaksanakan Misa di gereja meski larangan beribadah di gereja untuk sementara dihentikan.

Pro kontra soal pandemi sesungguhnya bukan hal yang baru jika ditinjau dari bagaimana ummat beragama menyikapi pandemi.

Sejak dahulu, ada dua kutub pemikiran agama yang berkembang dan dalam beberapa kesempatan saling menyerang.

Mereka yang melihat agama secara tekstual dan mereka yang melihat agama secara kontekstual.

Mereka yang cenderung beragama secara fatalistik cenderung akan menolak pembatasan ibadah meski dilakukan dalam keadaan darurat.

Tidak heran jika kita menemukan seorang penceramah misalnya dengan yakin mengatakan bahwa gampang menyelesaikan Korona.

Dipulangkan dari Malaysia, 48 TKI Bone Dijemput Tim Satgas di Pelabuhan Pare-Pare

Cukup mengirim jamaah ke tempat Korona. Virus Korona takut Jamaah.

Dalam posisi menghadapi Pandemi, maka cara melihat beragama secara kontekstual menjadi sangat diperlukan.

Ritual-ritual ibadah tidak bisa dipaksakan begitu saja jika itu justru berpotensi membahayakan jiwa seseorang. Itulah sebabnya ada fleksibilitas dalam beragama.

Agama itu tidak kaku meski bukan berarti bahwa agama juga dapat digampang-gampangkan.

Fleksibilitas Beragama

Sesungguhnya sejarah beragama menunjukkan kepada kita bahwa beragama adalah sesuatu hal yang fleksibel. Dalam artian, agama bukanlah sebuah hal yang tidak bisa berubah.

Hal itu terlihat dalam model ekspresi keberagaman manusia dan bahkan dalam model ritual peribadatan agama.

Semboyang bahwa sebuah agama relevan untuk setiap zaman dan tempat tidak hanya dipahami bahwa kemanapun suatu agama itu dibawa maka dia akan fit dengan kondisi masyarakat.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved