Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Khazanah Sejarah

Dari Masyarakat Seragam Menuju Komunitas Pusparagam

Ditulis Ahmad M Sewang, Guru Besar UIN Alauddin Makassar dan Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Ikatan Masjid Mubalig Indonesia Muttahidad (IMMIM)

Editor: Jumadi Mappanganro
TRIBUN TIMUR/DESI TRIANA ASWAN
Prof Dr Ahmad M Sewang MA 

Dahulu penulis masih ingat orang-orang tua berpesan pada anak-anaknya yang ingin memelihara kebiasaan yang sedang berlangsung, "Hati-hati baca buku ini Nak atau jangan bergaul dengan orang ini? Dia itu betul mengaku muslim, tetapi beda organisasi atau mazhab dengan kita."

Demikian cara pewarisan nilai budaya kepada generasi muda. Paling ditakuti paham Muktazilah atau teologi rasional.

Teologi ini benar-benar dianggap menyimpang. Dahulu ada juga yang tidak membolehkan talfik atau pindah mazhab, kecuali terpaksa, maka bisa pindah sementara, seperti naik haji.

Jika metode demikian masih ingin diterapkan, maka mungkin akan dianggap ketinggalan atau ditinggalkan oleh anak sendiri.

Sebagai contoh, jika dikatakan pada anak, hati-hati jangan pelajari buku ini. Mungkin anak itu akan penasaran segera mencarinya dengan mudah di 'Prof Google' via handphone.

Jika anak melarang baca buku tertentu. Mungkin anak itu akan semakin penasaran mencarinya di perpustakaan.

Teologi Muktazilah sekarang, justru dipelajari di universitas. Setelah dipelajari banyak mahasiswa baru sadar bahwa Muktazilah dibenci tetapi ajarannya diamalkan sehari-hari dalam berprilaku.

Gubernur Sulsel Tegaskan Mal Ditutup

Ini namanya tidak konsisten. Apakah akan membiarkan diri kita terus-menerus tidak konsisten?

Ada seorang ulama bijak menelepon penulis bahwa metode pengajaran tahun 60- an di atas adalah sisa-sisa pengaruh abad pertengahan.

Ternyata, jika kita kembali, seperti baru terjadi G30S dahulu, didapati dua masjid berdekatan, masing-maing melaksanakan salat berdasarkan aliran mazhab atau organisasi masing-masing.

Dekade terakhir tahun ini mulai muncul pikiran baru lebih mencari titik temu antara paham yang berbeda daripada titik perbedaan.

Penulis ikuti sepanjang Ramadan kemarin terdapat beberapa diskusi online yang sama.

Penulis empati pada diskusi yang mencari titik temu semcam ini. Sebab jika titik perbedaan yang dicari, pasti sampai kiamat tidak akan selesai.

Sebab satu paham dalam satu komunitas saja pasti ditemukan perbedaan.

Menurut hukam, semakin tinggi ilmu seseorang berbanding lurus dengan sikap kerendahan hatinya.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved