Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

OPINI PAKAR

Covid-19 di Persimpangan, Bagaimana Menyikapinya

Masyarakat janganlah dibiarkan ‘menjerumuskan’ diri dalam kondisi dan situasi herd-imunity, sungguh keadaan sangat berbahaya untuk masyarakat kita.

Editor: Jumadi Mappanganro
Dokumen A Arsunan Arsin
Prof. Dr. drg. A. Arsunan Arsin, M.Kes 

Oleh: A Arsunan Arsin
Pembina Utama Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin

Corona Virus Disease 2019 atau lebih populer dengan Covid-19 telah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai pandemi global.

Istilah pandemi merujuk pada berjangkitnya suatu penyakit dengan cepat dan tidak mengenal batas negara antarbenua.

Virus Corona ini pertama kali dideteksi di Kota Wuhan (ibu kota Provinsi Hubei China) di penghujung 2019 lalu.

Virus ini dideteksi sebagai SARS-CoV-2 kelanjutan dari virus SARS yang pernah mewabah awal tahun 2000-an tapi tidak sampai menimbulkan pandemi global.

Covid-19 dengan cepat merebak hampir seluruh negara di semua benua, termasuk Indonesia.

Telah jutaan penduduk dunia dan menyebar pada ratusan negara telah terkonfirmasi positif sebagai penderita dengan ratusan ribu kematian.

Dongkeyman Covid-19 dan Protokol New Normal Life

Remote Control Covid-19 Kini di Tangan Masyarakat, Ini Risikonya

Ini menandakan bahwa virus ini mempunyai angka penyebaran dengan tingkat infektivitas yang cukup tinggi.

Covid-19 sebagai penyakit masuk dalam kategori travelling-disease artinya virus tidak bisa bergerak kemana-mana dan cenderung stagnan, hanya bisa bergerak dan berpindah mengikuti pergerakan penduduk.

Tidak heran kalau penularan Covid-19 intensitas penularannya tinggi seiring dengan tingginya interaksi dan mobilitas penduduk.

Penularan virus ini hampir sama kondisinya di berbagai negara. Awalnya hanya import disease (sifatnya hanya impor dari luar negeri) akhirnya menjadi penyakit yang bertransmisi antarpenduduk di masyarakat (local-transmission).

Selanjutnya dengan kemampuan virus untuk bertahan di udara selama kurang lebih 8 jam, selama itu pula orang akan berisiko terpapar jika berada di wilayah dan kurun waktu paparan tersebut.

Penularan virus ini, berawal dari binatang ‘zoonosis’ ke manusia.

Selanjutnya seperti virus lainnya menular dari orang ke orang lainnya ‘host to host transmission’.

Mekanisme penularan sebagaimana diketahui bahwa seorang penderita jika batuk ataupun berbicara dapat menyemburkan virusnya keluar melalui droplet atau percikan ludah dan ataupun udara yang menggumpal keluar dari mulut.

Hal ini memungkinkan virus akan menyebar melalui perantaraan udara (ini yang membuat covid19 dimasukkan dalam kelompok air-borne disease), virus dengan berat jenis yang sangat ringan akan melayang di udara dan membutuhkan waktu yang cukup untuk ‘jatuh’ ke tanah mengikuti gravitasi bumi.

Dalam kondisi seperti itu, virus yang dikeluarkan dari penderita ‘resources’ akan melayang dan bisa menempel di benda-benda (infektifnya kisaran 4-10 jam/tergantung tempat menempelnya) yang ada di sekitar penderita.

Pasien Covid-19 Bertambah 22 di Sulsel, 18 Orang dari Makassar

Jikalau tidak ada tempat menempel maka virus melayang dan bertahan untuk beberapa lama di udara sebelum jatuh sampai kepermukaan tanah.

Sumber penularan terdeteksi dari adanya virus yang dikeluarkan dari tubuh penderita, untuk sampai pada tahap penularan maka virus tentu mempunyai pintu masuk-keluar pada tubuh (exit-entry port) yakni keluarnya virus kebanyakan melalui mulut, dan masuknya virus melalui mukosa mulut/hidung/mata.

Risiko penularan dapat meningkat di masyarakat, salah satu penyebabnya adalah karena virus ini mempunyai waktu generasi (kemampuan untuk menular) lebih cepat dibandingkan waktu inkubasi (muncul gejala klinik).

Hal ini berimplikasi pada munculnya penderita Covid-19 tapi tanpa gejala dan keluhan apa pun yang diistilahkan OTG (orang tanpa gejala) beredar di tengah masyarakat.

Pencegahan dan Penanganan Covid19

Sebagaimana penagangan wabah epidemi penyakit, kata kunci paling efektif adalah memutus rantai penularan.

Beberapa skenario untuk memutus rantai penularan:

1. Menghidari kontak dengan penderita. Ini dipercaya sangat efektif untuk menghetikan penularan.

Karena penderita banyak yang OTG, maka langkah yang diambil selama ini dengan melakukan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) adalah tepat dengan physical-distancing.

Dengan asumsi bahwa semua orang patut ‘dicurigai’ membawa virus Covid-19 dan dengan beredarnya penderita tanpa gejala.

Berdamai dengan (Akuntabilitas Anggaran) Covid, Bisa?

Solusi yang harus ditempuh oleh pemangku kepentingan adalah melakukan rapid-test masal yakni dengan pemeriksaan sangat cepat di masyarakat umum.

Hal ini berguna untuk cepat menjaring siapa saja yang reaktif, meskipun tingkat sensitiftas ketepatan rapid test ini kisaran 60-70% untuk konfirmasi swab test.

Tapi cukup membantu dalam pemetaan sebagai langkah untuk screening/deteksi awal kepada populasi mana saja yang berisiko tinggi.

Selanjutnya di-tracing untuk ‘mengejar’ populasi mana lagi yang patut dicurigai sebagai resoursis kasus.

2. Edukasi kepada masyarakat tiada henti. Semua potensi digunakan untuk mengedukasi masyarakat.

Tentu dibutuhkan inovasi tentang bagaimana cara supaya pengetahuan dan attitude masyarakat dapat semakin meningkat terkait Covid-19.

Pemahaman mengenai virus dan cara pencegahannya.

Langkah kendali covid19 selama ini sudah cukup bagus, cuci tangan sebelum dan sesudah beraktiftas, hindari kerumunan orang dan memakai masker jika bepergian.

Tapi mengapa peningkatan kasus-baru masih terus berlanjut?

Sekedar catatan bahwa melihat kurva yang masih ‘turun-naik’ itu terindikasi bahwa kurva landai dan menurun masih butuh banyak waktu.

Artinya dengan kondisi seperti ini memberikan informasi bahwa masih cukup banyak penderita yang silent di tengah masyarakat.

Lonceng Covid-19

Sebetulnya untuk kondisi wabah seperti covid19 ini, yang menghawatirkan kita semua adalah fenomena ‘ice berg phenomen’ gunung es.

Hanya puncaknya saja kasus (covid19) terdeteksi di permukaan, tapi perut dan dasarnya belum tersentuh. Semoga tidak demikian!!

3. Sebagaimana dalam teori penanganan wabah (apalagi pandemi), maka masyarakat harus terus-menerus diingatkan akan pentingnya pencegahan dan penanganan covid19 secara terpadu dan komprehensif.

Dibutuhkan kesadaran penuh oleh masyarakat termasuk pemangku kepentingan.

Wabah Covid-19 ini butuh waktu yang lama kalau kita semua tidak ‘kompak’.

Ibarat kita semua ada dalam satu kapal, kalau covid-19 ibarat ombak dan gelombang yang dahsyat, maka sangat dibutuhkan semua penumpang kapal ‘bersatu-padu’ untuk melewati ‘ujian’ ombak maha dahsyat tersebut.

Insya Allah manusia-manusia kuat dan unggul akan lahir dari cobaan yang luar biasa.

4. Kondisi Covid-19 ini, telah berdampak pada berbagai sektor kehidupan masyarakat.

Tentu paling berdampak adalah persoalan sosial-ekonomi, tapi jangan masyarakat dihadapkan pada kondisi yang dikotomis memilih kesehatan atau memilih sosial-ekonomi.

Tentu kita harus berfikir keras untuk tidak mendikotomikan kesehatan atau sosial-ekonomi.

Kita harus sama-sama mencari benang merah yang memungkinkan kedua sektor tersebut berjalan ‘mutually-action’ bersama.

Sehari Setelah Lebaran, Tanjung Bayang Makassar Mulai Ramai Pengunjung

Kita berharap pemangku kepentingan menghadirkan negara pada posisi yang tepat.

Sesungguhnya negara kuat jika ada trust dari keseluruhan rakyatnya.

5. Masyarakat janganlah dibiarkan ‘menjerumuskan’ diri dalam kondisi dan situasi herd-imunity, sungguh keadaan sangat berbahaya untuk masyarakat kita.

Sebab dengan membiarkan mayarakat untuk mengendalikan virus ini, maka kita mengambil jalan risiko yang sangat tinggi dan bisa berakibat fatal.

Meskipun virus ini case fatality ratenya hanya kisaran 3 – 6 %, tapi angka ini bisa meningkat seiring dengan banyak masyarakat yang terpapar dan mempunyai penyakit comorbid dan penyakit kronis lainnya.

Sangat riskan kalau herd ‘kekebalan kelompok’ immunity dibiarkan masyarakat dan virus berhadap-hadapan.

Apalagi masyarakat masih kebanyakan imunnya lemah, salah satu faktornya adalah masih kurang dan lemahnya ketersediaan, keterjangkauan serta pengetahuan mengenai intake gizi yang memadai untuk menunjang daya tahan tubuh.

Belum lagi faktor lainnya seperti kurangnya hygiene perorangan di masyarakat.

Sebagai penutup dari tulisan ini, diharapkan pandemik Covid-19 ini segera berlalu.

Meskipun ada kekhawatiran bahwa covid19 ini bakal jadi endemi (menetap).

Kita sudah punya catatan tentang virus impor (import-disease) dan akhirnya menetap di negeri kita.

Kalau virus corona tipe baru yang menjadi penyebab covid-19 menetap di Indonesia, maka bukan hanya pemain sepak bola yang diimpor untuk bermain di Indonesia, juga akan banyak di antaranya memilih untuk jadi penduduk Indonesia alias naturalisasi. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved