CITIZEN REPORT
Alumni Ponpes Darul Arqam Gombara Berbagi Kisah Hadapi Ramadan dan Pandemi Covid-19 di 4 Benua
Pemantik diskusi tersebut berasal 4 negara 4 benua yang kesemuanya adalah alumni Pondok Pesantren Darul Arqam Gombara, Makassar.
Laporan: M Nursal SH
Advokat - Alumnus Ponpes Darul Arqam Gombara
Melaporkan dari Kota Makassar
Kamis, 21 Mei 2020, alumni Pondok Pesantren Darul Arqam Gombara Makassar angkatan 2003 mengadakan diskusi virtual di aplikasi Zoom.
Bertajuk stay at home 4 negara 4 benua.
Pemantik diskusi tersebut berasal 4 negara 4 benua yang kesemuanya adalah alumni Ponpes Darul Arqam Gombara.
Pemantiknya yaitu Ali Rama yang bermukim di Kota Abeerden Skotlandia, M Anas di Mesir, Subaedy Yusuf di Hiroshima (Jepang) dan Musyawir Tamim di Adelaide (Australia).
Saya bertindak sebagia pemandu diskusi ini.
Cerita dari Skotlandia
Diskusi dibuka dari Kota Aberdeen, Scotlandia, di Belahan Benua biru, Eropa.
Ali Rama memaparkan, di negara itu, berpuasa menahan lapar dengan durasi yang lebih panjang, 18 jam.
Kondisi udara dingin mampu mengosongkan perut lebih cepat. Muslim menjadi minoritas di sana.
• Sulawesi Selatan Urutan ke-4 Tertinggi Positif Covid 19
Kendatipun demikian, komunitas Muslim menjadi solid.
Pada bulan Ramadhan dan musim pandemi, perkumpulan tersebut senantiasa mengirim makanan kepada sesama muslim lainnya.
Tantangan lainnya, di kota Aberden, hanya terdapat 3 masjid sehingga jika sedang beraktivitas dan telah tiba waktu salat maka muslim kesulitan mencari masjid.
Salat di ruang terbuka masih belum kondusif. Pada Ramadan dan musim pandemi ini umat Muslim Aberden, lebih banyak berdiam diri di rumah.
Termasuk dalam melaksanakan salat tarawih. Apatah lagi tarawih dan salat shubuh di sana harus berjibaku dengan udara 4 derajat Celcius.
Yang menarik, pascapengumuman resmi oleh pemerintah mengenai pandemi Covid-19, warga sebenarnya tidak dilarang untuk keluar dari rumah.
Namun karena kesadaran mereka untuk berdiam diri sangat tinggi.
Jika pun harus keluar hanya untuk keperluan mendesak dan mengikuti protokol Covid.
Warga negara sana juga mendapatkan insentif sebagai pengganti atas kebutuhan mereka berdiam diri selama di rumah.
Ali Rama meskipun muslim dan warga negara asing mengaku juga mendapatkan insentif sebesar 80% dari gaji yang bersangkutan.
Insentif itu juga diberikan kepada anak-anak dan istri. Luar biasa tanggung jawab negara di sana terhadap warganya.
Sekedar informasi, Ali Rama sedang menuju podium Philosophy of Doctor di bidang ekonomi di Aberdeen University.
Salah satu perguruan tinggi terbaik di tanah Skotlandia.
Cerita dari Hiroshima
Hampir sama dengan Aberden, di kota Hiroshima, Jepang, juga menghadapi tantangan dalam Ramadhan selama pandemi Covid-19.
Begitu yang diuraikan pemantik kedua, Subaedy Yusuf.
Di Kota Hiroshima, durasi puasa menahan lapar sekitar 16 jam.
Juga dengan udara yang cukup dingin. Namun Komunitas Muslim di sana sangat solid.
Banyak perkumpulan/organisasi muslim dibentuk. Bahkan pemantik sendiri, bergabung dalam organisasi Muhammadiyah.
Selama Ramadan dan musim pandemi ini kegiatan salat tarawih itu lebih banyak dilakukan di rumah masing-masing.
• Direktur Summarecon Agung: Pasca Covid-19, Budaya Bekerja Melalui WFH
Yang sedikit menguntungkan adalah penduduk asli Jepang itu tidak pernah mengurus yang bukan menjadi urusannya.
Sehingga hidup sebagai Muslim menjadi lebih toleran dan sedikit bebas melakukan aktivitas sesama komunitas atau perkumpulan muslim.
Menghadapi musim pandemi Covid 19 ini, pemerintah menggelontorkan dana bagi warga negaranya termasuk bagi warga negara asing.
Di Kota Hiroshima Jepang, warga negara asing seperti dari Indonesia itu mendapatkan insentif 13 juta per orang termasuk istri dan anak-anak juga mendapatkan dana dari pemerintah.
Dana itu langsung ditransfer ke rekening masing-masing. Belum lagi rumah atau kontrakan mereka ditanggung oleh pemerintah.
Hanya saja bagi warga negara asing harus membuat pernyataan atau wasiat yang berisi, jika yang bersangkutan meninggal karena penyakit Covid-19 maka jenazahnya tidak akan dikirim ke negara asalnya serta menyatakan jenazah tersebut akan dibakar.
Sikap warga asli Jepang menghadapi pandemi Covid 19 sangat patuh dan tertib.
Mereka memang tidak dilarang sepenuhnya untuk keluar rumah, tetapi tingkat kesadaran mereka mematuhi protokol Covid-19 sangat tinggi.
• 8 Sunah Hari Raya Idul Fitri, Rugi Jika Tak Dilakukan Umat Islam
Mereka hanya akan membeli masker untuk seperlunya saja (tidak di borong). Sama seperti di Aberden, Scotlandia, di jepang juga tersedia hotline setiap saat jika ada warganya yang mempunyai keluhan Covid 19. Tenaga Kesehatan siap sedia mendatangi warga yang sakit.
Subaedy Yusuf ini (Pemantik ke dua) sedang menuntut ilmu bersama keluarga di Universitas Hiroshima kota Jepang bidang kedokteran hewan.
Cerita dari Mesir
Pemateri Ketiga, saudara Anas memaparkan mengenai tantangan selama berpuasa dan Ramadhan di Mesir.
Di Kota Kairo, durasi berpuasa menahan lapar berkisar 14 jam. Atau 2 jam lebih lama dibandingkan dengan di Indonesia.
Tantangan yang agak berat hanyalah di persoalan cuaca yang panas. Saat ini di Mesir cuaca pada siang hari berkisar 42 derajat Celcius.
Namun pada umumnya menjalani puasa Ramadan di Mesir tidak seperti muslim yang ada di Eropa maupun di Jepang.
Di Mesir banyak terdapat masjid sehingga memungkinkan bagi muslim atau warga negara Indonesia salat kapan saja.
Selama masa pandemi Covid-19 pemerintah juga tidak terlalu membatasi warganya untuk keluar rumah.
Hanya saja jika suhu politik sedang memanas maka warga negara asing Seperti mahasiswa yang berasal dari Indonesia akan dipantau oleh pemerintah Mesir.
Seperti pada saat penggulingan rezim yang baru terjadi beberapa tahun yang lalu.
• Tertular dari Adik, Plt Sekretaris KPU Luwu Utara Positif Terpapar Corona
Di Mesir tersedia banyaknya universitas untuk menuntut ilmu. Perguruan tinggi yang paling masyhur yaitu Universitas al-azhar bahkan mengobral beasiswa atau dengan kata lain kuliah di sana gratis.
Jadi di mesin Indonesia jika ingin menuntut ilmu cukup mempersiapkan bahasa Arab dan menghafal Alquran.
Pemantik ketiga ini adalah alumni Universitas Al Azhar jurusan Ushuluddin saat ini sudah menyandang gelar magister ilmu politik.
Cerita dari Australia
Di benua Aboringin, kota Adelaide, Musyawir, koleganya sedang beradaptasi dengan "alam" kota 1001 gereja.
Di sana, jika musim gugur, durasi puasa berkisar 10 atau 11 jam. Tapi lain cerita, jika bertepatan dengan musim panas, bisa 18 jam.
Dalam keadaan tertentu meskipun sedang musim Pandemi Covid warga disana masih memungkinkan untuk keluar rumah.
Sama seperti di Eropa kota Aberden, di sana sulit menemukan masjid. sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi muslim jika sedang berada diluar rumah dan ingin mendirikan salat.
Namun pemantik keempat ini, saudara Musyawir, kami kehilangan kontak/jaringan ketika yang bersangkutan sedang menjelaskan tentang Kota Adelaide, Benua Australia.
Acara diskusi ini berlangsung selama tiga jam dan secara serentak dilaksanakan di 4 benua 4 negara baik peserta maupun pemantiknya.
Acara ditutup dengan bakti kemanusiaan yaitu partisipan yang ingin bersedekah beras atau materi dapat dikirimkan ke rekening 500 3333 928 AN Gerakan Infaq Beras. (*)