Terkait Lembaga Peradilan Pemilu, Ini Kritik untuk Bawaslu
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Makassar menggelar Saluran Informasi dan Edukasi (SIE) via aplikasi Zoom.
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Makassar menggelar Saluran Informasi dan Edukasi (SIE) via aplikasi Zoom, Selasa (19/5/2020).
Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja sebagai narasumber utama memberi gambaran dan jawaban melalui bincang santai bertemakan 'Menuju lembaga Peradilan Pemilu'.
Dalam diskusi banyak hal yang diulas terutama mengenai jenis Peradilan saat ini yang berhubungan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) maupun Pemilihan Umum (Pemilu).
"Sebut saja, lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa hasil Pemilu serta memutus pembubaran partai politik, yaitu Mahkamah Konstitusi," katanya via rilis Bawaslu yang diterima tribun-timur.com, Rabu (20/5/2020).
Ada juga Pengadilan Tata Usaha Usaha Negara (PTUN) yang mempunyai wewenang memeriksa dan memutus persoalan administrasi Pemilu.
Selanjutnya ada Sentra Gakkumdu yang menangani pelanggaran pidana pemilu maupun pemilihan.
"Badan Pengawas Pemilihan Umum yang berwenang menangani dan memutus penyelesaian sengketa pemilu serta DKPP yang menangani pelanggaran terhadap kode etik penyelenggara Pemilu yang dilakukan oleh KPU maupun Bawaslu," jelasnya.
Tentu akan timbul pertanyaan Perlukah lembaga sebanyak itu? Bagaimana jika putusan antar lembaga berbeda? Apakah jika hanya satu lembaga peradilan Pemilu akan efektif dan efisien?
Rahmat menceritakan sedikit sejarah Bawaslu dimana dulunya masih bernama Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilihan Umum) dan belum permanen.
Pada tahun 2008, barulah Bawaslu permanen di tingkat Nasional, setelah beberapa tahun kemudian Bawaslu di tingkat Provinsi menjadi permanen dan dilanjutkan dengan Bawaslu tingkat Kabupaten/Kota yang turut menjadi lembaga yang permanen.
Menurutnya, sebelum ditetapkannya Undang Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, secara umum Bawaslu dalam hal penanganan pelanggaran hanya mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi kepada lembaga terkait untuk ditindaklanjuti.
Begitupun dengan pelanggaran pidana Pemilu, posisi Bawaslu hanya meneruskan ke Kepolisian untuk ditindaklanjuti dalam penyidikan setelah dilakukan rapat pembahasan dan disetujui untuk ditindaklanjuti oleh tiga lembaga yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu, yaitu pihak Bawaslu, Kepolisian serta Kejaksaan.
Satu-satunya produk hukum yang berbentuk putusan di Bawaslu adalah saat melaksanakan penyelesaian sengketa proses tahapan Pemilu.
"Kritik yang muncul terhadap Bawaslu saat ini, yakni pada saat Bawaslu menemukan atau menerima laporan dugaan pelanggaran Pemilu, maka Bawaslu yang bertindak menjadi penyidik, Bawaslu yang menjadi jaksa dan Bawaslu pula yang menjadi Hakim, dan ini tentunya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Lembaga Peradilan yang sebenarnya," jelasnya.
Selain itu, Rahmat Bagja juga memberikan gambaran serta harapan nantinya tentang bentuk Bawaslu di masa yang akan datang.
