Kisah Nenek Kindo Kawa
Miris Kehidupan Nenek 60 Tahun Ini, Kindo Kawa Hidup Sebatang Kara di Gubuk 2x1 Meter Beratap Sampah
Indo Kawa mengatakan enggan membebani kelurga dan memilih tinggal di gubuk laiknya tumpukan sampah berukuran 2x1 di bawah pohon pisang.
Penulis: Semuel Mesakaraeng | Editor: Arif Fuddin Usman
TRIBUN-TIMUR.COM, SUMARORONG - Sungguh sangat memprihatinkan kehiupan seorang nenek bernama Ma'tan atau disapa Indo Kawa, nenek berusia 60 tahun.
Nenek Indo Kawa hidup sebatang kara di sebuah gubuk reyot di Dusun Salubeang, Desa Banea, Kecamatan Sumarorong, Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat.
• Beda Nasib Rizal Korban Bully di Pangkep dengan Firman, Bocah Penjual Jalangkote di Maros, Prihatin
• Striker Subur, Main 17 Kali Cetak 9 Gol 3 Assist, Tapi Tak Bertahan di PSM, Reinaldo Elias da Costa
Kehidupan Indo Kawa sungguh sangat memprihatinkan. Kondisi gubuk tinggalnya benar-benar menandakan ia di bawah garis kemiskinan.
Saat tribunmamasa.com berkesempatan menemuinya, Selasa (19/5/2020), Indo Kawa mengatakan ia memang sengaja tinggal di gubuk tak layak tersebut.
Indo Kawa mengatakan enggan membebani kelurga dan memilih tinggal di gubuk laiknya tumpukan sampah berukuran 2x1 di bawah pohon pisang.
Posisi gubuk yang dibuat dari barang-barang bekas, tepatnya sampah ini, ternyata tak jauh dari pemukiman warga di Dusun Salubeang.
Indo Kawa membuat pondok dari potongan bambu yang didirikan lalu diikat di pohon pisang. Gubuk beratapkan tikar plastik bekas dan plastik sebagai alas tidurnya.
Gubuk yang sebenarnya tak layak itu menjadi tempat bernaung bagi Indo Kawa melewati hidup seorang diri siang dan malam.
Gubuk di tengah kebun itu posisi berada di belakang Gereja Katolik Santa Fransiskus Dusun Salubeang.
• TERNYATA Ini Alasan Rizal Penjual Jalangkote Bercita-cita Jadi Pengantar Jenazah: Banjir Beasiswa
• Striker Tokcer Malang Melintang Bersama PSIS, Persib, Persiba, Tapi di PSM hanya Semusim, Siapa Dia?
Indo Kawa menceritakan jika dirinya telah tiga kali berpindah mendirikan pondok serupa sebagai tempat tinggal, sejak kurang lebih 10 tahun lalu.
"Massanding mo' torro inde (saya sudah lama tinggal di sini)," kata Kindo Kawa dalam bahasa Mamasa saat ditemuui di pondoknya, Selasa (19/5/2020) sore.
Meski tak ada tempat yang layak dan hanya bisa makan seadanya, Kindo Kawa tetap bertahan hidup di tengah kondisi yang memprihatinkan.
Bagaimana Saat Hujan?
Lantas bagaimana jika hujan turun, bagaimana Kindo Kawa tidur atau sebatas berlindung?
Kindo Kawa mengaku kerap tak tidur lantaran atap gubuknya tembus hujan. Ia tak dapat memejamkan mata sampai hujan reda.
"Kadang kalau hujan deras, dia hanya duduk di dalam.
"Dia tidak bisa tidur karena tempat tidurnya kehujanan," ujar Lusia Limbong kerabat Kindo Kawa yang menemani tribun-timur.com.
Untuk bisa bertahan hidup, Ma'tan hanya mengandalkan sayuran hijau yang dipetik di belakang rumah tetangganya. Bahkan kadang diberimakan oleh kerabatnya.
"Kadang kami bawakan makanan, kalau tidak ada beras yang dia masak," lanjut Lusia.
"Kadang ia (Kindo Kawa) hanya masak sayur untuk dimakan," tutur Lusia.
• Beda Nasib Rizal Korban Bully di Pangkep dengan Firman, Bocah Penjual Jalangkote di Maros, Prihatin
• Kuota Surplus PPDB 2020 SMA & SMK Sulsel, Begini Penjelasan Disdik Sulsel? Apa Ada Sekolah Unggulan?
Lusia melanjutkan, sebelum akhirnya hidup di gubuk tak layak huni itu, Kindo Kawa sempat mengalami kejadian pahit yang membuatnya traumatis.
"Dulu dia tinggal di kampung di rumah orang tuanya," kata Lusia melanjutkan.
"Kejadian itu waktu masih gadis, pernah mengalami kekerasan akhirnya trauma. Sekarang memilih tinggal sendiri," lanjutnya.
Pernah Alami Kekerasan Seksual
Diceritakan Lusia, sebelum ia hidup dengan kondisi saat ini, Kindo Kawa pernah mengalami kekerasan seksual hingga menyebabkan hamil.
Berangkat dari situ, Kindo Kawa akhirnya trauma dan sering kabur ke hutan setelah melahirkan anak perempuan.
"Waktu dia sudah melahirkan kadang lari ke hutan bawa anaknya yang masih bayi," bebernya.
Lantaran ibu dari Lucia takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan, saat bayi itu masih berusia 6 bulan, diambil dan dirawat.
"Waktu anaknya berusia 6 bulan dirawat sama mama saya, karena takutnya nanti kenapa-kenapa di hutan.
"Sekarang anaknya sudah 20 tahun dan dia di Makassar kerja," katanya.
• VIDEO Akbar Konyol Ajudan Pribadi Beri Rizal Bocah Penjual Jalangkote Pangkep Uang Lebaran Rp10 Juta
• Berkebun di Masa Pandemi, Ada di e-Book Kiat 50 Instagramer Jaga Bumi #Dirumahsaja Unduh di Sini?
Sejak saat itu, lanjut Lusia, kondisi Kindo Kawa semakin buruk karena mengalami trauma berat dan sering hidup menyendiri.
"Dia ini tidak mau bebankan orang lain. Jadi dia bikin pondok sendiri untuk ditinggali.
"Kalau ada barang yang dikasih, kadang tidak digunakan," sambungnya.

Kondisi seperti ini juga dialami adik perempuan Kindo Kawa yang tinggal terpisah darinya.
Lusia dan penduduk di dusun itu mengaku prihatin.
Beberapa kali ditawarkan bantuan ke Kindo Kawa tapi tidak mau.
Warga pun tidak bisa berbuat banyak dengan keterbatasan daya dan usaha.
• Kisah Meryati Kepala SD di Mamasa Mengajar dari Rumah ke Rumah Muridnya yang Terkendala Internet
• Perjuangan Mahasiswi Mamasa Demi Kuliah Daring, Naik Turun Gunung Cari Sinyal
Apalagi kejiwaan Kindo Kawa mengalami gangguan akibat pengalaman pahit di masa lalunya.
Lantaran tak memiliki kartu identitas, Kindo Kawa tak pernah mendapat bantuan dari pemerintah.
Lusia berharap Kindo Kawa mendapat perhatian dari pemerintah di tengah kondisi sulit akibat wabah covid-19.
Terutama untuk dibuatkan pondook-pondok yang lebih layak untuk tempat tinggal.
Ya, walaupun bagaimana, Kindo Kawa adalah salah satu potret warga Indonesia yang berhak mendapat uluran tangan. (*)
Laporan wartawan Tribun Timur: Semuel Mesakaraeng