Opini Aswar Hasan
Sikap Seorang Muslim Menghadapi Covid-19
Bencana berupa wabah itu tidak datang dengan sendirinya. Tetapi disebabkan oleh tangan manusia itu sendiri baik langsung atau tidak langsung.
Oleh: Aswar Hasan
Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin
Bagaimana seharusnya menyikapi ancaman wabah Covid-19 bagi seorang Muslim?
Pertanyaan ini penting dan mendasar untuk diketahui jawabannya, terutama bagi setiap muslim yang ingin tetap dalam naungan bimbingan keislaman dan keimanan
Terkait dengan pertanyaan tersebut di atas, menarik untuk menyimak dan mengikuti tadzkirah dari Pengurus Pusat Ikatan Dai Indonesia ( Ikadi) tentang bagaimana seharusnya seorang muslim dalam menyikapi musibah covid-19 dengan baik dan benar sesuai taujihat (arahan) dari Allah dan Rasul-Nya.
Adapun tadzkirah Ikadi tersebut berisi empat poin penting untuk diamalkan.
Pertama, menyadari bahwa semua musibah dan wabah penyakit apa pun, semuanya terjadi dengan izin dan takdir Allah Taalah.
• Bandara Hasanuddin Belum Sediakan Alat Rapid Test, Calon Penumpang Protes
• Sejarah Nama Kelurahan Paccerakkang di Makassar, Tempat Putri Raja Tallo Pertama Kali Datang Bulan
Firman Allah; “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hamba-Nya. Dan Allah maha mengetahui segala sesuatu (Q.S. At Taghabun [64]:11).
Jadi, tidak ada satu pun kejadian di semesta ini, baik positif atau negatif yang menimpa manusia, tanpa seizin dari Allah
Kedua, di antara pemicu munculnya bencana musibah dan wabah adalah dosa dan kezaliman manusia sehingga momentum ini harus dimanfaatkan untuk muhasabah (evaluasi dan intropeksi diri, baik sebagai bangsa maupun sebagai individu) untuk memperbaiki diri, memperbanyak istigfar, dan bertobat kepada Allah Taalah.
“ Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu) QS. As Syura [42]: 30.
Demikian juga dengan Firman-Nya dalam Q.S. Ar Rum: 41; “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Jadi, bencana berupa wabah itu tidak datang dengan sendirinya. Tetapi disebabkan oleh tangan manusia itu sendiri baik langsung atau tidak langsung.
Dalam konteks itulah manusia dituntut untuk intropeksi diri atas apa yang telah diperbuatnya.
Masalahnya, pelaku pendosa penyebab musibah itu kerap tidak menyadarinya (mungkin karena faktor kekufuran alias tidak beriman) sementara yang tidak berdosa ikut menjadi korban.
Boleh jadi karena sebelum terjadi musibah semua manusia mendiamkan sebuah kezaliman, sehingga terjadi musibah yang akhirnya nenimpa seluruh manusia. Seperti yang terjadi saat ini (wabah covid-19).
• Sembuh dari Corona, Wabup Tana Toraja Kembali Bertugas
• Jangan Ditiru, Kecanduan Minuman Ini Nyaris Hancurkan Karier Lionel Messi
Ketiga, melakukan ikhtiar dan berbagai upaya untuk menghindarkan diri dari risiko penularan covid-19 seperti mentaati social dan phisical distancing, pakai masker dan selalu cuci tangan serta menghindari kerumunan.
Lalu lebih memilih tinggal di rumah sebagaimana anjuran pemerintah yang disetujui oleh ijmak ulama.
Mengikuti Sunnah sebagaimana petunjuk hadist hal mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).
Salah satu hal yang di contohkan oleh Umar bin Khattap ketika menghadapi wabah Thaun adalah segaimana dikisahkan sebagai berikut:
Pada suatu ketika Umar bin Khaththab pergi ke Syam. Setelah sampai di Saragh, pimpinan tentaranya di Syam datang menyambutnya.
Antara lain terdapat Abu “Ubaidah bin Jarrah dan para sahabat yang lain. Mereka mengabarkan kepada ‘Umar bahwa wabah penyakit sedang berjangkit di Syam. Umar kemudian bermusyawarah dengan para tokoh Muhajirin, Anshor dan pemimpin Quraish.
Umar pun menyerukan kepada rombongannya; ‘Besok pagi-pagi aku akan kembali pulang, karena itu bersiap-siaplah kalian!
Abu Ubaidah bin Jarrah bertanya; ‘Apakah kita hendak lari dari takdir Allah? ‘
Umar menjawab; ‘Mengapa kamu bertanya demikian hai Abu Ubaidah? Agaknya Umar tidak mau berdebat dengannya.
Dia menjawab; Ya, kita lari dari takdir Allah kepada takdir Allah. Bagaimana pendapatmu, seandainya engkau mempunyai seekor unta, lalu engkau turun ke lembah yang mempunyai dua sisi.
Yang satu subur dan yang lain tandus. Bukanlah jika engkau menggembalakannya di tempat yang subur, engkau menggembala dengan takdir Allah juga, dan jika engkau menggembala di tempat tandus engkau menggembala dengan takdir Allah? ‘
Tiba-tiba datang ‘Abdurrahman bin Auf yang sejak tadi belum hadir karena suatu urusan.
Lalu dia berkata; ‘Aku mengerti masalah ini. Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, maka janganlah keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri.
Ibnu Abbas berkata; ‘Umar bin Khaththab lalu mengucapkan puji syukur kepada Allah, setelah itu dia pergi.
• Mike Tyson Ternyata Kagumi Khabib Nurmagomedov dan Ungkap ‘Dosa’ Masa Lalunya
• Cristiano Ronaldo Tak Bisa Lihat Teman Susah, Kiper Juventus: CR7 Pemain Hebat Sejati
Keempat, menjalankan Pola Hidup Sehat dan Islami ( PHSI) dengan senantiasa memperkuat sehat jasmani dan sehat rohani secara terintegrasi.
Secara jasmani misalnya, rajin mengkonsumsi makanan yang halal dan tayyiban, misalnya rajin minum madu dan makan korma yang disunnahkan misanya kurma ajwa yang sempat disinggung dalam hadist Nabi.
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, diriwayatkan hadits dari Shahabat Sa’ad bin Abi Waqqash, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau pernah bersabda; “Barangsiapa mengonsumsi tujuh butir kurma Ajwah pada pagi hari, maka pada hari itu ia tidak akan terkena racun maupun sihir”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullaah menukilkan perkataan Imam Al-Khathabi tentang keistimewaan kurma Ajwah:
“Kurma Ajwah bermanfaat untuk mencegah racun dan sihir dikarenakan do’a keberkahan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap kurma Madinah bukan karena dzat kurma itu sendiri”
Di samping memperkuat kesehatan jasmani, juga memperkokoh kesehatan ruhani dengan banyak berzikir dan berdoa seperti yang diajarkan oleh Rasulullah dengan doa.
Di antaranya, sebagaimana yang disampaikan sahabat Ustman bin Affan berkata Rasulullah bersabda: tidaklah seorang hamba yang setiap pagi dan sore membaca; “ Bismillahilladzi la yadurru ma’asmihi syaiun fil Ardi wala fis samai wahuwas Samiul Alim.
Yang artinya, dengan nama Allah yang dengan namanya tidak akan membahayakan sesuatu apa pun di bumi dan di langit dan dia maha mendengar dan maha mengetahui.
Jika dibaca tiga kali, maka insya Allah tidak ada sesuatu apa pun yang membahayakannya ( HR. Abu Daud dan At Turmudzi).
Demikianlah empat point’ tadzkirah dari IKADI yang telah penulis uraikan sekadarnya.
Semoga bisa menjadi pegangan bagi setiap muslim dalam menghadapi situasi pandemi yang saat ini melanda negeri ini.
Semoga dengan mengamalkannya, kita terbebas dari wabah yang sangat mendera bangsa ini. Wallahu A' lam Bishawwabe. (*)